Senin, 05 Agustus 2013

Hawk 109/209 Little But Lethal

http://www.pasarkreasi.com/media/SAYA%20SAAT%20BACK%20SEAT%20DI%20HAWK%20109.jpg
(Pasarkreasi)
Setiap pesawat tempur tentu punya kisah dan latar belakang sendiri sehinnga mengapa bisa memperkuat AU sebuah negara. Tak terkecuali jet tempur ringan Hawk 109/209 yang memperkuat TNI AU sejak 1996. Tak pernah ada keterangan resmi dari pemerintah, mengapa memilih Hawk 109/209 untuk memperkuat armada penempur taktis TNI AU. Namun jika disimak dari masa atau perioda kedatangannya, yakni pesawat dasawarsa 1990-an, pesawat-pesawat itu sepertinya dibeli untuk mengantisipasi dua masalah krusial yang tengah dihadapi TNI AU.

Masalah pertama, menurunnya jumlah dan kesiapan pesawat tempur TNI AU dan kedua, munculnya sejumlah potensi gangguan keamanan akibat beberapa perkembangan di Tanah Air. Salah satunya yang diwaspadai adanya pemberlakukan 3 alur laut yang memungkinkan semua pihak, baik yang beritikad baik maupun tidak, lebih mudah masuk ke Indonesia.

Hawk 109/209 adalah solusi dari kebutuhan akan jet tempur latih yang simple dan praktis dan pesawat tempur taktis yang jumlahnya terus menurun akibat faktor usia. TNI AU tinggal memiliki beberapa Hawk Mk.53 dari 2 unit yang dibeli pada 1978, 1981 dan 1982.

Ketika jumlahnya makin memadai, pesawat latih lanjut yang dikenal mudah dikemudikan ini ditempatkan di skadron pendidikan 103. Skadik 103 disiapkan khusus untuk mendidik calon penerbang tempur lulusan Sekbang TNI AU serta mereka menuntaskan pendidikan latih mula dengan AS 202 Barvo dan latih dasar dengan T-34C Turbo Mentor.

Hawk Mk.53 juga dipasang kanon 30-mm Aden Mk 4 sehingga juga bisa dikerahkan sebagai pesawat tempur taktis. Itu sebab, TNI AU juga menempatkan pesawat-pesawat ini di skadron udara 15. Jenis pesawat ini dijadikan kekuatan tempur operasional karena kelak komposisi dan jumlah pesawat tempur yang ada, tidak proporsional lagi dengan luas wilayah yang harus dilindungi.

Di penghujung 1990-an, TNI AU hanya memiliki OV-10F Bronco, A-4 Skyhawk dan F-5E/F Tiger II dalam jumlah yang sudah tidak memadai serta F-16 Fighting Falcon dalam jumlah yang relatif masih memadai.

Di penghujung dasawarsa tahun 1990-an itu Departemen Pertahanan sesungguhnya sudah membahas rencana pembelian pesawat tempur untuk memodernisasi kekuatan udara. Hawk 109/209, turunan Hawk Mk.53, amat santer disebut. Pesawat itu sudah mendapat “green lamp” Menristek dan Dirut IPTN (kini Dirgantara Indonesia), Prof. Dr. BJ. Habibie, satu-satunya pembantu Presiden yang mempunyai kekuatan untuk menentukan pembelian pesawat tempur di Indonesia.

Mk.53 yang dipercanggih

http://indonesiaindonesia.com/imagehosting/images/40/large/1_hawks.jpg
2 Jenis Pesawat Hawk TNI AU
Kelak, pada kenyataannya, RI hanya membeli 40 unit. Dari jumlah itu, 8 unit berasal dari versi latih, yakni Hawk 109. Selebihnya 32 unit dari versi tunggal, Hawk 209. Pesawat-pesawat itu datang bertahap antara tahun 1996 sampai tahun 1999. 20 unit (4 Hawk 109 dan 16 Hawk 209) ditempatkan di Skadron 12 Lanud Pekanbaru, Riau, Sumatera. Sementara 20 lainnya ditempatkan di Skadron Udara 1 lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.

Pengalaman yang impresi yang mendalam atas Hawk Mk.53 bagaimanapun akan ikut menentukan respon pasar, Itu sebabnya BAE tak mau mengubah banyak tampang pesawat tempur latih ini, hingga sepintas masih ada kemiripan diantara keduanya..

Hawk 109/209 dilengkapi dengan Radar Warning Receiver pada sirip tegaknya dan radar AN/APG-66 pada hidungnya serupa dengan yang digunakan F-16 A/B. Sebab dalam hal persenjataan, Hawk 109/209 menjadi lebih mematikan karena mampu menggotong dua rudal AIM-9-L/P-4-Sidewinder di bawah sayap dan dua rudal lagi di ujung sayapnya.

  ● Sejarah Perang  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...