Pertemuan 2+2 bersama PM Jepang [detik] ☆
Seminggu terakhir menjelang akhir tahun 2015 terdapat sebuah ketidakbiasaan dalam metode kunjungan diplomasi Menteri Indonesia ke luar negeri. Kali ini sebuah terobosan bersejarah dilakukan dalam model kunjungan kombinasi two in one dengan Menlu dan Menhan berkunjung sekaligus ke dua negara strategis di kawasan Asia Pasifik, Jepang dan Australia. Ada apa gerangan.
Pertemuan sehari penuh di Jepang dilakukan tanggal 17 Desember 2015 di sebuah hotel megah di Akasaka Tokyo, tetapi tentu saja tertutup alias rahasia dengan formula two plus two. Indonesia dengan Menlu Retno Marsudi dan Menhan Ryamizard Ryacudu berdiskusi dengan Menlu Jepang Fumio Kishida dan Menhan Gen Nakatami bahas berbagai hal utamanya dinamika kawasan yang sudah terusik dengan gaya militer Cina. Karena bersifat tertutup tentu ada poin strategis yang tidak ingin jadi konsumsi publik meski intelijen sudah siapkan “alat bantu dengar” untuk nguping pembicaraan itu.
Langkah kebijakan luar negeri Indonesia berbasis kebijakan pertahanan merupakan permainan cantik yang ingin diperlihatkan utamanya pada pihak yang sedang membuat Laut Cina Selatan (LCS) demam berkepanjangan. Jepang tentu menyambut hangat kunjungan 2 in 1 ini karena juga akan membuat negeri itu punya “teman yang sepaham” utamanya dalam mengantisipasi konflik LCS. Jepang juga bersedia memenuhi kebutuhan alutsista Indonesia seperti pesawat amfibi ShinMaywa US-2 dan alutsista berteknologi tinggi lainnya. Ini bisa dilakukan karena UU Keamanan Nasional Jepang telah direvisi sehingga dimungkinkan dapat melakukan penjualan alutsista dan transfer teknologinya.
Kunjungan dengan formula yang sama juga dilakukan dengan Australia. Kedua Menteri Indonesia itu bertemu dengan koleganya Menlu Julie Bishop dan Menhan Marisse Payne di gedung Parlemen Persemakmuran Sydney tanggal 21 Desember 2015. Pertemuan juga dilakukan secara tertutup, seharian penuh kemudian dilakukan konferensi pers. Cuma bedanya dalam pertemuan 2 plus 2 ini kalau di Jepang berwarna 3 and 1 maka di Australia warnanya berubah jadi 1 and 3. Di Tokyo Menlu Retno paling cantik sendiri sedang di Sydney Menhan Ryamizard paling ganteng sendiri.
Kunjungan diplomatik cerdas ke dua negara sahabat itu sejatinya ingin memperlihatkan kualitas diplomasi Indonesia yang selalu ingin memandang horizon diplomatik sebagai kekuatan cerdas dalam menyikapi segala persoalan dalam hubungan antar negara. Horizon di depan itu adalah pilihan-pilihan diplomatik yang harus diambil manakala timbul perselisihan. Horizon di depan itu adalah saling ketergantungan antar negara secara mutlak. Oleh sebab itu kekakuan dalam pola diplomatik yang dibangunkembangkan dengan menomorsatukan kekuatan militer justru akan menjadi contoh arogansi kekuatan otot militer berbanding terbalik dengan kecerdasan diplomatik yang hanya setingkat pentium dua.
Inisiatif Indonesia dengan membangun embrio kerjasama pertahanan dengan Jepang dan Australia karena melihat ada kekakuan cara gaul dalam konflik LCS. Meski Indonesia tidak terlibat konflik klaim tetapi sebagai negara yang memiliki geografi strategis tidak bisa tinggal diam karena kita tidak ingin ada konflik dengan letusan senjata. Kalau ini terjadi maka buyarlah tatanan kerukunan, kemajuan ekonomi dan kedamaian lingkungan yang sudah dibangun puluhan tahun. Tidak ada konflik yang tidak bisa diselesaikan di meja perundingan kalau saja pihak-pihak yang berselisih mampu mengedepankan semangat kecerdasan intelektual dalam diplomasi.
Australia dan Jepang adalah mitra strategis Indonesia. Dalam kunjungan Menlu dan Menhan ke sana tidak terlihat sedikitpun ketidaksetaraan itu. Jepang memandang RI sebagai mitra setara, demikian juga dengan Australia. Ketiga negara sama pandang dan sebangun kata bahwa kerjasama diplomatik dengan baju pertahanan perlu diperkuat untuk melawan hawa nafsu pihak yang merasa paling berhak dalam konflik klaim teritori.
Tahun-tahun mendatang ini akan banyak kegiatan latihan militer yang dilakukan Indonesia dengan Jepang dan Australia, demikian juga kerjasama intelijen sebagai satu komponen penting dalam mengantisipasi segala hal, dan juga kerjasama anti teror. Lebih dari itu kesediaan Jepang dan Australia untuk ikut “mengawal” LCS merupakan payung penting untuk menguatkan semangat negara ASEAN yang berkonflik di LCS.
Pesan yang ingin disampaikan adalah jika pihak sana memang menginginkan konflik dengan memamerkan otot militer, pihak sini juga punya kekuatan dengan mengumpulkan otot-otot militer tadi menjadi sebuah kekuatan kombinasi yang punya kekuatan pukul dahsyat. Tetapi lebih elok kiranya jika segala bentuk permusuhan tadi dimusyawarahkan dengan semangat saling ketergantungan dan kerjasama. Dunia masa depan adalah adanya saling ketergantungan antar negara.
Diplomasi Indonesia yang dipertunjukkan sepanjang minggu ini adalah juga dalam rangka memperkuat pertahanan teritori Indonesia. Itulah sebabnya kerjasama pertahanan dan pemenuhan kebutuhan alutsista kita dengan Jepang, Korsel dan Australia menjadi sebuah mata rantai yang tak boleh putus. Kita sedang membenahi mata rantai komando, teknologi komunikasi anti jaming dan anti sadap, pembangunan pangkalan militer, pengembangan kekuatan armada tempur, penambahan skuadron tempur dan radar militer. Ini tentu memerlukan waktu bangun dan kembang.
Kita perkuat ekonomi dan militer kita. Seirama dengan itu memperkuat kerjasama diplomatik dan pertahanan adalah rumusan cerdas yang memang dibutuhkan untuk menjaga nilai-nilai harmoni dan saling menghormati. Kita sedang bangun semua itu, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kekuatan militer dan cerdas, ceria dan penuh senyum dalam berdiplomasi. Retno dan Ryamizard telah menjalaninya dengan penuh percaya diri.
****
Jagarin Pane / 21 Desember 2015
Seminggu terakhir menjelang akhir tahun 2015 terdapat sebuah ketidakbiasaan dalam metode kunjungan diplomasi Menteri Indonesia ke luar negeri. Kali ini sebuah terobosan bersejarah dilakukan dalam model kunjungan kombinasi two in one dengan Menlu dan Menhan berkunjung sekaligus ke dua negara strategis di kawasan Asia Pasifik, Jepang dan Australia. Ada apa gerangan.
Pertemuan sehari penuh di Jepang dilakukan tanggal 17 Desember 2015 di sebuah hotel megah di Akasaka Tokyo, tetapi tentu saja tertutup alias rahasia dengan formula two plus two. Indonesia dengan Menlu Retno Marsudi dan Menhan Ryamizard Ryacudu berdiskusi dengan Menlu Jepang Fumio Kishida dan Menhan Gen Nakatami bahas berbagai hal utamanya dinamika kawasan yang sudah terusik dengan gaya militer Cina. Karena bersifat tertutup tentu ada poin strategis yang tidak ingin jadi konsumsi publik meski intelijen sudah siapkan “alat bantu dengar” untuk nguping pembicaraan itu.
Langkah kebijakan luar negeri Indonesia berbasis kebijakan pertahanan merupakan permainan cantik yang ingin diperlihatkan utamanya pada pihak yang sedang membuat Laut Cina Selatan (LCS) demam berkepanjangan. Jepang tentu menyambut hangat kunjungan 2 in 1 ini karena juga akan membuat negeri itu punya “teman yang sepaham” utamanya dalam mengantisipasi konflik LCS. Jepang juga bersedia memenuhi kebutuhan alutsista Indonesia seperti pesawat amfibi ShinMaywa US-2 dan alutsista berteknologi tinggi lainnya. Ini bisa dilakukan karena UU Keamanan Nasional Jepang telah direvisi sehingga dimungkinkan dapat melakukan penjualan alutsista dan transfer teknologinya.
Kunjungan dengan formula yang sama juga dilakukan dengan Australia. Kedua Menteri Indonesia itu bertemu dengan koleganya Menlu Julie Bishop dan Menhan Marisse Payne di gedung Parlemen Persemakmuran Sydney tanggal 21 Desember 2015. Pertemuan juga dilakukan secara tertutup, seharian penuh kemudian dilakukan konferensi pers. Cuma bedanya dalam pertemuan 2 plus 2 ini kalau di Jepang berwarna 3 and 1 maka di Australia warnanya berubah jadi 1 and 3. Di Tokyo Menlu Retno paling cantik sendiri sedang di Sydney Menhan Ryamizard paling ganteng sendiri.
Kunjungan diplomatik cerdas ke dua negara sahabat itu sejatinya ingin memperlihatkan kualitas diplomasi Indonesia yang selalu ingin memandang horizon diplomatik sebagai kekuatan cerdas dalam menyikapi segala persoalan dalam hubungan antar negara. Horizon di depan itu adalah pilihan-pilihan diplomatik yang harus diambil manakala timbul perselisihan. Horizon di depan itu adalah saling ketergantungan antar negara secara mutlak. Oleh sebab itu kekakuan dalam pola diplomatik yang dibangunkembangkan dengan menomorsatukan kekuatan militer justru akan menjadi contoh arogansi kekuatan otot militer berbanding terbalik dengan kecerdasan diplomatik yang hanya setingkat pentium dua.
Inisiatif Indonesia dengan membangun embrio kerjasama pertahanan dengan Jepang dan Australia karena melihat ada kekakuan cara gaul dalam konflik LCS. Meski Indonesia tidak terlibat konflik klaim tetapi sebagai negara yang memiliki geografi strategis tidak bisa tinggal diam karena kita tidak ingin ada konflik dengan letusan senjata. Kalau ini terjadi maka buyarlah tatanan kerukunan, kemajuan ekonomi dan kedamaian lingkungan yang sudah dibangun puluhan tahun. Tidak ada konflik yang tidak bisa diselesaikan di meja perundingan kalau saja pihak-pihak yang berselisih mampu mengedepankan semangat kecerdasan intelektual dalam diplomasi.
Australia dan Jepang adalah mitra strategis Indonesia. Dalam kunjungan Menlu dan Menhan ke sana tidak terlihat sedikitpun ketidaksetaraan itu. Jepang memandang RI sebagai mitra setara, demikian juga dengan Australia. Ketiga negara sama pandang dan sebangun kata bahwa kerjasama diplomatik dengan baju pertahanan perlu diperkuat untuk melawan hawa nafsu pihak yang merasa paling berhak dalam konflik klaim teritori.
Tahun-tahun mendatang ini akan banyak kegiatan latihan militer yang dilakukan Indonesia dengan Jepang dan Australia, demikian juga kerjasama intelijen sebagai satu komponen penting dalam mengantisipasi segala hal, dan juga kerjasama anti teror. Lebih dari itu kesediaan Jepang dan Australia untuk ikut “mengawal” LCS merupakan payung penting untuk menguatkan semangat negara ASEAN yang berkonflik di LCS.
Pesan yang ingin disampaikan adalah jika pihak sana memang menginginkan konflik dengan memamerkan otot militer, pihak sini juga punya kekuatan dengan mengumpulkan otot-otot militer tadi menjadi sebuah kekuatan kombinasi yang punya kekuatan pukul dahsyat. Tetapi lebih elok kiranya jika segala bentuk permusuhan tadi dimusyawarahkan dengan semangat saling ketergantungan dan kerjasama. Dunia masa depan adalah adanya saling ketergantungan antar negara.
Diplomasi Indonesia yang dipertunjukkan sepanjang minggu ini adalah juga dalam rangka memperkuat pertahanan teritori Indonesia. Itulah sebabnya kerjasama pertahanan dan pemenuhan kebutuhan alutsista kita dengan Jepang, Korsel dan Australia menjadi sebuah mata rantai yang tak boleh putus. Kita sedang membenahi mata rantai komando, teknologi komunikasi anti jaming dan anti sadap, pembangunan pangkalan militer, pengembangan kekuatan armada tempur, penambahan skuadron tempur dan radar militer. Ini tentu memerlukan waktu bangun dan kembang.
Kita perkuat ekonomi dan militer kita. Seirama dengan itu memperkuat kerjasama diplomatik dan pertahanan adalah rumusan cerdas yang memang dibutuhkan untuk menjaga nilai-nilai harmoni dan saling menghormati. Kita sedang bangun semua itu, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kekuatan militer dan cerdas, ceria dan penuh senyum dalam berdiplomasi. Retno dan Ryamizard telah menjalaninya dengan penuh percaya diri.
****
Jagarin Pane / 21 Desember 2015
☆ Kaskus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.