Jumat, 30 Agustus 2013

☆ Kisah Ariah, pejuang perempuan dalam pemberontakan petani Tambun

Tari kolosal bernuansa Betawi menjadi salah satu suguhan dalam perayaan HUT DKI Jakarta ke-486. Tari itu mengisahkan tentang sosok perempuan bernama Ariah. Ariah gigih memperjuangkan hak-hak rakyat yang dibelenggu oleh penjajah Belanda.

Ceritanya, tahun 1869 di beberapa daerah, salah satunya Tambun, Bekasi, banyak warga pribumi yang mengalami tindakan semena-mena dari kolonial Belanda. Tanah mereka banyak diakui oleh para penjajah, bahkan para petani dipaksa menyetor 50 persen hasil panen kepada tuan tanah.

Kondisi ini jelas saja merugikan rakyat. Akhirnya, muncul seorang petualang yang dikenal dengan nama Bapak Rama. Pria asal Cirebon ini mengajak para petani untuk kembali merebut tanah-tanah partikelir dari Belanda dan para tuan tanah. Sebab, Rama yakin itu adalah tanah penduduk.

Awalnya, Rama mengajak sejumlah petani untuk merebut tanah-tanah partikelir antara Citarum sampai Cisadane. Dengan tekad bulat, Rama memutuskan akan melakukan serangan. Hal itu disampaikan saat ibu mertuanya mengawinkan putrinya di Ratujaya, Depok.

Bapak Rama biasa disapa dengan nama Pangeran Alibasah. Setelah berdoa, Alibasah meramalkan tanggal 20 bulan Haji (3 April 1869) akan terjadi gerhana bulan. Nah, pada saat serangan akan dilancarkan dengan perhitungan tentara Belanda tidak akan bisa melihat mereka.

Alibasah memutuskan untuk melakukan penyerangan merebut Tambun, Depok, Buitenzorg (Bogor) dan Batavia. Namun rencana itu rupanya tercium oleh tentara Belanda. Akhirnya, serbuan hanya dilakukan ke Tambun, Bekasi.

Pagi hari di tanggal 5 April, Alibasah beserta 100 orang pengikutnya bergerak dari Cimuning ke Tambun. Dalam perjalanan jumlah pengikutnya bertambah jadi 300 orang. Asisten Residen dan seorang dokter Jawa yang kebetulan bertugas di Tambun terbunuh bersama tujuh orang lainnya.

Setelah kejadian itu, Alibasah dan pengikutnya langsung menjadi target utama Belanda. Akhirnya, pada 17 Juni 1869, Alibasah tertangkap bersama 302 orang pengikutnya ditangkap. Dua hari jelang persidangan, Alibasah meninggal.

Namun versi lain mengatakan saat tertangkap Rama dan dua orang pengikutnya dieksekusi di tempat. Sedangkan 21 petani pemberontak dijatuhi hukuman mati gantung kepala pada Agustus 1869. Eksekusi dilakukan di lapangan militer Jatinegara, sekarang lapangan Jenderal Urip Sumohardjo.

Alisabah tidak berjuang sendiri, ada juga sosok perempuan tangguh bernama Ariah. Ia pejuang wanita yang mempertahankan martabat dan kehormatan kala itu. Perjuangan Ariah ini dipentaskan dalam drama kolosal yang digelar di Monas semalam.

Kisah percintaan Ariah juga ditampilkan. Ariah jatuh hati pada pria bernama Juki karena pemuda itu menolongnya saat digoda oleh para centeng waktu bermain dengan teman-temannya.

Ariah turut andil dalam pemberontakan para petani di Tambun. Ariah merupakan pejuang perempuan yang ikut serta dalam melawan penindasan kolonial.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengaku terharu dengan kisah Ariah. Mega berpesan agar warga DKI harus lebih menggali cerita sejarah. Sebab, sekarang ini cerita kepahlawanan sering terlupakan.

"Saya melihat Ariah, memang saya merasa sangat terharu karena memang diambil dari sejarah pemberontakan petani Tambun," ujar Mega usai menonton Ariah di Silang Monas Jakarta, Jumat (28/6).

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ( Jokowi ) mengaku sangat berkesan dengan drama kolosal itu. "Bagus sekali mengangkat nilai-nilai perjuangan," kata Jokowi yang mengaku sudah membaca kisah tersebut sebelumnya.

Tahun depan, Jokowi berjanji bakal menggelar kembali pertunjukan seperti Ariah. Namun, drama tersebut akan digelar dengan tema yang berbeda. "Ya mungkin dengan tema berbeda-beda," katanya.

*Diolah dari berbagai sumber*

  ● Merdeka 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...