Ranpur Anoa ☆
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai, TNI AD belum mumpuni untuk mengubah eranya ke doktrin mekanik infanteri dari yang sebelumnya tradisional infanteri. Menurutnya, alutsista TNI belum mencukupi untuk mengarah ke sana.
“Enggak mas, tidak ada perubahan doktrin, itu (TNI -red) hanya menambah peralatan (Panser -red) saja, jumlah peralatan dengan jumlah pasukan kita masih terlalu jauh, bukannya berubah ke arah doktrin mekanik infanteri,” ujarnya, Sabtu, 16 September 2017.
Keadaaan TNI hari ini, sambungnya, masih kekurangan alutsista dalam jumlah banyak. Sebagai salah satu negara kepulauan, dia menilai, Indonesia masih kurang banyak jumlah alutsista pendukungnya.
“Kita masih jauh untuk mencapai minimum essential force (MEF), jadi jauh untuk merubah doktrin ke arah mekanik, memang sudah pernah dibicarakan sejak dulu bagaimana doktrin mekanik bagaimana konvensional juga,” jelasnya.
Dia juga menegaskan upaya pembelian alutsista tentunya harus disertai tranfer of knowledge yang merupakan perintah dari UU Pertahanan. “TOT itu amanat UU, ada dan tertera dalam UU Pertahanan, jadi setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus disertai TOT mereka di Indoensia,” jelasnya.
Begitupun dengan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Elnino M Husein Mohi yang berharap perkembangan teknologi di Indonesia menomorsatukan teknologi militer.
“Artinya, research and development dalam teknologi apa pun mestinya dimulai dari militer sebelum R&D teknologi untuk kepentingan sosial. Untuk itu, industri strategis kita (PINDAD, PTDI, LEN, PAL -red) mesti menjadi supervisor utama ketika kita membeli alutsista dari luar negeri,” tegasnya saat dihubungi.
Konsekuensinya bukan sekedar transfer of technology, sambungnya, tapi juga modifikasi (sesuai karakteristik prajurit RI) sehingga memunculkan tipe alutsista yang tipikal Indonesia.
Dia juga mengatakan, industri strategis di Indonesia sebetulnya mampu untuk melakukan modifikasi, bahkan membuat alutsista sendiri yang berkelas dunia. “Tapi sekarang ini sistem penganggaran dan manajemen pengadaan alutsista kita masih mengerdilkan industri strategis/pertahanan dalam negeri,” jelasnya.
Elnino menyatakan transfer of technology wajib demi memajukan industri strategis/pertahanan Indonesia. “Apalagi sekarang ini yang sudah zaman digital, kita mesti menguasai sepenuh-penuhnya segala aspek teknis alutsista hingga detail, agar persenjataan kita benar-benar berada dalam kendali kita,” tegasnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai, TNI AD belum mumpuni untuk mengubah eranya ke doktrin mekanik infanteri dari yang sebelumnya tradisional infanteri. Menurutnya, alutsista TNI belum mencukupi untuk mengarah ke sana.
“Enggak mas, tidak ada perubahan doktrin, itu (TNI -red) hanya menambah peralatan (Panser -red) saja, jumlah peralatan dengan jumlah pasukan kita masih terlalu jauh, bukannya berubah ke arah doktrin mekanik infanteri,” ujarnya, Sabtu, 16 September 2017.
Keadaaan TNI hari ini, sambungnya, masih kekurangan alutsista dalam jumlah banyak. Sebagai salah satu negara kepulauan, dia menilai, Indonesia masih kurang banyak jumlah alutsista pendukungnya.
“Kita masih jauh untuk mencapai minimum essential force (MEF), jadi jauh untuk merubah doktrin ke arah mekanik, memang sudah pernah dibicarakan sejak dulu bagaimana doktrin mekanik bagaimana konvensional juga,” jelasnya.
Dia juga menegaskan upaya pembelian alutsista tentunya harus disertai tranfer of knowledge yang merupakan perintah dari UU Pertahanan. “TOT itu amanat UU, ada dan tertera dalam UU Pertahanan, jadi setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus disertai TOT mereka di Indoensia,” jelasnya.
Begitupun dengan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Elnino M Husein Mohi yang berharap perkembangan teknologi di Indonesia menomorsatukan teknologi militer.
“Artinya, research and development dalam teknologi apa pun mestinya dimulai dari militer sebelum R&D teknologi untuk kepentingan sosial. Untuk itu, industri strategis kita (PINDAD, PTDI, LEN, PAL -red) mesti menjadi supervisor utama ketika kita membeli alutsista dari luar negeri,” tegasnya saat dihubungi.
Konsekuensinya bukan sekedar transfer of technology, sambungnya, tapi juga modifikasi (sesuai karakteristik prajurit RI) sehingga memunculkan tipe alutsista yang tipikal Indonesia.
Dia juga mengatakan, industri strategis di Indonesia sebetulnya mampu untuk melakukan modifikasi, bahkan membuat alutsista sendiri yang berkelas dunia. “Tapi sekarang ini sistem penganggaran dan manajemen pengadaan alutsista kita masih mengerdilkan industri strategis/pertahanan dalam negeri,” jelasnya.
Elnino menyatakan transfer of technology wajib demi memajukan industri strategis/pertahanan Indonesia. “Apalagi sekarang ini yang sudah zaman digital, kita mesti menguasai sepenuh-penuhnya segala aspek teknis alutsista hingga detail, agar persenjataan kita benar-benar berada dalam kendali kita,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.