Pembangunan
kekuatan TNI dengan modernisasi alutsista segala matra sudah dimulai
sejak tahun 2010 beberapa bulan ketika jabatan kedua Presiden SBY
dilanjutkan. Tahun ini sudah memasuki tahun ketiga dari apa yang kita
kenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF) tahap I. Dan selama
waktu itu kita sudah dapat saksikan daftar belanja alutsista yang mampu
membanggakan dada dan membungakan wajah. Belanja alutsista pada MEF
tahap I sudah dapat kita ketahui dengan komprehensif. Termasuk segala
dinamika prosesnya yang terkadang harus berselisih paham dengan Komisi I
DPR yang punya tupoksi bertugas sebagai pengawas yang mengkritisi.
Setidaknya mulai semester kedua tahun ini panen raya alutsista sudah
dimulai.
Kalau
boleh jujur kita hendak mengatakan bahwa titik kritis dalam
kesinambungan perkuatan alutsista TNI terletak pada pergantian
pemerintahan tahun 2014. Dengan pergantian Presiden termasuk rombongan
kabinet koalisinya, staf khusus dan staf ahli sudah pasti berganti
figur. Titik kritis inilah yang perlu kita cermati agar jangan sampai
kita meneruskan predikat yang selalu menempel selama ini yaitu ganti
pimpinan ganti kebijakan. Termasuk juga yang perlu dicermati secara
intelijen adalah kemungkinan adanya intervensi pihak luar lewat figur
pimpinan RI mendatang agar MEF TNI hanya sampai tahun 2014. Cukup satu
episode saja.
Kita harus menyikapi kondisi dinamis yang terbentang di sekitar halaman rumah kita seperti gesekan militer di Laut Cina Selatan, klaim Ambalat, perkembangan militer Cina dan India yang demikian pesat, peningkatan kekuatan militer AS di Darwin, Singapura dan Kokos. Oleh sebab itu sudah selayaknya kita tidak bisa lagi bermain-main di wilayah inkonsistensi dalam membangun postur TNI karena kekuatan TNI itu adalah nilai nur kewibawaan dan martabat untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI. Selain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan kekuatan militer sebuah negara haruslah berjalan dengan irama yang setara.
Pertumbuhan
ekonomi kita selama ini berjalan baik, pendapatan per kapita meningkat
jelas. PDB kita yang terbesar di ASEAN, cadangan devisa kita diatas US$
100 milyar. RI merupakan kekuatan ekonomi nomor 16 di dunia, itu
sebabnya kita masuk kelompok G20. Nah beberapa indikator ekonomi ini
menjadi catatan bahwa pertumbuhan kekuatan militer juga harus digerakkan
seirama dengan gerak maju ekonomi kita. Dunia juga mengakui bahwa
ekonomi kita memiliki kekuatan dan daya tahan pada setiap krisis ekonomi
dunia. Hanya saja kita selalu terpengaruh dengan opini-opini yang
dilontarkan beberapa pengamat ekonomi lewat media yang “itu-itu” saja,
selalu sinis dengan pencapaian yang diperoleh pemerintah.
Figur presiden pasca 2014 boleh berbeda kebijakan untuk sektor-sektor lain. Namun sangat diharapkan bisa meneruskan kesinambungan perkuatan TNI sampai tahun 2019 dan seterusnya karena MEF I yang akan selesai tahun 2014 sejatinya baru menambal sulam kekuatan alutsista seperti mengganti skuadron yang grounded, kapal perang yang sudah tua, dan meriam renta di batalyon jompo. MEF I barulah berupa tunas muda dari tumbuhnya kekuatan yang diinginkan. Sangat ironis ketika tunas muda itu tumbuh lalu dibiarkan kering dan merana lagi.
Mengapa
baru disebut tunas muda karena sesungguhnya pada tahun 2014 kekuatan
alutsista kita belum mampu berjalan langkah tegap melainkan baru mulai
berdiri dan berjalan. Dibanding dengan Singapura saja kekuatan militer
kita belum mampu mengimbangi baik dari sisi kualitas dan kuantitas. Kita
hanya menang jumlah pasukan padahal di masa mendatang keunggulan
teknologi alutsista dan integrasinya menjadi penentu kemenangan militer
sebuah negara. Contohnya kita masih belum punya pesawat AEW (peringatan
dini). Kemudian performansi kapal perang kita belum bisa dikatakan
memuaskan apalagi cum laude baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Demikian juga dengan kekuatan skuadron tempur yang baru punya 1 skuadron
Sukhoi sebagai barometer kekuatan udara.
Rentang wilayah RI yang harus dijaga bukanlah sebuah rumah kecil melainkan sebuah rumah gadang yang kaya dan bergengsi. Rumah kita kaya dengan sumber daya alam dan bergengsi karena berada dalam posisi menentukan bagi lalulintas perekonomian Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Timur Tengah. Nah wilayah kedaulatan kita ini tentu harus punya satpam yang kuat dan sekaligus disegani. Banyak orang punya pikiran skeptis dan lalu menyederhanakan masalah misalnya dengan analogi mengatakan tidak perlu kehadiran satpam yang kuat di sebuah kompleks perumahan karena ketika tidak terjadi gangguan keamanan seakan-akan fungsi satpam itu tidak ada. Padahal justru kehadiran Satpam itu di kesehariannya mampu melumpuhkan dan mementahkan niat orang yang hendak berbuat jahat, apalagi kalau satpamnya banyak dan dilengkapi dengan senjata yang mumpuni.
MEF
tahap II periode 2015-2019 merupakan tahapan penting karena didalamnya
ada planning pertumbuhan kekuatan yang diniscayakan mampu meninggikan
harkat dan kewibawaan kedaulatan NKRI. Belanja alutsista dengan
dukungakn PDB dan Purchase Power (APBN) diyakini akan lebih baik dari
anggaran MEF tahap I. Itulah sebabnya secara finansial mestinya tidak
ada bottle neck yang menyumbat. Kita meyakini dan mewanti-wanti
kebijakan pemerintahan yang baru nanti akan menjadi penentu nyaman
tidaknya kelanjutan pembangunan postur militer RI.
Jauh-jauh hari kita mengumandangkan harapan agar siapa pun yang terpilih sebagai orang nomor 1 di negeri ini tetaplah konsisten melanjutkan serial MEF dengan mata hati yang jernih. Ini untuk menunjukkan pada nilai konsistensi bahwa membangun kekuatan militer itu tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong dan sejenak saja atau berdasarkan selera dan gaya masing-masing. Kita lihat Cina dan India yang begitu konsisten membangun kekuatan militernya selama 10 tahun terakhir. Meskipun berganti pemerintahan namun program modernisasi di kedua negara tersebut berjalan terus dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun.
Membangun
postur kekuatan militer bukanlah untuk berlagak sikap atau menantang
perang dengan negara lain. Postur kekuatan militer sangat diperlukan
dalam perjuangan eksistensi bangsa dengan segala harta yang dimiliki.
Harta kebanggaan RI yang bernilai tinggi adalah sumber daya alam yang
berlimpah apakah itu sumber daya alam darat atau sumber daya alam laut.
Pengelolaan sumber daya kelautan yang terbarukan saja jika mampu
dikelola dengan manajemen usaha dan birokrasi yang baik mampu
menghasilkan puluhan trilyun rupiah per tahun. Belum lagi sumber daya
kelautan yang tak terbarukan sebagaimana yang tersimpan di Natuna,
Ambalat dan Arafuru.
Militer yang kuat juga akan mampu menjadi kekuatan bargaining dan kewibawaan dalam diplomasi antar negara. Karena sesungguhnya kekuatan militer adalah payung untuk menjalankan diplomasi atau hubungan antar negara berdasarkan prinsip kesetaraan yang bermartabat. Lebih dari itu negara yang memiliki militer yang kuat diyakini mampu membawa kebanggaan dalam perjalanan bangsa. Tetapi ini tentu saja harus setara dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Jangan sampai ada analogi yang menyindir ketika sebuah rumah besar dan kaya kemalingan. Selidik punya selidik ternyata jendelanya tidak punya teralis besi. Nah setelah kemalingan barulah si empunya rumah memberi teralis pada jendelanya. Ini namanya rugi dua kali, rugi karena kemalingan dan rugi karena terlambat memberi teralis pada jendelanya. Apakah kita mau seperti itu ?
*****
Jagvane / 26 Mei 2012 (kompasiana)
rencana pengadaan PKR 105 PAL |
Kita harus menyikapi kondisi dinamis yang terbentang di sekitar halaman rumah kita seperti gesekan militer di Laut Cina Selatan, klaim Ambalat, perkembangan militer Cina dan India yang demikian pesat, peningkatan kekuatan militer AS di Darwin, Singapura dan Kokos. Oleh sebab itu sudah selayaknya kita tidak bisa lagi bermain-main di wilayah inkonsistensi dalam membangun postur TNI karena kekuatan TNI itu adalah nilai nur kewibawaan dan martabat untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI. Selain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan kekuatan militer sebuah negara haruslah berjalan dengan irama yang setara.
program KFX/IFX |
Figur presiden pasca 2014 boleh berbeda kebijakan untuk sektor-sektor lain. Namun sangat diharapkan bisa meneruskan kesinambungan perkuatan TNI sampai tahun 2019 dan seterusnya karena MEF I yang akan selesai tahun 2014 sejatinya baru menambal sulam kekuatan alutsista seperti mengganti skuadron yang grounded, kapal perang yang sudah tua, dan meriam renta di batalyon jompo. MEF I barulah berupa tunas muda dari tumbuhnya kekuatan yang diinginkan. Sangat ironis ketika tunas muda itu tumbuh lalu dibiarkan kering dan merana lagi.
pengadaan CN 295 AEWACS |
Rentang wilayah RI yang harus dijaga bukanlah sebuah rumah kecil melainkan sebuah rumah gadang yang kaya dan bergengsi. Rumah kita kaya dengan sumber daya alam dan bergengsi karena berada dalam posisi menentukan bagi lalulintas perekonomian Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Timur Tengah. Nah wilayah kedaulatan kita ini tentu harus punya satpam yang kuat dan sekaligus disegani. Banyak orang punya pikiran skeptis dan lalu menyederhanakan masalah misalnya dengan analogi mengatakan tidak perlu kehadiran satpam yang kuat di sebuah kompleks perumahan karena ketika tidak terjadi gangguan keamanan seakan-akan fungsi satpam itu tidak ada. Padahal justru kehadiran Satpam itu di kesehariannya mampu melumpuhkan dan mementahkan niat orang yang hendak berbuat jahat, apalagi kalau satpamnya banyak dan dilengkapi dengan senjata yang mumpuni.
pengadaan Howitser Caesar 155 mm |
Jauh-jauh hari kita mengumandangkan harapan agar siapa pun yang terpilih sebagai orang nomor 1 di negeri ini tetaplah konsisten melanjutkan serial MEF dengan mata hati yang jernih. Ini untuk menunjukkan pada nilai konsistensi bahwa membangun kekuatan militer itu tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong dan sejenak saja atau berdasarkan selera dan gaya masing-masing. Kita lihat Cina dan India yang begitu konsisten membangun kekuatan militernya selama 10 tahun terakhir. Meskipun berganti pemerintahan namun program modernisasi di kedua negara tersebut berjalan terus dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun.
pengadaan rudal HQ 16 |
Militer yang kuat juga akan mampu menjadi kekuatan bargaining dan kewibawaan dalam diplomasi antar negara. Karena sesungguhnya kekuatan militer adalah payung untuk menjalankan diplomasi atau hubungan antar negara berdasarkan prinsip kesetaraan yang bermartabat. Lebih dari itu negara yang memiliki militer yang kuat diyakini mampu membawa kebanggaan dalam perjalanan bangsa. Tetapi ini tentu saja harus setara dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Jangan sampai ada analogi yang menyindir ketika sebuah rumah besar dan kaya kemalingan. Selidik punya selidik ternyata jendelanya tidak punya teralis besi. Nah setelah kemalingan barulah si empunya rumah memberi teralis pada jendelanya. Ini namanya rugi dua kali, rugi karena kemalingan dan rugi karena terlambat memberi teralis pada jendelanya. Apakah kita mau seperti itu ?
*****
Jagvane / 26 Mei 2012 (kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.