Pesawat T50 TNI AU ☆
Suara mesin pesawat T-50i Golden Eagle menderu keras di hanggar Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Magetan, Rabu (8/11/2017) siang. Seorang penerbang di dalam kokpit mengendalikan pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara itu.
Setelah beberapa saat mesin dihidupkan, pesawat tersebut kemudian keluar dari hanggar dan melaju di landasan untuk take off. Suara deru pesawat yang sangat keras lama kelamaan terdengar samar dan pesawat mulai mengudara.
Setelah pesawat itu berada di angkasa, satu pesawat lainnya landing dengan sempurna di Lanud Iswahjudi. Hari itu, para penerbang menjalani misi latihan untuk menerbangkan pesawat tempur tersebut.
Di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi ada 16 pesawat T-50i. Pesawat buatan Korea Selatan itu tiba di Tanah Air tahun 2013.
Salah satu pilot pesawat T-50i Golden Eagle, Kapten Penerbang Yudhistira, menceritakan pengalamannya mengendalikan pesawat tempur itu. Dibandingkan Sukoi dan F-16, pesawat T-50i termasuk pesawat tempur ringan dan lebih mudah dikendalikan.
Maka dari itu, banyak penerbang pemula harus berlatih mengendalikan T-50i terlebih dahulu sebelum mengoperasikan F-16 atau Sukhoi. Setelah berhasil mengendalikan pesawat T-50i, penerbang bisa masuk ke Skadron lainnya.
“Masuk di Skadron 15 ini ibaratnya sebagai pengenalan. Biar mereka [penerbang pemula] tidak kaget,” kata pria kelahiran Magetan itu.
Latihan Rutin
Komandan Flight Ops Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Magetan itu menuturkan mengendalikan pesawat membutuhkan keahlian dan latihan secara rutin.
Mengenai masalah yang kerap dihadapi penerbang saat di udara yaitu masalah burung. Meski bentuknya kecil, namun, saat pesawat menabrak burung bisa menimbulkan dampak sangat besar. Bahkan mesin pesawat bisa mati.
Tim di Skadron Udara 15, pada tahun 2017 terpaksa mengandangkan dua pesawat karena telah menabrak burung saat latihan di udara. Dua pesawat T-50i harus turun mesin dan menjalani perawatan yang tidak mudah.
Yudhistira menjelaskan saat pesawat berada di udara dengan kecepatan yang sangat tinggi, tiba-tiba ada burung yang terbang dan menabrak pesawat. Kemudian burung itu masuk ke mesin pesawat hingga akhirnya menimbulkan kerusakan di mesin.
Dalam kondisi seperti ini, pesawat harus landing untuk menghindari bahaya yang lebih besar. “Tahun ini ada dua pesawat yang turun mesin karena bertabrakan dengan burung,” jelas dia.
Kerusakan tetap terjadi walaupun pihak produsen dari Korea Selatan menjamin pesawat tidak akan rusak meski mesin dalam kondisi hidup dimasukkan ayam.
“Tetapi itu uji cobanya kan mesin dihidupkan saat di darat. Berbeda cerita kalau kejadiannya di udara. Karena saat di udara, antara pesawat dengan burung sama-sama memiliki percepatan sehingga dampaknya sangat berbahaya,” terang Yudhistira.
Untuk mengantisipasi hal itu, kata dia, pihaknya hanya mampu melakukan tindakan antisipasi di darat. Sedangkan di udara, kecil kemungkinan bisa melakukan antisipasi bertabrakan dengan burung.
Dia membeberkan sepanjang landasan tidak ditanami tanaman berbuah, karena bisa memicu kedatangan burung. Selain itu tidak memotong rumput kurang dari 10 cm, karena bila rumput terlalu pendek cacing yang keluar dari tanah terlihat dan membuat burung datang.
Selain itu, ada pemasangan sirine penghalau burung dan petugas yang menghalau burung di sekitar landasan. “Saat musim hujan, itu biasanya banyak burung yang berada di landasan karena hangat,” terang dia.
Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi Magetan, Kolonel Penerbang Muhammad Arwani, menambahkan selain faktor burung, kendala lain dalam penerbangan yaitu cuaca. Ketika cuaca buruk baik hujan maupun angin, pesawat tidak diperbolehkan terbang.
“Kami sering menunda latihan karena masalah cuaca ini. Karena kalau dipaksakan akan berbahaya,” ujar dia.
Suara mesin pesawat T-50i Golden Eagle menderu keras di hanggar Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Magetan, Rabu (8/11/2017) siang. Seorang penerbang di dalam kokpit mengendalikan pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara itu.
Setelah beberapa saat mesin dihidupkan, pesawat tersebut kemudian keluar dari hanggar dan melaju di landasan untuk take off. Suara deru pesawat yang sangat keras lama kelamaan terdengar samar dan pesawat mulai mengudara.
Setelah pesawat itu berada di angkasa, satu pesawat lainnya landing dengan sempurna di Lanud Iswahjudi. Hari itu, para penerbang menjalani misi latihan untuk menerbangkan pesawat tempur tersebut.
Di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi ada 16 pesawat T-50i. Pesawat buatan Korea Selatan itu tiba di Tanah Air tahun 2013.
Salah satu pilot pesawat T-50i Golden Eagle, Kapten Penerbang Yudhistira, menceritakan pengalamannya mengendalikan pesawat tempur itu. Dibandingkan Sukoi dan F-16, pesawat T-50i termasuk pesawat tempur ringan dan lebih mudah dikendalikan.
Maka dari itu, banyak penerbang pemula harus berlatih mengendalikan T-50i terlebih dahulu sebelum mengoperasikan F-16 atau Sukhoi. Setelah berhasil mengendalikan pesawat T-50i, penerbang bisa masuk ke Skadron lainnya.
“Masuk di Skadron 15 ini ibaratnya sebagai pengenalan. Biar mereka [penerbang pemula] tidak kaget,” kata pria kelahiran Magetan itu.
Latihan Rutin
Komandan Flight Ops Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Magetan itu menuturkan mengendalikan pesawat membutuhkan keahlian dan latihan secara rutin.
Mengenai masalah yang kerap dihadapi penerbang saat di udara yaitu masalah burung. Meski bentuknya kecil, namun, saat pesawat menabrak burung bisa menimbulkan dampak sangat besar. Bahkan mesin pesawat bisa mati.
Tim di Skadron Udara 15, pada tahun 2017 terpaksa mengandangkan dua pesawat karena telah menabrak burung saat latihan di udara. Dua pesawat T-50i harus turun mesin dan menjalani perawatan yang tidak mudah.
Yudhistira menjelaskan saat pesawat berada di udara dengan kecepatan yang sangat tinggi, tiba-tiba ada burung yang terbang dan menabrak pesawat. Kemudian burung itu masuk ke mesin pesawat hingga akhirnya menimbulkan kerusakan di mesin.
Dalam kondisi seperti ini, pesawat harus landing untuk menghindari bahaya yang lebih besar. “Tahun ini ada dua pesawat yang turun mesin karena bertabrakan dengan burung,” jelas dia.
Kerusakan tetap terjadi walaupun pihak produsen dari Korea Selatan menjamin pesawat tidak akan rusak meski mesin dalam kondisi hidup dimasukkan ayam.
“Tetapi itu uji cobanya kan mesin dihidupkan saat di darat. Berbeda cerita kalau kejadiannya di udara. Karena saat di udara, antara pesawat dengan burung sama-sama memiliki percepatan sehingga dampaknya sangat berbahaya,” terang Yudhistira.
Untuk mengantisipasi hal itu, kata dia, pihaknya hanya mampu melakukan tindakan antisipasi di darat. Sedangkan di udara, kecil kemungkinan bisa melakukan antisipasi bertabrakan dengan burung.
Dia membeberkan sepanjang landasan tidak ditanami tanaman berbuah, karena bisa memicu kedatangan burung. Selain itu tidak memotong rumput kurang dari 10 cm, karena bila rumput terlalu pendek cacing yang keluar dari tanah terlihat dan membuat burung datang.
Selain itu, ada pemasangan sirine penghalau burung dan petugas yang menghalau burung di sekitar landasan. “Saat musim hujan, itu biasanya banyak burung yang berada di landasan karena hangat,” terang dia.
Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi Magetan, Kolonel Penerbang Muhammad Arwani, menambahkan selain faktor burung, kendala lain dalam penerbangan yaitu cuaca. Ketika cuaca buruk baik hujan maupun angin, pesawat tidak diperbolehkan terbang.
“Kami sering menunda latihan karena masalah cuaca ini. Karena kalau dipaksakan akan berbahaya,” ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.