Anti Klimaks Pesawat tempur Mirage 2000 Angkatan Udara Qatar (FlightGlobal) ☆
Pengadaan 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 yang dibeli bekas pakai dari Qatar akhirnya mencapai anti klimaks, yakni dengan pernyataan Juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang menyebut rencana pembelian satu skadron Mirage 2000-5 dari Qatar telah ditunda. Pernyataan tersebut disampaikan Dahnil dalam acara Kabar Petang di TV One (1/1/2023).
Lewat beberapa ‘drama’, termasuk penolakan dari Komisi I DPR RI, Menhan Prabowo Subianto pada jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Kamis (6/7/2023), menjelaskan bahwa 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 yang dibeli dari Qatar, baru mempunyai jam terbang (flying hours) 30 persen, yang dikatakan 70 persen sisa jam terbang masih dapat digunakan oleh Indonesia. “Tapi sebetulnya, jam terbangnya masih lama, jadi Mirage 2000-5 ini masih punya usia pakai kira-kira 15 tahun lagi,” kata Prabowo, dikutip dari Suara.com.
Pengadaan jet tempur bekas pakai Negeri Gurun itu dimaksudnya untuk mengisi kekosongan (gap) sementara TNI AU menunggu kedatangan jet tempur Dassault Rafale, yang batch pertama baru akan tiba di Indonesia pada tahun 2026.
Salah satu penyebab ditundanya pengadaan Mirage 2000-5 adalah prioritas anggaran pertahanan, termasuk belum adanya persetujuan dari pihak Kementerian Keuangan RI. Dengan tidak datangnya Mirage 2000-5, Dahnil menyebuat Kementerian Pertahanan akan mengoptimalkan program retrofit pada armada jet tempur TNI AU, seperti F-16 dan Sukhoi Su-27/Su-30.
Terlepas dari masalah anggaran yang mendera, rencana pembelian Mirage 2000-5 sempat menjadi bola panas, setelah Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldy meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas Angkatan Udara Kerajaan Qatar. Menurut Bobby, langkah tersebut diperlukan agar pemerintah tidak menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Ia menegaskan bahwa pembelian pesawat tempur seharusnya juga merujuk pada UU Industri Pertahanan. Bobby menjelaskan bahwa UU Pertahanan telah mewajibkan dalam pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal, serta beberapa persyaratan lainnya.
“Pembelian pesawat tempur harusnya mengikuti UU Nomor 16 Tahun 2012, Pasal 43 Ayat 5 tentang Indhan (industri pertahanan) yang mewajibkan pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset yang sangat sulit bila barang bekas,” katanya. Ia juga menyarankan agar pemerintah sebaiknya membeli alutsista baru. “Sudah benar yang beli yang baru,” ujar Bobby.
Juga dalam tayangan Kabar Petang di TV one, Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa yang kini menjadi Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, mengatakan bahwa rencana pembelian Mirage 2000-5 memang tidak tepat.
“Saya pernah berbicara dengan pihak pabriknya (Dassault Aviation), bahwa Mirage 2000-5 sudah tidak diproduksi, yang artinya akan ada tantangan pada aspek pemeliharaan dengan sulitnya mendapatkan suku cadang,” ujar Andika. Ia menambahkan, “suku cadang Mirage 2000-5 nantinya hanya bisa didapatkan dari negara yang masih mengoperasikan, atau dari black market, ujung-ujungnya malah menambah beban pada anggaran.” (Gilang Perdana)
Pengadaan 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 yang dibeli bekas pakai dari Qatar akhirnya mencapai anti klimaks, yakni dengan pernyataan Juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang menyebut rencana pembelian satu skadron Mirage 2000-5 dari Qatar telah ditunda. Pernyataan tersebut disampaikan Dahnil dalam acara Kabar Petang di TV One (1/1/2023).
Lewat beberapa ‘drama’, termasuk penolakan dari Komisi I DPR RI, Menhan Prabowo Subianto pada jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Kamis (6/7/2023), menjelaskan bahwa 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 yang dibeli dari Qatar, baru mempunyai jam terbang (flying hours) 30 persen, yang dikatakan 70 persen sisa jam terbang masih dapat digunakan oleh Indonesia. “Tapi sebetulnya, jam terbangnya masih lama, jadi Mirage 2000-5 ini masih punya usia pakai kira-kira 15 tahun lagi,” kata Prabowo, dikutip dari Suara.com.
Pengadaan jet tempur bekas pakai Negeri Gurun itu dimaksudnya untuk mengisi kekosongan (gap) sementara TNI AU menunggu kedatangan jet tempur Dassault Rafale, yang batch pertama baru akan tiba di Indonesia pada tahun 2026.
Salah satu penyebab ditundanya pengadaan Mirage 2000-5 adalah prioritas anggaran pertahanan, termasuk belum adanya persetujuan dari pihak Kementerian Keuangan RI. Dengan tidak datangnya Mirage 2000-5, Dahnil menyebuat Kementerian Pertahanan akan mengoptimalkan program retrofit pada armada jet tempur TNI AU, seperti F-16 dan Sukhoi Su-27/Su-30.
Terlepas dari masalah anggaran yang mendera, rencana pembelian Mirage 2000-5 sempat menjadi bola panas, setelah Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldy meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas Angkatan Udara Kerajaan Qatar. Menurut Bobby, langkah tersebut diperlukan agar pemerintah tidak menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Ia menegaskan bahwa pembelian pesawat tempur seharusnya juga merujuk pada UU Industri Pertahanan. Bobby menjelaskan bahwa UU Pertahanan telah mewajibkan dalam pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal, serta beberapa persyaratan lainnya.
“Pembelian pesawat tempur harusnya mengikuti UU Nomor 16 Tahun 2012, Pasal 43 Ayat 5 tentang Indhan (industri pertahanan) yang mewajibkan pembelian alutsista menyertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset yang sangat sulit bila barang bekas,” katanya. Ia juga menyarankan agar pemerintah sebaiknya membeli alutsista baru. “Sudah benar yang beli yang baru,” ujar Bobby.
Juga dalam tayangan Kabar Petang di TV one, Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa yang kini menjadi Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, mengatakan bahwa rencana pembelian Mirage 2000-5 memang tidak tepat.
“Saya pernah berbicara dengan pihak pabriknya (Dassault Aviation), bahwa Mirage 2000-5 sudah tidak diproduksi, yang artinya akan ada tantangan pada aspek pemeliharaan dengan sulitnya mendapatkan suku cadang,” ujar Andika. Ia menambahkan, “suku cadang Mirage 2000-5 nantinya hanya bisa didapatkan dari negara yang masih mengoperasikan, atau dari black market, ujung-ujungnya malah menambah beban pada anggaran.” (Gilang Perdana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.