▫ Pembebasan Lanud Morotai dan Permesta ▫
Sangat sedikit informasi tentang penggunaaan operasi lintas udara (linud) dalam menumpas pemberontak Permesta di Sulawesi Utara pada tahun 1958. Dari sekian banyak operasi yang dilakukan pasukan APRI, hanya Operasi Mena 1 yang bertujuan merebut Pangkalan Udara di Morotai yang menggunakan linud.
Penerjunan satu kompi PGT dari pesawat C-47 di lapangan terbang Morotai pada 20 Mei 1958 adalah untuk mendukung Operasi Mena 1 yang bertujuan menguasai lapangan terbang tersebut. Pada saat itu diketahui bahwa Lanud Morotai merupakan basis dari operasi udara Permesta.
Operasi Mena 1 merupakan operasi gabungan dari semua angkatan APRI. Tanggal 17 Mei 1958, kapal-kapal ALRI mulai berangkat dari pelabuhan Ambon menuju Pulau Morotai dengan mendapat perlindungan dari pesawat P-51 Mustang dan pembom B-26 Invader. kapal-kapal ALRI ini mengangkut pasukan dari Kodam Brawijaya, Brimob dan KKO.
Tanggal 20 Mei 1958, jam 06.00 waktu setempat, pesawat-pesawat C-47 Dakota menerjunkan pasukan PGT di Bandara Morotai dengan perlindungan dari tiga pesawat P-51 Mustang dan dua pesawat B-25. Siang harinya lapangan terbang Morotai sudah berhasil dikuasai pasukan APRI dari pasukan Permesta.
▫ Penumpasan Pemberontakan PRRI di Sumatera ▫
Dalam penumpasan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera pada medio tahun 1958, Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) setidaknya mengadakan empat operasi penumpasan dengan operasi lintas udara (linud). Yaitu Operasi Tegas, Operasi Sapta Marga, Operasi Sadar dan Operasi 17 Agustus. Dalam setiap operasi tersebut, AURI selalu mengikut sertakan pasukan PGT.
Operasi Tegas, gabungan pasukan PGT dan RPKAD berjumlah 300 prajurit dibawah pimpinan Lettu (udara) S Sukani pada tanggal 12-13 Maret 1958 diterjunkan menggunakan pesawat C-47 Dakota di Pekanbaru dan Dumai. Tugas utama pasukan adalah mengamankan tempat-tempat vital di daerah-daerah tersebut, terutama areal kilang minyak milik perusahaan asing.
Operasi Sapta Marga, sepasukan PGT diterjunkan dari sembilan pesawat pesawat C-47 Dakota di sebuah lapangan di Belawan, Medan pada tanggal 17 Maret 1958. Tugasnya memberi bantuan pasukan pada pasukan Deputi KSAD Wilayah Sumatera Selatan, Brigjen GPH Djatikusumo yang terkepung pasukan PRRI.
Operasi Sadar, Satu kompi pasukan PGT diterjunkan untuk mengamankan Pangkalan Udara Talangbetutu, Palembang pada Maret - April 1958.
Operasi 17 Agustus, pada 17 April 1958, 10 pesawat C-47 Dakota kembali mengangkut pasukan PGT dan RPKAD dengan dropping zone (DZ) di Lanud Tabing, Padang. Tugasnya membersihkan pangkalan dari pemberontak PRRI.
▫ Perebutan Palembang dan Plaju ▫
Tanggal 14 Februari 1942, 180 pasukan Resimen Parasut 2 Jepang di bawah pimpinan Kolonel Seiichi Kume di terjunkan di Lapangan terbang Pangkalan Benteng, Palembang dan 90 anggota pasukan lainnya di terjunkan di dekat kilang minyak Plaju. Dalam operasi itu. mereka dibantu Angkatan Laut yang membombardir Palembang dari sungai Musi.
Tujuan penerjunan untuk menguasai kedua instansi tersebut. Jepang memerlukan lapangan terbang untuk menunjang penaklukannya terhadap Sumatera dan Jawa. Dan untuk suplai bahan bakar, mereka memerlukan kilang minyak besar yang pada saat itu hanya dapat di penuhi oleh kilang minyak Plaju yang sebelumnya dikuasai Royal Dutch Shell.
Sebenarnya pada saat itu di Palembang terdapat 2000 tentara Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel KNIL LNW Vogelesang. Sebelumnya mereka juga memanggil pesawat-pesawat tempur jenis Bristol Blemheim 1, 1F, IV dan Hudson II dan III yang saat itu digunakan di Mesir dan Timur Tengah untuk ikut mempertahankan dua instansi yang sangat penting itu. Namun apa daya, selama perjalannya banyak pesawat yang hilang dan jatuh ditembak pasukan Jepang.
Akhirnya pada 16 Februari 1942, Sekutu meninggalkan Sumatera dengan terlebih dahulu membumi hanguskan instansi-instansi penting. Yang patut dicatat, untuk menghalangi pasukan Jepang, Belanda menggunakan bambu runcing yang ditanam menghadap ke atas, pada daerah-daerah yang di perkirakan akan di pakai tempat penerjunan.
▫ Penerjunan Pasukan Para Belanda di Maguwo ▫
Aksi Militer Belanda II |
Aksi Militer Belanda II (Belanda menyebutnya aksi polisionil) pada Desember 1948 diwarnai linud besar-besaran atas Lanud Maguwo. Operasi linud ini termasuk besar dengan perencanaan yang matang. Tercatat sejak November 1948 mereka telah mempersiapkan dan melatih pasukan payungnya di Lanud Andir, Bandung. Pasukan tersebut dinamakan pasukan tempur 'M' yang beranggotakan pasukan Para I dan Para KST (Korps Speciale Trooper) yang berjumlah satu kompi.
Operasi yang besar ini direncanakan dengan pertimbangan bahwa kota Yogyakarta saat itu menjadi Ibukota Republik Indonesia dan Lanud Maguwo merupakan lapangan terbang utama, yang menjadi kekuatan utama AURI dengan pesawat tempurnya yang siap pakai. Tujuannya adalah merebut Yogyakarta dari Republik Indonesia.
Operasi yang dipimpin oleh Jenderal Spoor yang dilaksanakan pagi hari pukul 05.30 WIB tanggal 19 Desember 1948. Operasi dimulai dengan serangan lima pesawat P-51 Mustang dan sembilan pesawat P-40 Kitty Hawk terhadap Maguwo dan Yogyakarta. kemudian disusul dengan penerjuan boneka dengan pesawat Dakota, untuk memastikan titik pernejunan aman. Setelah merasa aman, lalu disusul penerjunan satu kompi pasukan 'M' di Lanud Maguwo.
Perlawanan pasukan RI bisa dianggap minim, karena hanya dijaga kurang lebih 150 pasukan Pertahanan Pangkalan dan 34 Teknisi. Sedangkan ranjau yang sebelumnya dipasang diseputar Lanud, pada saat itu telah dilepas detonatornya atas permintaan anggota delegasi Komite Tinggi Negara yang diperkirakan akan mendarat di lapangan terbang tersebut.
Akibat operasi itu, Presiden, Wakil Presiden dan semua pejabat sipil yang berada di Yogyakarta ditawan Belanda.
Sumber :
◆ edisi koleksi Angkasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.