"Saat menjalani sebagai tim gerak kurang lebih selama 14 bulan itu, saya punya pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya"
Pada dasarnya dia seorang prajurit perhubungan, bukan infanteri. Dia adalah Bintara PK IX TA 2001-2002 lulusan dari Sekolah Calon Bintara Rindam V Brawijaya, yang kemudian melanjutkan pendidikan kecabangan Perhubungan di Pusat Pendidikan Perhubungan Kodiklat TNI AD, Cimahi, Jawa Barat.
Berawal dari bukannya prajurit untuk satuan tempur, namun karena jasmani dan nilai akademiknya yang bagus, justru akhirnya dia lulus seleksi menjadi calon prajurit Raider di Yonif 507/BS Sikatan. disaat baru bertugas setahun di Hubdam V Brawijaya, Malang. Saat usai mengikuti pendidikan Raider di Pusat Latihan Pertempuran (Puslatpur) di Rindam V Brawijaya selama kurang lebih 5 bulan bersama 850 prajurit lainnya. Akhirnya pada 8 November 2003, dia dilantik oleh Kasad (waktu itu Jenderal Ryamrizard Ryacudu) menjadi prajurit berkualifikasi Raider.
Setelah pelantikan, bersama Yonif 507/BS Sikatan, berangkat ke ibukota Jakarta, dengan kekuatan satu Batalyon penuh untuk mengikuti Upacara Pengukuhan 10 Batalyon Raider. Lalu Yonif 507/BS Sikatan resmi berganti nama menjadi Yonif 500 Raider.
Selanjutnya Yonif 500 Raider bersama rekan-rekannya di berangkatkan ke daerah rawan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk melaksanakan Operasi Pemulihan Keamanan. Disana Yonif 500 Raider dipercaya untuk mengubah 'kolam' atau sektor di daerah Aceh Timur, mulai dari Kuala Simpang yang berbatasan dengan Medan sampai daerah Idi Rayeuk yang berbatasan dengan Aceh Utara menjadi aman.
Sersan Dua (Serda) Agus Eko Prasetyo, yang saat itu menjabat sebagai Bintara Perhubungan (Bahub) Kompi senapan C/Warok, bertugas melayani komunikasi kompi tersebut, baik dalam hal perbaikan alat-alat perhubungan maupun menyediakan sarana-sarana komunikasi yang dibutuhkan Kipan C/Warok tersebut, yang bertugas di sektor daerah Sungai Raya Peureulak, Aceh Timur selama tiga bulan yang kemudian berpindah ke daerah Rantau Peureulak. Kipan C/Warok diperintahkan untuk menguasai daerah Dari Desa Rantau Panjang sampai Simpang Damar. "Saat peralihan kolam dari daerah Sungai Raya ke Rantau Panjang, saya memperoleh kepercayaan dari kompi untuk bergabung dengan salah satu tim gerak Kipan C/Warok, yaitu Tim Warok 7 Kipan C Yonif 500 Raider," kata Agus.
Selain bertugas sebagai pasukan satuan Raider, Serda Agus Eko Prasetyo yang juga prajurit perhubungan ini mendapat jabatan Wakil Komandan Tim 2 (Wadantim 2), dari bulan April 2004 hingga penugasan DI NAD berakhir bulan Mei 2005. Disinilah lembaran kenangan sebagai prajurit Raider terukir nyata.
"Pagi itu, Rabu 28 Juli 2004," kata anak Malang ini memulai ceritanya. "Merupakan hari ke enam tim kami melakukan pengendapan di ujung daerah Mata'i yang lebih dikenal dengan daerah Simpang Bacok, serta perbekalan logistik yang kami bawapun sudah mulai menipis. Sekitar pukul 08.00 WIB Tim Tribuana dari Sat Ban Intel II (Parako, Kopassus) kontak tembak dengan kelompok separatis GAM di daerah bukit Meureutu sekitar Padang Kunyit, dua kilometer dari tempat kami mengendap".
Berdasarkan informasi di radio PRC, Dantim Warok 7 Yonif 500 Raider memerintahkan untuk melakukan penutupan di daerah-daerah yang memungkinkan tempat melarikan diri kelompok GAM akibat kontak tembak tersebut. Kemudian Tim dipecah menjadi 3 kelompok kecil, yang menutup di daerah Simpang Bacok, daerah Paya Abe Besar dan daerah Paya Abe Kecil. Akhirnya Tim melakukan pengendapan untuk melakukan penutupan pada suasana gelap, karena faktor keamanan maka ketiga kelompok tersebut di satukan kembali dan berkumpul di daerah Simpang Bacok dan melakukan pengendapan sampai hari Ium'at , 30 Juli 2004.
Jum'at pagi tim yang mencari logistik serta mencari informasi tambahan ke desa Mata'i, mendapatkan informasi bahwa anggota GAM pada malam hari sering melewati pertigaan Lorong Empat , dimana daerah tempat Tim Warok 7 melakukan kegiatan administrasi.
Dari informasi bagus tersebut langsung dikembangkan untuk dapat menghadang anggota GAM tanpa di ketahui masyarakat setempat. Tim berpura-pura meninggalkan tempat sambil singgah di rumah kepala desa Mata'i supaya meyakinkan TNI meninggalkan kampung tersebut. Sekitar 50 meter dari rumah kepala desa, Tim lalu melambung melewati hutan-hutan sawit dan akhirnya setelah satu jam berjalan, Tim berhasil berada tepat di belakang kedai yang terletak di pertigaan Lorong Empat tanpa di ketahui masyarakat setempat.
Pada saat itu waktu menunjukan pukul 19.30 WIB, Tim terus mengamati situasi di pertigaan. Hujan gerimis turun tapi belum ada tanda-tanda kemunculan kelompok separatis GAM, Tim tetap menanti tanpa putus asa.
Akhirnya penantian yang berjam-jam dan melelahkan itu membuahkan hasil. Tepat pukul 22.00 WIB muncul seseorang yang mencurigakan dari arah kegelapan di belakang Mushola dengan membawa payung lipat seperti membawa senjata api menuju kedai, lalu sepuluh menit kemudian muncul lagi 2 orang dari arah yang sama, sambil mengendong tas punggung menuju kedai. Tidak lama, salah satu orang tersebut meninggalkan kedai menuju arah kegelapan di belakang Mushola, yang kemudian muncul sekitar lima orang GAM bersenjata campuran dan salah satunya mengenakan pakaian coklat seperti seragam aparat Brimob Polri.
"Atas perintah Dantim, melalui radio saya menghubungi Kelompok Komando Kompi Kipan C dan Komando Taktis Yonif 500 Raider, untuk menanyakan apakah ada pasukan kawan yang berada di sana," kata pria kelahiran 27 Agustus 1983 ini.
10 orang personil Tim Warok 7 lalu dikumpulkan Dantim, selanjutnya tiga orang dipimpin Komandan Kelompok Pengamanan (Danpokpam) 1 melambung ke kanan kedai dan mengambil posisi di lapangan bola voli dan berlindung di kerimbunan alang-alang sekitar 30 meter dari posisis GAM. Empat lainnya dipimpin Dantim 1 melambung ke kiri kedai, sedangkan Dantim, Wadantim 2 dan Tamtama Pelayan Radio mengambil posisi di bukit kecil di belakang kedai.
Sesuai perintah pembuka tembakan adalah Tabung Pelontar dari Danpokpam 1 diikuti secara serentak oleh seluruh personil Tim Warok 7 yang menembak ke arah kelompok GAM tersebut. Sekitar pukul 22.25 WIB, Wadantim 1, Sertu Kadarisman yang bersama anggotanya di samping kiri kedai tertembak di paha kanan, perut kiri dan tangan kiri. di tengah-tengah gencarnya kontak tembak, melalui radio PRC, kejadian tersebut dilaporkan ke Komando Atas oleh Agus.
Usai kontak tembak, dilakukan pembersihan lokasi dan di ketemukan empat personil GAM tewas berikut 2 pucuk senjata M16A1, 1 pistol FN, ratusan amunisi dan delapan tas punggung berisi berbagai perlengkapan dan logistik. "Sebenarnya kami bisa mendapatkan hasil lebih banyak, tapi karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, yaitu disamping lokasi yang cukup gelap, juga terdapat banyak anak-anak kecil dan warga masyarakat yang saat itu berbaur dengan anggota GAM, maka kami tidak bisa melakukan gerakan-gerakan yang lebih agresif." kenangnya.
Dari penugasan ke NAD, yang merupakan penugasan pertamanya di medan tempur, banyak pelajaran yang didapat Agus. Menurutnya, sebagian besar ilmu kemiliteran yang diperolehnya banyak berpengaruh terhadap tindakan-tindakan yang diambil di lapangan. Sisanya faktor mental atau keberanian dan kebijaksanaan serta ketepatan dalam mengambil keputusan. Dengan menguasai teori, setidaknya 85% kemenangan sudah ditangan kita, selanjutnya yang menentukan adalah faktor keberuntungan dan ridho dari Allah SWT.
"Penugasan ke Aceh telah menambah pengalaman hidup saya. saya ingin menjadi perajurit yang kaya pengalaman, karena itu sangat bermanfaat untuk mendukung keberhasilan tugas, yang kedepan akan semakin berat. Sebab, bagi saya pengalaman adalah guru yang terbaik," kata Agus yang sekarang sudah berpangkat Sersan Satu (Sertu), dengan jabatan sebagai Bintara Montir Radio Peleton Komunikasi Kompi Markas (Bamontirad Ton Kom Kima) Yonif 500 Raider, mengakhiri ceritanya.
(dikutip dari Majalah Defender, edisi Oktober 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.