Bila pemerintah memang meminta, PT INTI siap memproduksi radarSalah satu radar kapal produk PT INTI ☆
PT INTI (Persero) mengungkapkan kekecewaannya karena tidak dilibatkan dalam proyek pengadaan radar Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT INTI Endang Yuliawaty menyayangkan keputusan pemerintah yang lebih memilih perusahaan swasta asing ketimbang BUMN.
Padahal, menurut dia, PT INTI memiliki kemampuan untuk meproduksi radar secara mandiri. “Bila ditinjau dari pengalaman dan kemampuan yang dimiliki PT INTI, kami sanggup memproduksi radar,” kata Endang kepada KONTAN, Selasa (8/9).
Sejak awal PT INTI bahkan sudah menyatakan diri sebagai BUMN yang sanggup memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista). Sayangnya, hingga kini pemerintah enggan melirik PT INTI.
“Sampai saat ini kami belum pernah memproduksi radar karena tidak pernah ada tawaran proyek dari pemerintah,” jelasnya.
Menurutnya, bila pemerintah memang meminta, PT INTI siap memproduksi radar. Asal tahu saja, Kemhan tengah membuka lelang bagi perusahaan swasta asing untuk terlibat dalam proyek pengadaan 12 radar yang diperuntukkan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejumlah perusahaan swasta asing, seperti dari Denmark dan Prancis telah mengajukan penawaran kerja sama untuk proyek tersebut.
Kemhan dengan tegas menyatakan tidak menggandeng BUMN dalam pengadaan radar tersebut. “Kami akan menunjuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),” kata Kepala Pusat Pengadaan Sarana Barang Pertahanan, Laksamana Madya Listiyanto.
Pembelian radar tersebut masuk dalam anggaran belanja alutsista yang mendapat jatah 30% dari total anggaran Kemhan sebear Rp 106 triliun. Pengadaan radar yang dilakukan Kemhan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF).
Sejumlah negara ajukan diri produksi radar TNI
Sejumlah negara menyatakan minatnya untuk melakukan kerja sama produksi radar dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Produksi radar tersebut merupakan bagian dari upaya Kemhan untuk memenuhi kebutuhan radar Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kami sedang memproses sejumlah tawaran dari negara asing soal produksi radar. Sekarang sedang dalam proses lelang tahap pertama,” kata Kepala Pusat Pengadaan Sarana Barang Pertahanan Laksamana Madya Listiyanto dalam wawancara telepon kepada KONTAN, Senin (7/9).
Listiyanto enggan menyebut negara mana saja yang berminat terlibat dalam proyek pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Kemhan tersebut. Namun, dia mengakui bahwa Denmark telah mengajukan penawaran produksi radar.
Pada awal September lalu, Duta Besar Denmark untuk Indonesia, HE Casper Clynge menyatakan, penawaran kerja sama Denmark dalam kunjungan kehormatan kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Listiyanto mengatakan, pihaknya masih belum memutuskan dan masih menimbang tawaran kerja sama Denmark tersebut.
Sebelum Denmark, Kemhan telah menyambut kehadiran Thales Group asal Prancis yang juga menyampaikan keinginan untuk bekerja sama.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigadir Jenderal Djundan, Kemhan membuka pintu bagi negara asing untuk melakukan kerja sama proyek radar karena Indonesia masih kekurangan 12 radar. Kemhan mencatat, saat ini jumlah radar yang dimiliki negara hanya 32 buah.
“Kemhan berupaya memenuhi kebutuhan radar tersebut dalam tiga tahap renstra (rencana strategis),” ujar Djundan.
“Pada tahap pertama Kemhan akan membeli empat radar, tahap kedua membeli empat radar, dan tahap ketiga juga empat radar,” sambungnya.
Renstra tahap pertama berlangsung pada 2010 hingga 2014, tahap dua 2015-2019, dan tahap tiga 2020-2024.
Pelaksanaan ketiga tahap tersebut dijadwalkan selesai pada 2024. Djundan mengakui, rencana pemenuhan radar tahap kedua molor dari jadwal yang direncanakan. ”Seharusnya lelang kedua pertama sudah selesai, tapi sekarang masih dalam proses evaluasi,” tutur dia.
Listiyanto menjelaskan, negara pemenang lelang nantinya akan bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk memproduksi radar. Mengenai perusahaan lokal yang akan terlibat, Listiyanto mengatakan, pemerintah akan menunjuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).
“Kemhan sedang mengupayakan proses kemandirian supaya kita bisa memproduksi radar sendiri. Soal produksi radar secara mandiri ini juga telah diatur dalam undang-undang,” kata dia.
Listiyanto tidak merinci jumlah anggaran yang dikucurkan untuk pengadaan radar tersebut. Namun, sebelumnya Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan kemhan mengatakan, pembelian radar tersebut masuk dalam anggaran alutsista yang mendapat porsi 30% dari total anggaran Kemhan yang mencapai Rp 106 triliun.
Pengadaan radar yang dilakukan Kemhan merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Selain radar, pemerintah juga sedang berupaya mengedepankan pengadaan alutsista sesuai permintaan dari Mabes TNI Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara.
PT INTI (Persero) mengungkapkan kekecewaannya karena tidak dilibatkan dalam proyek pengadaan radar Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT INTI Endang Yuliawaty menyayangkan keputusan pemerintah yang lebih memilih perusahaan swasta asing ketimbang BUMN.
Padahal, menurut dia, PT INTI memiliki kemampuan untuk meproduksi radar secara mandiri. “Bila ditinjau dari pengalaman dan kemampuan yang dimiliki PT INTI, kami sanggup memproduksi radar,” kata Endang kepada KONTAN, Selasa (8/9).
Sejak awal PT INTI bahkan sudah menyatakan diri sebagai BUMN yang sanggup memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista). Sayangnya, hingga kini pemerintah enggan melirik PT INTI.
“Sampai saat ini kami belum pernah memproduksi radar karena tidak pernah ada tawaran proyek dari pemerintah,” jelasnya.
Menurutnya, bila pemerintah memang meminta, PT INTI siap memproduksi radar. Asal tahu saja, Kemhan tengah membuka lelang bagi perusahaan swasta asing untuk terlibat dalam proyek pengadaan 12 radar yang diperuntukkan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejumlah perusahaan swasta asing, seperti dari Denmark dan Prancis telah mengajukan penawaran kerja sama untuk proyek tersebut.
Kemhan dengan tegas menyatakan tidak menggandeng BUMN dalam pengadaan radar tersebut. “Kami akan menunjuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),” kata Kepala Pusat Pengadaan Sarana Barang Pertahanan, Laksamana Madya Listiyanto.
Pembelian radar tersebut masuk dalam anggaran belanja alutsista yang mendapat jatah 30% dari total anggaran Kemhan sebear Rp 106 triliun. Pengadaan radar yang dilakukan Kemhan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF).
Sejumlah negara ajukan diri produksi radar TNI
Sejumlah negara menyatakan minatnya untuk melakukan kerja sama produksi radar dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Produksi radar tersebut merupakan bagian dari upaya Kemhan untuk memenuhi kebutuhan radar Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kami sedang memproses sejumlah tawaran dari negara asing soal produksi radar. Sekarang sedang dalam proses lelang tahap pertama,” kata Kepala Pusat Pengadaan Sarana Barang Pertahanan Laksamana Madya Listiyanto dalam wawancara telepon kepada KONTAN, Senin (7/9).
Listiyanto enggan menyebut negara mana saja yang berminat terlibat dalam proyek pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Kemhan tersebut. Namun, dia mengakui bahwa Denmark telah mengajukan penawaran produksi radar.
Pada awal September lalu, Duta Besar Denmark untuk Indonesia, HE Casper Clynge menyatakan, penawaran kerja sama Denmark dalam kunjungan kehormatan kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Listiyanto mengatakan, pihaknya masih belum memutuskan dan masih menimbang tawaran kerja sama Denmark tersebut.
Sebelum Denmark, Kemhan telah menyambut kehadiran Thales Group asal Prancis yang juga menyampaikan keinginan untuk bekerja sama.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigadir Jenderal Djundan, Kemhan membuka pintu bagi negara asing untuk melakukan kerja sama proyek radar karena Indonesia masih kekurangan 12 radar. Kemhan mencatat, saat ini jumlah radar yang dimiliki negara hanya 32 buah.
“Kemhan berupaya memenuhi kebutuhan radar tersebut dalam tiga tahap renstra (rencana strategis),” ujar Djundan.
“Pada tahap pertama Kemhan akan membeli empat radar, tahap kedua membeli empat radar, dan tahap ketiga juga empat radar,” sambungnya.
Renstra tahap pertama berlangsung pada 2010 hingga 2014, tahap dua 2015-2019, dan tahap tiga 2020-2024.
Pelaksanaan ketiga tahap tersebut dijadwalkan selesai pada 2024. Djundan mengakui, rencana pemenuhan radar tahap kedua molor dari jadwal yang direncanakan. ”Seharusnya lelang kedua pertama sudah selesai, tapi sekarang masih dalam proses evaluasi,” tutur dia.
Listiyanto menjelaskan, negara pemenang lelang nantinya akan bekerja sama dengan perusahaan lokal untuk memproduksi radar. Mengenai perusahaan lokal yang akan terlibat, Listiyanto mengatakan, pemerintah akan menunjuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).
“Kemhan sedang mengupayakan proses kemandirian supaya kita bisa memproduksi radar sendiri. Soal produksi radar secara mandiri ini juga telah diatur dalam undang-undang,” kata dia.
Listiyanto tidak merinci jumlah anggaran yang dikucurkan untuk pengadaan radar tersebut. Namun, sebelumnya Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan kemhan mengatakan, pembelian radar tersebut masuk dalam anggaran alutsista yang mendapat porsi 30% dari total anggaran Kemhan yang mencapai Rp 106 triliun.
Pengadaan radar yang dilakukan Kemhan merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Selain radar, pemerintah juga sedang berupaya mengedepankan pengadaan alutsista sesuai permintaan dari Mabes TNI Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.