Sabtu, 29 November 2025

Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Kunjungi India

  Perkuat Kerja Sama Pertahanan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Pertahanan India menggelar Dialog Tingkat Menteri Pertahanan Ketiga di India. (Kemhan)

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Pertahanan India menggelar Dialog Tingkat Menteri Pertahanan Ketiga di India. Pertemuan ini menegaskan kembali kemitraan strategis kedua negara sekaligus memperdalam kerja sama pertahanan.

Dalam dialog tersebut, kedua pihak mengenang kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto sebagai tamu kehormatan utama pada perayaan Hari Republik India, Januari 2025 lalu.

Diskusi produktif antara Presiden Prabowo dan Perdana Menteri India Narendra Modi disebut telah memperkuat Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia–India, termasuk partisipasi 352 personel TNI dalam parade Hari Republik.

"Dalam rangka memperkuat kemitraan strategis Indonesia–India, kami melaksanakan Defence Ministers’ Dialogue (DMD) ke-3 di New Delhi (Kamis, 27 November 2025),” ujarnya, Jumat (28/11/2025).

Sorotan utama pertemuan meliputi Indo-Pasifik, menjaga kawasan yang bebas, damai, dan stabil dengan dukungan AOIP (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) dan IPOI (Indo-Pacific Ocean Initiative) juga kerja sama pertahanan yang meliputi penegasan kembali perjanjian kerja sama pertahanan, serta rencana pembentukan JDICC untuk kolaborasi industri pertahanan, transfer teknologi, dan litbang bersama.

"Sebagai dua kekuatan maritim utama di Indo-Pasifik, Indonesia dan India menegaskan komitmen bersama untuk menjaga stabilitas kawasan melalui kerja sama pertahanan yang konkret dan saling menguntungkan—mulai dari keamanan maritim, pertukaran perwira, latihan bersama, hingga penguatan industri pertahanan."

Selain itu, diskusi tersebut mengarah kepada peningkatan latihan militer, keamanan maritim, teknologi dan kesehatan militer.

Kedua menteri juga turut membahas isu global seperti dukungan terhadap perdamaian Palestina dan kesiapan Indonesia mengirim pasukan perdamaian ke Gaza di bawah mandat PBB.

"Diplomasi pertahanan bukan hanya soal alutsista, tetapi tentang membangun kepercayaan, perdamaian, dan masa depan kawasan Indo-Pasifik yang aman, terbuka, dan stabil."

Mereka kemudian menyatakan kepuasan atas hasil dialog dan sepakat melanjutkan pertukaran tingkat tinggi, kerja sama praktis, serta keterlibatan terstruktur di berbagai bidang pertahanan dan keamanan. (cip)

  💥 
sindonews  

Jumat, 28 November 2025

[Global] Brasil Meluncurkan Kapal Selam Scorpène Keempat

Kapal selam Scorpene keempat di produksi Brasil (ICN)

Tonggak sejarah baru bagi armada kapal selam Angkatan Laut Brasil (Marinha do Brasil) tercapai pada 26 November 2025 dengan peresmian kapal selam diesel-listrik keempat, S43 Almirante Karam (sebelumnya Angostura), dan peresmian S42 Tonelero, kapal selam ketiga dari kelas Riachuelo. Ini merupakan kali pertama dua kapal selam diperkenalkan secara bersamaan.

Sebagai turunan dari keluarga Scorpène oleh Naval Group, dengan tambahan panjang sekitar lima meter, S43 adalah kapal selam pertama di kelasnya yang sepenuhnya dibangun di Brasil oleh Itaguaí Construções Navais (ICN) dan menandai transformasi operasional dengan aset angkatan laut yang sangat modern yang penting untuk berpatroli di pesisir Brasil yang membentang sepanjang benua.

Sebagai hasil langsung dari Program Pengembangan Kapal Selam (PROSUB), manfaat dari kemitraan strategis jangka panjang yang dijalin dengan Prancis pada tahun 2008 ini meliputi pembangunan galangan kapal, pangkalan kapal selam modern, pabrik manufaktur, dan perjanjian transfer teknologi yang ekstensif bagi lebih dari 250 warga Brasil. Para profesional ini menerima pelatihan teknis di Prancis di bidang pengelasan, pembuatan ketel uap, perpipaan, dan kelistrikan, yang memungkinkan ICN menguasai seluruh proses produksi, mulai dari pembentukan pelat logam hingga integrasi dan pengujian sistem di atas kapal.

Salah satu pencapaian penting adalah pembangunan infrastruktur lokal di Itaguaí, negara bagian Rio de Janeiro. Angkatan Laut Brasil kini memfokuskan upayanya untuk melanjutkan pengembangan kapal selam serang bertenaga nuklir SN-10 Álvaro Alberto, yang rencananya akan diluncurkan pada tahun 2034, sepuluh tahun lebih lambat dari perkiraan awal karena berbagai penundaan akibat keterbatasan anggaran.

Bersama SN-10, Angkatan Laut Brasil berharap dapat menguasai siklus bahan bakar nuklir secara penuh, yang selanjutnya meningkatkan kemampuan pencegahan Brasil melalui kekuatan angkatan lautnya.

  Karakteristik Teknis Kelas Riachuelo  
Infogradis SN-10 Álvaro Alberto
Kapal selam kelas Riachuelo memiliki awak delapan perwira dan 34 peringkat, bobot terendam 2.000 ton, kedalaman operasi hingga 300 meter, kecepatan 40 km/jam, dan daya tahan 70 hari. Panjangnya hampir 72 meter dan diameter enam meter.

Kapal selam ini dipersenjatai dengan torpedo kelas berat MBDA F21 dan rudal antikapal SM39 Block 2 Mod 2 Exocet.

Rangkaian sonar terdiri dari Thales TSM 2233 Eledone Sonar (DSUV-22) dan dua sonar flank-array TSM 2253, yang terintegrasi ke dalam rangkaian Thales S-Cube.

Naval Group juga menyediakan sistem misi taktis SUBTICS, yang menyediakan pengawasan akustik, akuisisi data dan video dari periskop optronik dan serang, kendali senjata, kendali kerusakan, dan pemantauan sistem berkelanjutan, serta transmisi dan akuisisi melalui tautan data.

Periskop serang adalah Safran Seri 20 (APS), dan kapal selam juga akan dilengkapi dengan sistem pertahanan Contralto. (João Paulo Moralez)

   👷  Naval News  

PTDI Mulai Modernisasi C-130 TNI AU

 Perkuat Kapasitas MRO Militer NasionalHercules A-1321 TNI AU menjalani modernisasi di Bandung (Pikiran Rakyat)

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) resmi memulai program besar modernisasi 9 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules milik TNI AU melalui seremoni Aircraft Induction di hanggar Aircraft Services (ACS), Rabu (26/11/2025).

Kedatangan unit pertama langsung dibarengi penandatanganan Berita Acara (BA) serah terima pesawat antara TNI AU, Kemhan RI, dan PTDI, yang menandai dimulainya proses revitalisasi menyeluruh.

Agenda tersebut dihadiri Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI Moh Arif Faisal, Kasatgas Modernisasi C-130 Kol. Arif Djoko, serta tim teknis dari Kemhan dan TNI AU.

Di tahap awal ini, PTDI langsung menggarap dua pekerjaan inti: Center Wing Box Replacement (CWBR) dan Avionic Upgrade Program (AUP). Keduanya adalah elemen modernisasi krusial untuk memperpanjang usia pakai pesawat sekaligus meningkatkan kapabilitas avioniknya.

Menurut Arif Faisal, PTDI telah menyiapkan aliansi teknis dengan Kohartamatau—mulai dari penggunaan SDM gabungan PTDI–TNI AU, pemanfaatan special tools dan ground support equipment, hingga optimalisasi fasilitas bonding dan composite.

Hal tersebut merupakan upaya PTDI dalam menyiapkan fasilitas teknis, peralatan khusus, serta qualified personnel agar proses modernisasi 9 unit C-130 berjalan lancar,” ujarnya.

  Tonggak Kemandirian Teknologi Dirgantara
Program modernisasi ini merupakan tindak lanjut kontrak antara PTDI dan Baloghan Kemhan RI. Dengan seluruh pengerjaan dilakukan di Bandung, Pemerintah menegaskan langkah strategis mengurangi ketergantungan pada fasilitas luar negeri.

Dampaknya bukan hanya efisiensi waktu pemeliharaan, tetapi juga peningkatan kapasitas bangsa dalam mengelola Alutsista strategis.

Bagi PTDI, pekerjaan C-130 ini adalah investasi jangka panjang. Modernisasi di dalam negeri membuka ruang penguatan kemampuan MRO (Maintenance, Repair, Overhaul), pengembangan produksi komponen, hingga peningkatan kompetensi teknis yang akan memperluas kapabilitas Indonesia dalam layanan pesawat angkut militer.

Kol. Fitra A. Yani dari Baloghan Kemhan RI menegaskan arah kebijakan yang sedang dibangun pemerintah. “Salah satu kebijakan Pemerintah adalah pemberdayaan industri pertahanan kita. Besar harapan pemeliharaan dapat dilaksanakan oleh industri pertahanan nasional, dalam hal ini PTDI,” katanya.

  Menatap Kapabilitas Global
Keberhasilan modernisasi C-130 nanti diharapkan menjadi standar baru bagi industri MRO pertahanan nasional. Jika PTDI berhasil membuktikan ketepatan waktu, kualitas, dan peningkatan performa pesawat, posisinya sebagai pusat pemeliharaan Alutsista udara berkompetensi global akan semakin menguat.

Dengan dimulainya Aircraft Induction ini, Indonesia memasuki fase baru kemandirian industri dirgantara: lebih kompetitif, lebih strategis, dan semakin siap menghadapi kebutuhan pertahanan masa depan. ***
 

   👷 
Bandung Oke  

Kamis, 27 November 2025

Kala Menhan Tolak Republik dalam Republik

  Saat tinjau Bandara di Morowali KRI BHT 370 turut latihan di Morowali (Dispenal)

Pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau bandara di lokasi pertambangan Morowali Sulawesi Tengah memicu perhatian serius.

Sjafrie menyampaikan sorotannya usai menghadiri Latihan Terintegrasi 2025 TNI dan instansi lain di Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (20/11/2025).

Menhan menyebut keberadaan bandara tanpa kehadiran negara sebagai anomali yang dapat membuat kedaulatan ekonomi Indonesia rawan.

  Menhan tinjau bandara di Morowali  
Sebagaimana dilansir situs web resmi Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, bandara yang dirujuk Sjafrie adalah bandara yang terletak dekat dengan jalur laut strategis yakni Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI II dan III.

Peninjauan di lokasi pada 19 November itu dilakukan Sjafrie dalam kapasitasnya juga sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan Pengawas Tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Saat itu di lokasi, simulasi pertahanan digelar oleh Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas).

Simulasi ini adalah latihan menangani pesawat asing atau gelap (black flight) yang melanggar wilayah kedaulatan udara.

Sehari setelahnya, masih ada lagi unjuk kekuatan militer di lokasi itu yang berupa penerjunan operasi perebutan dan pengamanan pangkalan udara atau OP3U oleh Yonko 466 Korpasgat, disusul Yonif 432 dan 433 Brigif Para Rider 3/TBS Kostrad.

Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bung Hatta—370 dan KRI Panah-625 juga tampil dalam simulasi operasi penyergapan dan penindakan maritim.

  Soroti anomali, tak boleh ada republik dalam republik  
Menhan Sjafrie secara khusus menyoroti adanya “anomali” dalam regulasi yang menciptakan celah kerawanan terhadap kedaulatan ekonomi.

Sjafrie menekankan perlunya deregulasi dan peningkatan pembangunan kekuatan pertahanan di titik-titik krusial nasional.

Sjafrie menyampaikan pesan yang ditujukan kepada seluruh elemen bangsa, menegaskan bahwa negara tidak akan berhenti menindak kegiatan ilegal yang merugikan kekayaan nasional, seperti yang terjadi pada kasus pertambangan ilegal di Bangka sebelumnya.

Menhan RI berjanji akan melaporkan semua temuan dan evaluasi kepada Presiden RI.

Republik ini tidak boleh ada republik di dalam republik. Kita harus tegakkan semua ketentuan tanpa kita melihat latar belakang dari manapun asalnya,” tegas Sjafrie.

  Kemhan : Ini soal kehadiran negara di objek vital  
Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Setjen Kemhan, Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait, menegaskan bahwa pernyataan Menhan harus dipahami sebagai peringatan umum terkait pengawasan negara di objek vital.

Pernyataan itu pada dasarnya mengingatkan pentingnya kehadiran perangkat negara di setiap objek vital. Untuk detailnya kami belum bisa menyampaikan, jadi sementara kami mengacu pada penjelasan umum yang sudah disampaikan Menhan saat kunjungan di lapangan,” kata Rico kepada Kompas.com, Selasa (25/11/2025).

Intinya perhatian tersebut muncul dari evaluasi umum dan menjadi catatan agar pengawasan negara di titik strategis tetap kuat.” ucapnya.

Menurut Rico, absennya pengawasan negara di sebuah bandara dapat membuka celah aktivitas yang tidak tercatat. Namun demikian, Kemhan masih menunggu pendalaman bersama instansi terkait sebelum memberikan penilaian risiko lebih rinci.

Kalau pengawasan negara di sebuah bandara tidak lengkap, ruang bagi aktivitas yang tidak tercatat memang bisa terbuka, dan itu bisa berdampak pada keamanan nasional maupun lalu lintas ekonomi,” ucapnya.

Lantas, apakah bandara di kawasan Morowali itu adalah "bandara gelap"? Mungkinkah ada "bandara gelap" semacam itu?

  “Bandara gelap” dianggap mustahil  
TNI berlatih di Morowali, karena banyak bisnis ilegal (Kompas)

Dihubungi terpisah, pengamat penerbangan Alvin Lie berpandangan, tidak mungkin ada bandara yang benar-benar terturup.

Dia bilang, struktur regulasi yang ada sudah sangat ketat.

Dalam regulasi Tata Kebandarudaraan Nasional tidak ada kategori Bandara Tertutup. Kategori bandara hanya Bandara Khusus dan Bandara Umum, yang kemudian melayani rute domestik atau domestik & internasional,” kata Alvin.

Ia menyebutkan, Bandara Morowali sendiri merupakan bandara khusus, yang hanya melayani penerbangan milik pemilik bandara, penerbangan tidak berjadwal yang memiliki perjanjian dengan pengelola, serta pesawat negara.

Namun, Alvin menegaskan sistem penerbangan Indonesia sudah memiliki mekanisme berlapis yang membuat “penerbangan gelap” hampir mustahil terjadi.

Untuk pesawat berregistrasi asing, prosedurnya bahkan sangat ketat: Setiap penerbangan harus lebih dulu mengantongi security clearance yang diterbitkan bersama oleh Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perhubungan.

Izin itu menjadi syarat untuk mendapatkan flight approval.

Tanpa keduanya, pesawat asing otomatis tidak akan dilayani oleh navigasi penerbangan dan akan dicegat oleh unsur TNI begitu memasuki wilayah udara Indonesia.

Untuk pesawat Indonesia, aturan dibedakan berdasarkan kapasitas.

Pesawat domestik berkapasitas di bawah 25 kursi cukup mengajukan flight plan tanpa perlu flight approval.

Namun, pesawat berkapasitas di atas 25 kursi wajib memiliki flight approval, izin rute, dan baru kemudian dapat mengajukan flight plan.

Alvin menegaskan bahwa seluruh bandara tetap berada dalam pengawasan negara.

Pengawasan operasional di lapangan dilakukan oleh Otoritas Bandara, sementara pengaturan dan pemantauan lalu lintas udara sepenuhnya ditangani AirNav Indonesia.

Bila sebuah bandara melayani penerbangan internasional, perangkat negara seperti imigrasi, bea cukai, dan karantina wajib hadir di sana.

Dengan mekanisme berlapis tersebut, Alvin menyebut peluang terjadinya penerbangan tidak tercatat nyaris mustahil.

Pengawasan dan pelayanan penerbangan itu berlapis-lapis. Mustahil ada penerbangan gelap. Jika sampai terjadi penerbangan gelap, berarti semua instansi berhasil dibobol,” ujarnya.

  DPR akan cek ke lapangan  
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, telah menghubungi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara soal pernyataan Menhan yang ramai diperbincangkan di media sosial.

Kepada Kompas.com, ia menegaskan bahwa Komisi V akan mempelajari struktur operasi bandara khusus dan menjadwalkan kunjungan setelah masa reses.

Kami sendiri belum pernah pergi ke bandara ini. Nanti kami akan cek langsung. Karena bandara ini statusnya bandara khusus. Itu ada aturannya,” kata Lasarus.

Bandara khusus diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sebagai bandar udara yang hanya digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha tertentu, misalnya industri, tambang, atau perkebunan.

Status ini berbeda dengan bandara umum yang melayani publik. Karena fungsinya terbatas untuk internal perusahaan, bandara khusus tidak diwajibkan memiliki perangkat negara secara penuh seperti imigrasi, bea cukai, karantina, atau otoritas bandara yang menetap.

Negara hadir sebatas sebagai pemberi izin pembangunan dan izin operasi, serta melakukan audit keselamatan dan pengawasan berkala.

Meski demikian, UU tetap mengatur standar keselamatan, keamanan, dan operasional minimum yang harus dipenuhi bandara khusus.

Namun karena sifatnya bukan untuk layanan publik, pengelolaan sehari-hari, termasuk keamanan, fasilitas, hingga alur penumpang sepenuhnya berada di tangan pemilik bandara, umumnya perusahaan swasta.

Menurut Lasarus, operasional bandara khusus tetap harus memenuhi ketentuan hukum.

Ia sependapat dengan Menhan soal perlunya kehadiran negara.

Saya sepakat dengan Pak Sjafri bahwa harus ada unsur perangkat negara di sana. Harus ada dong.” ucapnya.

  Izin terbang tidak bisa sembarangan  
Lasarus menuturkan bahwa baik pesawat domestik maupun asing yang turun dan terbang dari atau menuju bandara khusus tetap harus mengikuti mekanisme izin, slot time, dan clearance lintas kementerian.

Misalnya, izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) maupun pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Misalnya ada private jet dari China mau masuk situ, itu ada izin terbang, slot time dari Kemenhub. Ada clearance dari Kemenlu, ada clearance lagi dari Bea Cukai. Itu ada aturannya.” Kata Lasarus.

  Analoginya dengan terminal khusus  
Lasarus membandingkan bandara khusus dengan terminal khusus (tersus) di sektor pelabuhan.

Dia bilang, pelabuhan khusus juga memiliki Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Di tersus itu kapal tidak boleh berlayar tanpa izin KSOP. KSOP itu unsur negara.” kata Lasarus.

Menurutnya, prinsip serupa harus berlaku di bandara khusus.

Keberadaan aparat seperti kepolisian dianggap bisa menjadi bentuk kehadiran negara.

Harus ada unsur negara. Enggak bisa enggak ada unsur negara,” kata dia.

Ia menyatakan akan meminta penjelasan tuntas dari Kemenhub. Komisi V berencana meninjau Morowali pada masa sidang Januari.

Karena ini juga mendapat perhatian publik dan kami melihat kalau sama sekali tidak ada pejabat negara di sana, jaminannya apa? Sejauh apa kemampuan kita mendeteksi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.” kata Lasarus.

  💂 
Kompas  

Rabu, 26 November 2025

[Video] Peluncuran KRI Canopus 936

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLZV6WdFI7L8h2aYlau6MomKAOldVQE44dsDy5wMY92lAAHSiPaM-fpp-H5MDJvCEYv8ZExSF3nqMRiZIs6YVkjYfqN_-bFeFEYhUm1Epnc27kyBw675kCOT3nDIaR1-Z362axoIYTsoe0OcJcOO-aqvyxN5-0HLX6xjMU5wLQ5CJ-wroCz3o1gM7eaD7L/s2048/936_4414313052790450312_n.jpgPeluncuran KRI Canupus 936 di Jerman (Abeking & Rasmussen)

KRI
Canopus 936 dibangun di galangan kapal swasta PT. Palindo Marine di Batam dengan asistensi dan desain dari Fassmer.

Proses pemasangan sistemnya (fitting out) dilakukan di Jerman melalui galangan kapal Abeking & Rasmussen.

Dalam langkah maju teknologi galangan kapal modern, kapal hidrografi sepanjang 105 meter KRI Canopus (936) yang dibangun khusus untuk Angkatan Laut Indonesia telah berhasil diluncurkan dari hall pembangunan terbesar milik Abeking & Rasmussen Schiffs- und Yachtwerft SE di Lemwerder, Jerman.

Proses peluncuran ini menandai tonggak baru dalam industri perkapalan, berkat penerapan metode inovatif yang melibatkan transporter modular bertenaga sendiri (SPMT).

  Berikut video dari Tribunnews : 


   🎥  Youtube   

[Video] Rhan 122B Arjuna

➶ Sukses diujicobaMLRS Arjuna (Medef)

MLRS Arjuna adalah Kendaraan Peluncur Multi Roket (Multiple Launch Rocket System) buatan Indonesia yang dirancang oleh PT SAS Aero Sishan & PT Dahana, menggunakan peluncur roket R-Han-122B dan berbasis truk KAMAZ 8x8.

Sistem ini memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 66% dan merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk meningkatkan kemandirian di sektor industri pertahanan.

Rhan 122B Arjuna menggunakan truk KAMAZ 8x8 sebagai sasisnya.

Dilengkapi dengan peluncur roket R-Han-122B kreasi lokal, dibuat oleh PT SAS Aero Sishan bersama PT Dahana dengan TKDN mencapai 66%.

Ransus ini merupakan wujud kemandirian industri pertahanan Indonesia

  Berikut video X Markicap :  


  Garuda MIliter  

PT Dahana Akan Bangun Fasilitas Energetic Material

  Bersama Rheinmentall Denel Munition (RDM) MoU pembangunan fasilitas energetic material. (Dahana)

PT Dahana menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) strategis dengan raksasa industri pertahanan Rheinmetall Denel Munition (RDM) untuk pembangunan fasilitas energetic material di Indonesia.

Penandatanganan yang disaksikan oleh Wakil Menteri Keuangan RI, Thomas A.M. Djiwandono dan Kepala Kamar Dagang Indonesia, Anindya Novyan Bakrie itu dilakukan dalam rangkaian acara Indonesia-Afrika CEO Forum 2025 di Saxon Hotel, Johannesburg, Afrika Selatan, pada 21 November 2025.

Direktur Utama PT Dahana, Hary Irmawan, menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan tonggak penting bagi industri pertahanan tanah air.

Menurutnya, langkah ini diambil untuk menjawab tantangan kedaulatan industri pertahanan yang selama ini masih sangat bergantung pada rantai pasok luar negeri untuk kebutuhan bahan baku energetik.

Ketergantungan impor yang tinggi selama ini melemahkan daya saing dan kemandirian Alpalhankam kita. Melalui kolaborasi dengan RDM, kita tidak hanya membangun pabrik, tetapi juga memastikan kedaulatan material strategis berada di tangan bangsa sendiri,” ujar Hary di sela-sela acara.

MoU Pengembangan Fasilitas Energetic Material ini hadir sebagai solusi konkret atas ketiadaan fasilitas produksi energetic material di dalam negeri. Padahal, bahan energetik merupakan komponen vital untuk memproduksi alutsista TNI, Polri, dan lembaga terkait, khususnya sebagai bahan baku Munisi Kaliber Besar (MKB) dan isian hulu ledak. Tanpa kemampuan produksi mandiri, kapabilitas pertahanan negara menjadi terbatas dan rentan.

Lebih dari sekadar kebutuhan militer, fasilitas ini akan memiliki kapabilitas dual use. Selain memperkuat pertahanan, produksi energetic material dalam negeri akan menyuplai kebutuhan bahan peledak komersial untuk industri pertambangan. Hal ini menjadikan proyek tersebut sangat strategis karena mampu mendorong peningkatan kapabilitas industri dalam negeri sekaligus mendukung perekonomian nasional.

Dalam skema kerja sama ini, RDM Afrika Selatan bertindak sebagai penyedia teknologi yang berkomitmen melakukan alih teknologi (transfer of technology) kepada Indonesia. Fasilitas produksi canggih ini direncanakan akan segera dibangun di area Energetic Material Center (EMC) Dahana di Subang, Jawa Barat, sebagai pusat kemandirian bahan peledak nasional.

Hary Irmawan menambahkan bahwa pembangunan fasilitas ini adalah bentuk nyata dari komitmen pembangunan berkelanjutan dalam industri pertahanan. Ia menekankan bahwa penguasaan teknologi produksi energetic material adalah kunci utama untuk melepaskan diri dari bayang-bayang impor yang selama ini membelenggu percepatan kemandirian alutsista Indonesia.

Kami menargetkan, dengan berdirinya pabrik ini, Indonesia tidak hanya mandiri, tetapi mampu bersaing di kancah industri pertahanan global. Ini adalah dedikasi Dahana untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kemandirian alpalhankam yang nyata,” tegas Hary.

Penandatanganan bersejarah ini dilakukan dalam rangkaian Indonesia-Afrika CEO Forum 2025, yang merupakan bagian integral dari G20 Leaders Summit 2025, di mana delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming beserta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartanto. Selain Hary Irmawan, delegasi PT Dahana turut diperkuat oleh Wildan Widarman, Erwin Cipta Mulyana, Anggaria Maharani, dan Jodi Widjanarko yang mengawal langsung proses kesepakatan strategis antara perwakilan bisnis Indonesia dan Afrika Selatan tersebut.

Saat ini Dahana telah memiliki pabrik Nitrogliserin, Ammonium Nitrat, serta sedang mengembangkan pabrik Propelan. Dengan kehadiran teknologi fasilitas ini, tentunya akan melengkapi kemampuan Dahana sebagai perusahaan kiblat bahan peledak Indonesia dengan fasilitas terlengkap di kawasan ASEAN.

  💣 
Dahana  

Selasa, 25 November 2025

Modernisasi Pertahanan Indonesia

 Harmonisasi Alutsista, Interoperabilitas dan Sistem Datalink Nasional Armada KRI TNI AL (Kompas)
PADA 24 JULI 2025, dunia dikejutkan oleh konflik militer antara Kamboja dan Thailand. Serangan roket Kamboja ke wilayah Thailand segera dibalas dengan pengerahan unsur Angkatan Udara Thailand, termasuk dengan menggunakan armada F-16 Fighting Falcon-nya.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa Asia Tenggara pun kini tidak luput dari ketegangan global. Konflik bersenjata yang terus bermunculan. Mulai dari Eropa hingga Timur Tengah, situasi ini kian menegaskan bahwa geopolitik dunia semakin tidak stabil, dan Indonesia berada di kawasan yang turut terdampak dinamika tersebut.

Sejumlah konflik militer dalam beberapa tahun terakhir, terutama pasca-perang Rusia–Ukraina yang terjadi sejak tahun 2022, memperlihatkan bahwa ancaman konvensional maupun non-konvensional tetap relevan, dan patut diwaspadai oleh setiap negara, termasuk Indonesia.

Kondisi ini mendorong perlunya penguatan sistem pertahanan nasional agar mampu merespons potensi ancaman terhadap kedaulatan negara.

Melihat situasi global yang tidak menentu, maka komitmen Indonesia untuk membangun sistem pertahanan yang modern dan terintegrasi menjadi semakin mendesak. Modernisasi alutsista TNI harus disertai peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sinergi dengan industri pertahanan nasional, serta pengembangan interoperabilitas antar matra.

  Komitmen modernisasi alutsista  
Pesawat tempur Dassault Rafale pesanan TNI-AU registrasi T-0302 sedang ujicoba di Perancis (Yann Bougdour)
Sejak menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo, Prabowo Subianto, yang kini menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia, terus mendorong percepatan modernisasi sistem pertahanan nasional.

Langkah ini diwujudkan melalui berbagai pengadaan alutsista dari luar negeri, seperti 48 jet tempur Rafale dari Perancis, dua kapal Multi Role Combat Vessel KRI Brawijaya (320) dari Italia, serta rudal balistik KHAN ITBM-600 dari Turki.

Pemerintah saat ini juga berencana mendatangkan alutsista dari Tiongkok, termasuk melakukan kajian kebutuhan serta pengadaan terhadap pesawat tempur J-10 Chengdu.

Di sisi lain, penguatan industri pertahanan nasional terus didorong melalui kerja sama produksi, seperti pembangunan kapal selam Scorpene dan Frigate Merah Putih oleh PT PAL Indonesia.

Selain itu, sektor galangan kapal swasta seperti Daya Radar Utama (DRU) atau Noahtu Shipyard ikut berkontribusi dalam menghasilkan produk-produk kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) yang memiliki kemampuan tempur dan diklasifikasikan sebagai kapal eskorta. Langkah ini ditempuh sebagai upaya untuk meningkatkan kapabilitas sekaligus mengejar kemandirian industri pertahanan.

Serangkaian program modernisasi ini sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo untuk membangun pertahanan Indonesia yang kuat dalam mendukung Asta-Cita dan Indonesia Emas 2045.

Namun, tantangan utamanya adalah memastikan bahwa setiap alutsista, baik yang didatangkan melalui pembelian luar negeri maupun yang diperoleh melalui produksi dalam negeri, dapat terintegrasi dan saling terkoneksi secara optimal. Tentunya tanpa adanya inter-operabilitas yang solid, maka modernisasi alutsista tidak akan menghasilkan efektivitas operasional yang diharapkan.

  Tantangan mewujudkan interoperabilitas  
GNR 332 patroli bersama SU30 TNI AU (Dispenal)
Mewujudkan inter-operabilitas yang optimal di lingkungan TNI masih menghadapi sejumlah tantangan. Sistem yang ada saat ini masih terkotak dalam beberapa kluster, sementara Indonesia belum memiliki National Protokol data link maupun platform pendukung seperti Airborne Early Warning and Control (AEW&C).

Akibatnya, pertukaran data antar-sistem masih terbatas dan sebagian besar interoperabilitas hanya mengandalkan komunikasi suara. Padahal, inter-operabilitas menuntut sinkronisasi, aliran data yang lancar, konektivitas antar-sistem, serta keseragaman tujuan agar seluruh platform dapat beroperasi secara terpadu.

Keterhubungan yang baik antara platform alutsista dan markas komando sangat menentukan efektivitas battlespace management. Tanpa pertukaran data yang cepat dan integrasi sistem yang solid, pengambilan keputusan, tempo operasi, dan koordinasi di lapangan tidak dapat berlangsung optimal.

Tantangan ini dapat diatasi melalui perencanaan pengadaan yang tepat sasaran, pembangunan infrastruktur yang terarah, pemeliharaan yang konsisten, penyederhanaan logistik, peningkatan kemampuan SDM, optimalisasi peran industri pertahanan nasional, serta kerja sama pelatihan luar negeri untuk memperkuat adaptasi teknologi dan doktrin tempur prajurit TNI.

  Penguatan ekosistem industri pertahanan  
Link RI infoglobal, datalink suite untuk pesawat (Infoglobal)
Meskipun saat ini sejumlah program pengadaan alutsista dan pelibatan Industri Pertahanan dalam Joint Venture, Joint Production serta adanya kewajiban Offset dan Kandungan Lokal dalam program pengadaan alutsista sudah menuju ke arah yang lebih baik, perlu ada komitmen dan konsistensi yang lebih kuat terhadap implementasi Undang-Undang No. 16 tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan.

Hal ini diperlukan guna mewujudkan ekosistem industri pertahanan yang jauh lebih kuat, lebih maju, mandiri serta berdaya saing dalam mendukung pertahanan negara.

Dalam konteks interoperabilitas, penguatan industri pertahanan untuk dapat mengembangkan protokol tactical data link nasional yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh TNI menjadi suatu hal yang penting, karena apabila nantinya sistem national datalink yang digunakan oleh TNI dapat dikembangkan secara mandiri artinya Indonesia tidak perlu terlalu bergantung secara berlebihan pada produk luar.

Lebih jauh, penguatan ekosistem industri pertahanan di dalam negeri yang mampu mendorong dan mendukung lead integrator nantinya dapat berdampak pada perputaran roda ekonomi.

  Protokol datalink nasional  
Link ID LEN (LEN)
Pembangunan serta Penguatan sistem protokol nasional datalink menjadi satu hal yang krusial. Sistem nasional ini pun perlu diimplementasikan ke setiap platform alutsista yang dioperasikan TNI, baik di sektor darat, laut, maupun udara.

Melalui adanya adopsi protokol nasional ini, maka nantinya dari manapun alutsista yang dibeli dan dioperasikan oleh Indonesia, dapat terintegrasi ke dalam satu sistem datalink nasional yang sama, serta lebih terjamin keamanannya.

Tentunya saat ini, adanya klausul khusus yang erat kaitannya dengan inter-operabilitas dan kesiapan integrasi sistem ke dalam Network Centric Warfare di Indonesia menjadi sebuah syarat wajib dan salah satu yang paling utama manakala Kementerian Pertahanan sedang menjalin negosiasi hingga mengefektifkan kontrak pengadaan alutsista baru dari berbagai negara.

Namun, selama protokol datalink nasional belum tersedia, maka diperlukan Interconnection Diagram (ICD) serta informasi protokol dari setiap produsen. Hal ini menjadi penting agar alutsista yang baru dibeli, nantinya dapat diintegrasikan dengan sistem penginderaan dan data nasional secara efektif dan cepat.

Pengembangan sistem inter-operabilitas maupun protokol datalink nasional harus memiliki standar yang sudah disesuaikan dan berlaku untuk seluruh platform alutsista yang dioperasikan TNI.

Sehingga, dari manapun asal alutsista yang dibeli oleh Indonesia harus sesuai dengan standar nasional yang sudah ditetapkan sebelumnya. Selama ini, penekanan hanya di komunikasi suara yang sulit dilaksanakan jika berasal dari produsen serta standar enkripsi yang berbeda-beda.

  ♜ 
Kompas  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...