✈️ Perihal Pembelian Pesawat SU 35✈️ Pesawat TNI AU [TNI AU]
Indonesia tengah menjajaki peluang untuk melakukan pembelian 11 pesawat tempur Sukhoi SU-35 dengan skema imbal dagang alias barter. Dari nilai harga pesawat sebesar US$ 1,14 miliar atau Rp 15,16 triliun, setengahnya akan dibayar Indonesia dengan hasil perkebunan atau produk ekspor lainnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu master agreement atau kesepakatan resmi dengan pihak Rusia perihal hal ini.
“Kami menunggu master agreement dulu. Seperti yang saya sampaikan dengan Pak Menhan, porsi kita adalah US$ 570 juta. Jadi di dalam barter itu, senilai itulah yang disampaikan dalam bentuk barang. Mereka bilang dalam pertemuan setuju, tetapi agreement belum ada, belum terselesaikan atau jual beli sukhoinya itu sendiri,” katanya saat ditemui di sela acara KTT APEC di Da Nang, Vietnam, Jumat (10/11/2017).
Menurut Enggar, pihaknya sudah mengirimkan daftar barang apa saja yang akan menjadi barter senilai US$ 570 juta tersebut untuk diseleksi oleh pihak Rusia.
“Kami sudah kirimkan listnya. Kalau hanya satu komoditi saja, saya bilang keberatan. Karena kita cukup banyak komoditi yang kita sampaikan. Kita tidak mau hanya karet saja. Kita mau ada sawit, furniture bahkan seragam militer, walaupun mereka punya tetapi kita sampaikan bahwa ini ada beberapa penawaran kita dan dia bilang kalau kayak gitu bisa enggak tidak hanya ke Moskow? Ke negara-negara Eurasia yang lain? Kita enggak perduli, kita enggak ada soal, sejauh itu adalah bagian dari pembayaran kita yang US$ 570 juta itu,” terang pria yang akrab disapa Enggar itu.
Prinsipnya kata dia sejauh ini Rusia masih terus melanjutkan mengenai kesepakatan ini, namun dia berharap bisa segera ditindaklanjuti oleh Rusia secepatnya dalam bentuk master agreement tadi.
“Mereka (Rusia) bilang, pembahasan ini kan informal, karena belum terjadi kan master agreementnya. Saya bilang kalau ini terjadi, kemudian kita nunggu lagi, kan panjang urusannya. Walaupun sudah menunjuk, dari mereka Rosneft, dari kita PPI PT PT Perusahaan Perdagangan Indonesia). Tetapi PPI hanya berfungsi untuk koordinator, kalau tidak akan kena double tax,” ungkapnya.
“Catatannya adalah, berdasarkan pembicaraan dengan mereka, kalau sudah ada master agreement, jangka waktu untuk bisa pembayaran dalam bentuk seperti ini, itu memakan durasi total waktu 3 tahun. Enggak bisa hari ini hari kita bayar. Yang pasti kepentingan kita adalah jangan terlambat pesawatnya,” tutup Enggar.
Indonesia tengah menjajaki peluang untuk melakukan pembelian 11 pesawat tempur Sukhoi SU-35 dengan skema imbal dagang alias barter. Dari nilai harga pesawat sebesar US$ 1,14 miliar atau Rp 15,16 triliun, setengahnya akan dibayar Indonesia dengan hasil perkebunan atau produk ekspor lainnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu master agreement atau kesepakatan resmi dengan pihak Rusia perihal hal ini.
“Kami menunggu master agreement dulu. Seperti yang saya sampaikan dengan Pak Menhan, porsi kita adalah US$ 570 juta. Jadi di dalam barter itu, senilai itulah yang disampaikan dalam bentuk barang. Mereka bilang dalam pertemuan setuju, tetapi agreement belum ada, belum terselesaikan atau jual beli sukhoinya itu sendiri,” katanya saat ditemui di sela acara KTT APEC di Da Nang, Vietnam, Jumat (10/11/2017).
Menurut Enggar, pihaknya sudah mengirimkan daftar barang apa saja yang akan menjadi barter senilai US$ 570 juta tersebut untuk diseleksi oleh pihak Rusia.
“Kami sudah kirimkan listnya. Kalau hanya satu komoditi saja, saya bilang keberatan. Karena kita cukup banyak komoditi yang kita sampaikan. Kita tidak mau hanya karet saja. Kita mau ada sawit, furniture bahkan seragam militer, walaupun mereka punya tetapi kita sampaikan bahwa ini ada beberapa penawaran kita dan dia bilang kalau kayak gitu bisa enggak tidak hanya ke Moskow? Ke negara-negara Eurasia yang lain? Kita enggak perduli, kita enggak ada soal, sejauh itu adalah bagian dari pembayaran kita yang US$ 570 juta itu,” terang pria yang akrab disapa Enggar itu.
Prinsipnya kata dia sejauh ini Rusia masih terus melanjutkan mengenai kesepakatan ini, namun dia berharap bisa segera ditindaklanjuti oleh Rusia secepatnya dalam bentuk master agreement tadi.
“Mereka (Rusia) bilang, pembahasan ini kan informal, karena belum terjadi kan master agreementnya. Saya bilang kalau ini terjadi, kemudian kita nunggu lagi, kan panjang urusannya. Walaupun sudah menunjuk, dari mereka Rosneft, dari kita PPI PT PT Perusahaan Perdagangan Indonesia). Tetapi PPI hanya berfungsi untuk koordinator, kalau tidak akan kena double tax,” ungkapnya.
“Catatannya adalah, berdasarkan pembicaraan dengan mereka, kalau sudah ada master agreement, jangka waktu untuk bisa pembayaran dalam bentuk seperti ini, itu memakan durasi total waktu 3 tahun. Enggak bisa hari ini hari kita bayar. Yang pasti kepentingan kita adalah jangan terlambat pesawatnya,” tutup Enggar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.