Bekas Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, bekas Wakil Kepala Badan Intelijen Negara As’ad Said Ali, dan bekas Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi disebut sebagai kandidat kuat Kepala BIN. Dari tiga nama itu, baru As’ad yang pernah dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Merdeka.
"Yang menguat memang tiga nama ini. Tapi keputusannya nanti tinggal satu, kita tunggu saja," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Tedjo Edhy Purdijatno, seusai rapat kabinet di kantor Presiden, Selasa, 2 November 2014. Menurut Tedjo, ada kemungkinan besar Jokowi mengumumkan nama Kepala BIN sebelum bertolak ke Cina pada Jumat pekan ini.
Presiden, kata Tedjo, masih menimbang-nimbang tiga nama termasuk, termasuk kemungkinan adanya nama baru untuk mengantikan Marciano Norman, Kepala BIN sekarang. "Tapi bisa saja (tiga nama itu) hilang semua, lalu muncul yang lain lagi,” kata politikus Partai NasDem itu.
Sebagaimana pencarian menteri kabinet, beberapa waktu lalu calon Kepala BIN juga menjalani proses seleksi. "Presiden tetap akan meminta pertimbangan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan," Tedjo menambahkan.
Menurut Undang-Undang Intelijen Negara, posisi Kepala BIN sangat strategis bagi presiden. Dia memberikan masukan dan informasi akurat ihwal ancaman yang bisa mengganggu pemerintahan. Kepala BIN mesti mahir berdiplomasi, mengelola, serta mengolah data untuk disajikan kepada presiden sebelum mengambil keputusan.
Menurut seorang pejabat di kantor Kepresidenan, nama Sjafrie muncul karena sudah lama masuk "radar" Jokowi. Dia dianggap melek dunia intelijen dan berhasil mengawal lahirnya Undang-Undang Intelijen setelah sembilan tahun terkatung-katung. Di kalangan internal Istana, santer beredar kabar nama Sjafrie sudah dipilih Jokowi sebagai Kepala BIN.
Adapun nama As’ad, menurut seorang pejabat di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, disorongkan elite organisasi massa itu. Saat ini As’ad menjadi Wakil Ketua Umum PBNU. Ia dikenal dekat dengan mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) A.M. Hendropriyono. Saat kampanye pemilu presiden, Hendropriyono menjadi penasihat tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Khatib Aam PBNU Malik Madani mengatakan As'ad sangat cocok menjadi Kepala BIN. "Namun, itu bukan karena semata-mata dorongan NU," kata dia. ”Dia punya pengalaman (intelijen) yang tidak ditemukan pada tokoh lain,” ujarnya.
Adapun nama Fachrul Razi, menurut orang yang mengetahui penyusunan Kabinet Kerja Jokowi, disorongkan Luhut Panjaitan yang juga pernah menjadi penasihat Tim Transisi Jokowi-Kalla. September lalu, Jokowi membenarkan Luhut mengajukan paket draf kabinet. Namun, Jokowi tidak ingat nama kandidatnya.
Luhut membantah menyorongkan nama Fachrul sebagai calon Kepala BIN ke Jokowi. "Saya enggak tahu soal itu," kata dia mengelak. As’ad juga mengaku belum tahu ihwal namanya masuk bursa calon Kepala BIN. Sedangkan Sjafrie belum merespons permintaan wawancara Tempo soal namanya yang santer bakal menjadi kandidat kuat Kepala BIN.
"Yang menguat memang tiga nama ini. Tapi keputusannya nanti tinggal satu, kita tunggu saja," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Tedjo Edhy Purdijatno, seusai rapat kabinet di kantor Presiden, Selasa, 2 November 2014. Menurut Tedjo, ada kemungkinan besar Jokowi mengumumkan nama Kepala BIN sebelum bertolak ke Cina pada Jumat pekan ini.
Presiden, kata Tedjo, masih menimbang-nimbang tiga nama termasuk, termasuk kemungkinan adanya nama baru untuk mengantikan Marciano Norman, Kepala BIN sekarang. "Tapi bisa saja (tiga nama itu) hilang semua, lalu muncul yang lain lagi,” kata politikus Partai NasDem itu.
Sebagaimana pencarian menteri kabinet, beberapa waktu lalu calon Kepala BIN juga menjalani proses seleksi. "Presiden tetap akan meminta pertimbangan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan," Tedjo menambahkan.
Menurut Undang-Undang Intelijen Negara, posisi Kepala BIN sangat strategis bagi presiden. Dia memberikan masukan dan informasi akurat ihwal ancaman yang bisa mengganggu pemerintahan. Kepala BIN mesti mahir berdiplomasi, mengelola, serta mengolah data untuk disajikan kepada presiden sebelum mengambil keputusan.
Menurut seorang pejabat di kantor Kepresidenan, nama Sjafrie muncul karena sudah lama masuk "radar" Jokowi. Dia dianggap melek dunia intelijen dan berhasil mengawal lahirnya Undang-Undang Intelijen setelah sembilan tahun terkatung-katung. Di kalangan internal Istana, santer beredar kabar nama Sjafrie sudah dipilih Jokowi sebagai Kepala BIN.
Adapun nama As’ad, menurut seorang pejabat di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, disorongkan elite organisasi massa itu. Saat ini As’ad menjadi Wakil Ketua Umum PBNU. Ia dikenal dekat dengan mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) A.M. Hendropriyono. Saat kampanye pemilu presiden, Hendropriyono menjadi penasihat tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Khatib Aam PBNU Malik Madani mengatakan As'ad sangat cocok menjadi Kepala BIN. "Namun, itu bukan karena semata-mata dorongan NU," kata dia. ”Dia punya pengalaman (intelijen) yang tidak ditemukan pada tokoh lain,” ujarnya.
Adapun nama Fachrul Razi, menurut orang yang mengetahui penyusunan Kabinet Kerja Jokowi, disorongkan Luhut Panjaitan yang juga pernah menjadi penasihat Tim Transisi Jokowi-Kalla. September lalu, Jokowi membenarkan Luhut mengajukan paket draf kabinet. Namun, Jokowi tidak ingat nama kandidatnya.
Luhut membantah menyorongkan nama Fachrul sebagai calon Kepala BIN ke Jokowi. "Saya enggak tahu soal itu," kata dia mengelak. As’ad juga mengaku belum tahu ihwal namanya masuk bursa calon Kepala BIN. Sedangkan Sjafrie belum merespons permintaan wawancara Tempo soal namanya yang santer bakal menjadi kandidat kuat Kepala BIN.
♞ Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.