Satelit-satelit Avanti [Avanti] ●
Indonesia sempat dilaporkan harus membayar uang denda USD 20 juta atau senilai Rp 278 miliar kepada Avanti, perusahaan operator satelit asal Inggris.
Hal tersebut dikarenakan pemerintah dianggap lalai dalam melakukan pembayaran pada satelit komunikasi yang dipinjamnya kepada Avanti.
Setelah berita itu diturunkan, baru beberapa hari kemudian Kementerian Pertahanan memberikan respons konfirmasi atas berita yang bersumber dari situs Spacenews.
Berikut isi lengkap konfirmasi dari Kemenhan, seperti dikutip detikINET, Kamis (14/6/2018):
Bahwa pemerintah RI akan berusaha melaksanakan keputusan yang akan dikeluarkan oleh Sidang Arbitrase Internasional di London dalam waktu dekat ini.
Pemerintah berharap penyelesaikan tersebut dapat terlaksana dengan cepat dan baik. Kemhan bersama Kementerian dan Lembaga terkait telah bekerja sama menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
Pihak LCIA sampai dengan saat ini belum mengeluarkan keputusan terkait dengan hearing pertama dari sidang arbitrase Internasional tersebut di London. Kemungkinan keputusan tsb akan dikeluarkan dalam dua minggu ini.
Dalam hal ini Kemhan telah berhasil mempertahankan slot orbit 123BT untuk Indonesia hingga tahun 2020
Kapuskom Publik Kementerian Pertahanan
Brigjen Totok Sugiharto
Awal Permasalahan
Jika ditarik mundur ke belakang, Indonesia melalui Kementerian Pertahanan meminjam satelit Artemis milik Avanti pada November 2016 lalu.
Peminjaman tersebut dilakukan untuk mencegah hilangnya hak spektrum L-band pada 123 derajat sebelah timur orbit Bumi. Sebelumnya, posisi tersebut diisi oleh Garuda-1, satelit Tanah Air berusia 15 tahun yang sudah tidak beroperasi sejak 2015.
Terkait dengan kegiatan peminjaman satelit itu, Indonesia setuju untuk membayar Avanti sebesar USD 30 juta. Uang tersebut digunakan untuk relokasi serta penggunaan satelit Artemis.
Akar masalah muncul saat pemerintah berhenti membayar setelah hanya memberikan Avanti uang senilai USD 13,2 juta, tak sampai setengah dari perjanjian antara keduanya.
Pasca dinilai tak membayar selama berbulan-bulan, Avanti pun membawa pihak Kemenhan untuk menempuh jalur arbitrase pada Agustus tahun lalu.
Kemudian, sekitar dua bulan setelahnya, karena Indonesia tak kunjung melunasi utangnya, Avanti menyetop Artemis, yang sudah berusia 16 tahun, dalam mengorbit Bumi.
Kemudian, yang terbaru, panel arbitrator Inggris Raya meminta pihak Kemenhan untuk membayar uang senilai USD 20 juta kepada Avanti. 31 Juli menjadi batas akhir bagi lembaga tersebut untuk melunasi utangnya.
Indonesia sempat dilaporkan harus membayar uang denda USD 20 juta atau senilai Rp 278 miliar kepada Avanti, perusahaan operator satelit asal Inggris.
Hal tersebut dikarenakan pemerintah dianggap lalai dalam melakukan pembayaran pada satelit komunikasi yang dipinjamnya kepada Avanti.
Setelah berita itu diturunkan, baru beberapa hari kemudian Kementerian Pertahanan memberikan respons konfirmasi atas berita yang bersumber dari situs Spacenews.
Berikut isi lengkap konfirmasi dari Kemenhan, seperti dikutip detikINET, Kamis (14/6/2018):
Bahwa pemerintah RI akan berusaha melaksanakan keputusan yang akan dikeluarkan oleh Sidang Arbitrase Internasional di London dalam waktu dekat ini.
Pemerintah berharap penyelesaikan tersebut dapat terlaksana dengan cepat dan baik. Kemhan bersama Kementerian dan Lembaga terkait telah bekerja sama menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
Pihak LCIA sampai dengan saat ini belum mengeluarkan keputusan terkait dengan hearing pertama dari sidang arbitrase Internasional tersebut di London. Kemungkinan keputusan tsb akan dikeluarkan dalam dua minggu ini.
Dalam hal ini Kemhan telah berhasil mempertahankan slot orbit 123BT untuk Indonesia hingga tahun 2020
Kapuskom Publik Kementerian Pertahanan
Brigjen Totok Sugiharto
Awal Permasalahan
Jika ditarik mundur ke belakang, Indonesia melalui Kementerian Pertahanan meminjam satelit Artemis milik Avanti pada November 2016 lalu.
Peminjaman tersebut dilakukan untuk mencegah hilangnya hak spektrum L-band pada 123 derajat sebelah timur orbit Bumi. Sebelumnya, posisi tersebut diisi oleh Garuda-1, satelit Tanah Air berusia 15 tahun yang sudah tidak beroperasi sejak 2015.
Terkait dengan kegiatan peminjaman satelit itu, Indonesia setuju untuk membayar Avanti sebesar USD 30 juta. Uang tersebut digunakan untuk relokasi serta penggunaan satelit Artemis.
Akar masalah muncul saat pemerintah berhenti membayar setelah hanya memberikan Avanti uang senilai USD 13,2 juta, tak sampai setengah dari perjanjian antara keduanya.
Pasca dinilai tak membayar selama berbulan-bulan, Avanti pun membawa pihak Kemenhan untuk menempuh jalur arbitrase pada Agustus tahun lalu.
Kemudian, sekitar dua bulan setelahnya, karena Indonesia tak kunjung melunasi utangnya, Avanti menyetop Artemis, yang sudah berusia 16 tahun, dalam mengorbit Bumi.
Kemudian, yang terbaru, panel arbitrator Inggris Raya meminta pihak Kemenhan untuk membayar uang senilai USD 20 juta kepada Avanti. 31 Juli menjadi batas akhir bagi lembaga tersebut untuk melunasi utangnya.
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.