Krisis ekonomi yang melanda Rusia dan memburuknya hubungan dengan Barat membuat Moskow menempatkan dirinya sebagai objek investasi bagi negara-negara Asia Tenggara. Para pemimpin menghadiri Parade Hari Kemenangan di Moskow. [AP]★
Kehadiran Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Parade Hari Kemenangan awal Mei lalu menarik perhatian media internasional. Mereka yang mengikuti perkembangan hubungan Rusia dengan Asia Tenggara juga menyadari bahwa Presiden Vietnam Truong Tan Sang turut hadir dalam perayaan tersebut. Hal itu merupakan aksi simbolis yang mengingatkan kita semua akan hangatnya persahabatan Rusia dan Vietnam yang telah terjalin lama.
Namun, tak banyak yang tahu mengenai penandatanganan sejumlah dokumen pernjanjian antara Vietnam dan Rusia, berupa kesepakatan pendirian wilayah industri Vietnam di Moskow. Kontrak tersebut ditandatangani oleh Gubernur Moskow Andrei Vorobiev dan Gubernur Ho Chi Minh City Le Hoang Quan, disaksikan oleh Presiden Vietnam Truong Tan Sang. Rencananya, perusahaan Vietnam akan berinvestasi di bidang garmen, makanan laut, dan mebel di Moskow dalam beberapa tahun ke depan. Industri akan didirikan di wilayah yang telah ditunjuk oleh pemerintah setempat. Moskow bertugas menyediakan lahan, infrastruktur, stimulus bisnis, serta kuota migrasi buruh bagi perusahaan Vietnam.
Beberapa waktu lalu, perusahaan Vietnam TH True Milk juga mengumumkan proyek investasi senilai satu miliar dolar AS berupa pembangunan pabrik produksi olahan susu dengan fasilitas penangkaran sapi di pinggiran Moskow. Investasi tersebut juga didukung oleh teknologi agrikultur dari Jepang dan Australia, aset yang sangat bernilai bagi Moskow di tengah berbagai embargo yang dilakukan Barat.
Kedua perusahaan tersebut akan menambah daftar perusahaan Vietnam yang telah berinvestasi di Rusia. Sebelumnya, perusahaan Vietnam telah berinvestasi di Rusia di bidang eksplorasi dan ekstraksi hidrokarbon dari wilayah otonom Nenets dan wilayah Orenburg.
Tak hanya Vietnam, perusahaan Thailand pun mulai melebarkan sayap ke Rusia. Thailand mejadi pemain kunci dalam pasar agrikultur Rusia. Perusahaan Thailand CPF Ltd. berencana berinvestasi sebesar satu miliar dolar AS di pabrik produksi daging babi di dekat Moskow, Kaluga, dan Kaliningrad.
Meski demikian, itu semua belum mengindikasikan 'ledakan' kehadiran Asia Tenggara di pasar Rusia. Akan tetapi, contoh-contoh tersebut setidaknya menunjukkan ada tren serupa yang tengah berlangsung di Rusia. Hubungan Rusia dengan para mitra ASEAN tak seperti sebelumnya, atau setidaknya tak seperti yang kita perkirakan sebelumnya. Ketika mendengar kabar mengenai hubungan Rusia-ASEAN, kita biasanya berpikir bahwa kebijakan Rusia terhadap negara-negara tersebut yang menjadi fokus. Kita berusaha mencari alasan mengapa para pejabat Rusia ingin membangun hubungan dengan negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Namun, kini hal tersebut telah berubah.
Di tengah kesulitan ekonomi dan memburuknya hubungan dengan Barat, Moskow mulai menempatkan dirinya sebagai objek investasi bagi negara-negara Asia Tenggara. Dalam diskusi pribadi bahkan pada beberapa pidato terbuka, para intelektual dan pejabat Vietnam secara terus terang melontarkan gagasan bahwa memburuknya situasi ekonomi Rusia adalah kesempatan bagi negara Asia Tenggara untuk menjamah pasar Rusia, terutama di bidang yang tak terlalu kompetitif di kalangan para produsen lokal.
Selama beberapa dekade, Moskow hanya menganggap negara-negara di Asia sebagai pasar untuk ekspor senjata, hidrokarbon, dan mesin-mesin belaka. Hal tersebut menciptakan citra tertentu mengenai hubungan Rusia-ASEAN sebagai negara adidaya dengan negara yang masih berkembang dalam bidang teknologi. Tapi kini kondisi telah berubah. Rusia bisa mendapat keuntungan besar dari pertumbuhan kapabilitas negara ASEAN dalam konteks ekspor modal.
Perubahan persepsi hubungan Rusia dan Asia Tenggara juga menciptakan perubahan kebijakan yang tercipta. Para pejabat dan pengusaha Rusia belum terlalu mengenal negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, negara-negara Asia Tenggara harus berinisiatif mempromosikan diri mereka di Rusia. Kasus Thailand dan Vietnam menunjukkan Moskow dapat dengan mudah menyetujui tawaran dari negara-negara berkembang, karena jelas ini bukan waktu yang tepat untuk 'jual mahal'. Selain itu, investasi perusahaan-perusahaan Asia sejalan dengan ide de-westernisasi ekonomi dan akan menjawab kebutuhan akan sumber daya baru.
Kita membutuhkan lebih banyak kisah sukses untuk mengubah persepsi kita mengenai hubungan Rusia-ASEAN. Mungkin beberapa proyek investasi Asia Tenggara di Rusia bisa menjadi sarana untuk itu.
Anton Tsvetov adalah Manajer Hubungan Pemerintah dan Media di Russian International Affairs Council (RIAC). Ia kerap berkicau mengenai hubungan Asia dan kebijakan luar negeri Rusia melalui akun Twitter @antsvetov. Pandangan yang disampaikan dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak merefleksikan pendapat RIAC.
Kehadiran Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Parade Hari Kemenangan awal Mei lalu menarik perhatian media internasional. Mereka yang mengikuti perkembangan hubungan Rusia dengan Asia Tenggara juga menyadari bahwa Presiden Vietnam Truong Tan Sang turut hadir dalam perayaan tersebut. Hal itu merupakan aksi simbolis yang mengingatkan kita semua akan hangatnya persahabatan Rusia dan Vietnam yang telah terjalin lama.
Namun, tak banyak yang tahu mengenai penandatanganan sejumlah dokumen pernjanjian antara Vietnam dan Rusia, berupa kesepakatan pendirian wilayah industri Vietnam di Moskow. Kontrak tersebut ditandatangani oleh Gubernur Moskow Andrei Vorobiev dan Gubernur Ho Chi Minh City Le Hoang Quan, disaksikan oleh Presiden Vietnam Truong Tan Sang. Rencananya, perusahaan Vietnam akan berinvestasi di bidang garmen, makanan laut, dan mebel di Moskow dalam beberapa tahun ke depan. Industri akan didirikan di wilayah yang telah ditunjuk oleh pemerintah setempat. Moskow bertugas menyediakan lahan, infrastruktur, stimulus bisnis, serta kuota migrasi buruh bagi perusahaan Vietnam.
Beberapa waktu lalu, perusahaan Vietnam TH True Milk juga mengumumkan proyek investasi senilai satu miliar dolar AS berupa pembangunan pabrik produksi olahan susu dengan fasilitas penangkaran sapi di pinggiran Moskow. Investasi tersebut juga didukung oleh teknologi agrikultur dari Jepang dan Australia, aset yang sangat bernilai bagi Moskow di tengah berbagai embargo yang dilakukan Barat.
Kedua perusahaan tersebut akan menambah daftar perusahaan Vietnam yang telah berinvestasi di Rusia. Sebelumnya, perusahaan Vietnam telah berinvestasi di Rusia di bidang eksplorasi dan ekstraksi hidrokarbon dari wilayah otonom Nenets dan wilayah Orenburg.
Tak hanya Vietnam, perusahaan Thailand pun mulai melebarkan sayap ke Rusia. Thailand mejadi pemain kunci dalam pasar agrikultur Rusia. Perusahaan Thailand CPF Ltd. berencana berinvestasi sebesar satu miliar dolar AS di pabrik produksi daging babi di dekat Moskow, Kaluga, dan Kaliningrad.
Meski demikian, itu semua belum mengindikasikan 'ledakan' kehadiran Asia Tenggara di pasar Rusia. Akan tetapi, contoh-contoh tersebut setidaknya menunjukkan ada tren serupa yang tengah berlangsung di Rusia. Hubungan Rusia dengan para mitra ASEAN tak seperti sebelumnya, atau setidaknya tak seperti yang kita perkirakan sebelumnya. Ketika mendengar kabar mengenai hubungan Rusia-ASEAN, kita biasanya berpikir bahwa kebijakan Rusia terhadap negara-negara tersebut yang menjadi fokus. Kita berusaha mencari alasan mengapa para pejabat Rusia ingin membangun hubungan dengan negara-negara berkembang di Asia Tenggara. Namun, kini hal tersebut telah berubah.
Di tengah kesulitan ekonomi dan memburuknya hubungan dengan Barat, Moskow mulai menempatkan dirinya sebagai objek investasi bagi negara-negara Asia Tenggara. Dalam diskusi pribadi bahkan pada beberapa pidato terbuka, para intelektual dan pejabat Vietnam secara terus terang melontarkan gagasan bahwa memburuknya situasi ekonomi Rusia adalah kesempatan bagi negara Asia Tenggara untuk menjamah pasar Rusia, terutama di bidang yang tak terlalu kompetitif di kalangan para produsen lokal.
Selama beberapa dekade, Moskow hanya menganggap negara-negara di Asia sebagai pasar untuk ekspor senjata, hidrokarbon, dan mesin-mesin belaka. Hal tersebut menciptakan citra tertentu mengenai hubungan Rusia-ASEAN sebagai negara adidaya dengan negara yang masih berkembang dalam bidang teknologi. Tapi kini kondisi telah berubah. Rusia bisa mendapat keuntungan besar dari pertumbuhan kapabilitas negara ASEAN dalam konteks ekspor modal.
Perubahan persepsi hubungan Rusia dan Asia Tenggara juga menciptakan perubahan kebijakan yang tercipta. Para pejabat dan pengusaha Rusia belum terlalu mengenal negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, negara-negara Asia Tenggara harus berinisiatif mempromosikan diri mereka di Rusia. Kasus Thailand dan Vietnam menunjukkan Moskow dapat dengan mudah menyetujui tawaran dari negara-negara berkembang, karena jelas ini bukan waktu yang tepat untuk 'jual mahal'. Selain itu, investasi perusahaan-perusahaan Asia sejalan dengan ide de-westernisasi ekonomi dan akan menjawab kebutuhan akan sumber daya baru.
Kita membutuhkan lebih banyak kisah sukses untuk mengubah persepsi kita mengenai hubungan Rusia-ASEAN. Mungkin beberapa proyek investasi Asia Tenggara di Rusia bisa menjadi sarana untuk itu.
Anton Tsvetov adalah Manajer Hubungan Pemerintah dan Media di Russian International Affairs Council (RIAC). Ia kerap berkicau mengenai hubungan Asia dan kebijakan luar negeri Rusia melalui akun Twitter @antsvetov. Pandangan yang disampaikan dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak merefleksikan pendapat RIAC.
☠ RBTH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.