73 Tahun TNI AU Ilustrasi pesawat TNI AU
TNI AU genap berusia 73 tahun. Sebuah perjalanan panjang angkatan perang yang terbentuk tidak sampai setahun sejak Republik Indonesia merdeka. Bahkan TNI AU (ketika itu AURI) lebih dulu terbentuk daripada Angkatan Udara Amerika Serikat, yang diresmikan pada 18 September 1947.
Memasuki usia 73 tahun, TNI AU sudah melalui begitu banyak periodesasi sejak dibentuk.
Dengan modal pesawat bekas Belanda dan Jepang, para pendiri AURI telah merintis sebuah angkatan udara yang kelak 15 tahun setelah dibentuk, mewujud sebagai angkatan udara terkuat di belahan bumi Selatan.
Maka hari ini, seperti disampaikan KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna beberapa waktu lalu, TNI AU menyambut hari jadinya dengan jargon: TNI AU yang Profesional Militan dan Inovatif.
“Apa yang kita miliki harus bisa digunakan untuk kepentingan operasi dan kemanusiaan,” ujar Marsekal Yuyu yang merupakan penerbang pesawat tempur F-5E/F Tiger II.
Hanya saja dalam peringatan hari jadi tahun ini, TNI AU tidak merayakannya secara meriah dengan parade, defile dan flypast pesawat. Padahal sudah menjadi aturan TNI, peringatan ulang tahun dilaksanakan secara besar-besaran dua tahun sekali.
Bisa jadi karena peringatannya berdekatan dengan waktu pelaksanaan Pilpres/Pileg pada 17 April, TNI AU memilih melaksanakan upacara secara sederhana di satuan masing-masing.
Sebaliknya TNI AU mendekatkan diri kepada rakyat dengan menggelar acara ‘Pesta Rakyat’ di Lanud Halim Perdanakusuma pada 6-7 April.
Sejumlah hiburan disajikan untuk rakyat seperti terjun payung dan joyflight. Termasuk panggung musik.
“HUT 73 ini TNI AU akan mendekatkan diri kepada masyarakat, sehingga penampilan kemampuan TNI AU sementara kami tunda dan fokus menyentuh masyarakat, upacara dilaksanakan di satuan masing-masing,” urai KSAU.
TNI AU juga memberikan apresiasi kepada awak media dengan memberikan penghargaan atas karya tulis terbaik wartawan yang menulis tentang TNI AU.
KSAU Award akan diberikan pada malam resepsi HUT TNI AU di Puri Ardhya Garini pada 9 April malam.
Inovasi saat penanganan bencana
Dituturkan KSAU kepada wartawan beberapa saat lalu di Yogyakarta, banyak inovasi sudah dilakukan TNI AU dalam satu tahun terakhir. Selain bersiaga membantu penanganan bencana di tanah air, TNI AU juga terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan operasi.
“Satu tahun ini banyak hal yang biasanya kita tempuh secara normatif, harus dicari terobosan dengan tidak keluar dari aturan yang ada. Harus lebih inovatif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Mau tidak mau harus berinovasi,” kata Yuyu.
Inovasi dimaksud Yuyu cukup banyak. Di antaranya disampaikan soal menyiapkan ratusan tandu untuk evakuasi korban bencana alam di Lombok dan Palu menggunakan pesawat.
Bahwa ternyata tandu yang tersedia tidak mencukupi untuk mengevakuasi korban menggunakan pesawat C-130 Hercules dan C295.
Korban luka banyak, namun tandu terbatas. Meminta dan mengajukan permintaan dalam kondisi emerjensi seperti itu, jelas tidak pada tempatnya.
“Kami lalu berinovasi dan gerak cepat. Kami punya Depo dan Komando Pemeliharaan, kami akhirnya buat sendiri 250 tandu untuk membantu bencana di Palu,” kata KSAU Yuyu Sutisna.
Pemeliharaan pesawat
Invoasi lain yang disebutkan Yuyu adalah dalam hal pemeliharaan pesawat Boeing B737 yang dioperasikan TNI AU.
“Dulu pemeliharaan berat selalu dilakukan di luar negeri, paling dekat di Singapura dan Malaysia. Di sisi lain kita punya GMF (Garuda Maintenance Facility) yang sudah maju,” ulas KSAU.
Dari penelusuran dan niat berinovasi itu, TNI AU pun mengirim perwiranya ke GMF untuk menjajaki kerjasama pemeliharaan pesawat.
Pada akhirnya kerjasama tersebut ditandatangani antara pihak TNI AU dengan GMF dalam bentuk MoU pada Februari 2018 saat berlangsungnya Singapore Air Show.
“Saya minta GMF memberikan supervisi kepada kami dalam hal pemeliharaan pesawat Boeing,” ucap Yuyu.
Kerjasama ini sesuai kebijakan KSAU dalam memanfaatkan Inhan (Industri Pertahanan) dalam negeri, khususnya kebijakan terkait pemeliharaan pesawat TNI AU saat ini maupun di masa mendatang.
Dengan GMF akhirnya dilakukan kerjasama pemeliharaan D-check pesawat B737 di Depohar 10 Lanud Husein Sastranegara Bandung, pesawat Hercules serta mesin.
Selain untuk meningkatkan kemampuan Depohar TNI AU, kerjasama ini juga dimaksudkan untuk mengefektifkan penggunaan anggaran yang ada. Yuyu yakin, jika dilakukan sendiri oleh teknisi TNI AU, dipastikan biaya yang harus dikeluarkan akan jauh berkurang.
Hanya saja untuk mencapai tahap itu, TNI AU harus berinvestasi membeli tool kits, alat kerja. Bagi Yuyu tidak masalah, sejauh sesuai aturan dan dengan maksud baik.
“Kita investasi beli tool kits agar bisa memlihara Boeing. Kita laksanakan pemeliharaan pesawat pertama Boeing dan hasilnya ternyata lebih cepat. Memang ada yang tanya, kok boleh, saya pikir selama sesuai aturan dan ada check list, quality control, tidak ada masalah. Jadi jangan ada keraguan,” tutur KSAU panjang lebar.
Hasil akhirnya memang luar biasa. Selain proses pengerjaannya lebih cepat, TNI AU juga bisa menghemat anggaran Rp 11 miliar untuk satu kali pemeliharaan.
“Itu salah satu inovasi yang kita lakukan. Banyak lagi, kita berpikir out of the box, berani sesuai aturan yang ada,” ujar Yuyu.
Pembangunan Koopsau III
Terkait pembangunan kekuatan, KSAU juga menuturkan pekerjaan melengkapi Koopsau III yang saat ini tengah berlangsung di Indonesia Timur.
Saat ini TNI AU sedang membangun infrastruktur di Biak, yang direncanakan untuk bangunan Mako Koopsau III akan selesai tahun ini.
Dengan pengembangan organisasi ini, masalahnya kemudian adalah kebutuhan personel. KSAU mengakui kekurangan personel di level bintara, tamtama, dan perwira menengah.
“Untuk pemenuhan personel di Koopsau III jadi masalah karena kita zero growth, hanya mengganti yang pensiun namun di sisi lain organisasi dimekarkan,” ulasnya.
Sebagai solusi, jelas KSAU, untuk mengisi kebutuhan personel ini pihaknya tidak mengacu kepada DSPP (daftar susunan personel dan perlengkapan).
“Kita tidak bisa samakan Lanud Halim tipe A dengan Lanud Biak yang juga tipe A. Yang penting satuan itu bisa melaksanakan tugasnya. Karena kalau mengejar jumlah personel, akan sulit bagi kita mencapai tahap ideal.”
Terkait Koopsau III, TNI AU akan membentuk Skadron 33 di Makassar. Ini adalah skadron angkut berat menggunakan pesawat Hercules.
Kenapa segera dibentuk di Makassar, karena, jelas KSAU, di sana sudah dibentuk Divisi III Kostrad yang salah satu tugasnya adalah PPRC.
“Mereka pasukan mobilisasi cepat sehingga harus didukung skadron angkut strategis. Karena pesawat Hercules tipe J belum datang, pesawat yang ada akan kita bagi tiga dan ditempatkan di Makassar,” ujar Yuyu.
Sementara di Biak akan dibentuk Skadron 27 yang alutsistanya diambilkan dari CN235 dan C295.
Juga akan bentuk Skadron 9 helikopter. Delapan heli EC725 Cougar sudah dipesan melalui kontrak dengan PTDI. Kalau tidak ada perubahan, Skadron 9 akan berada di Jayapura.
Pengadaan alutsista lainnya
Selain membeli enam pesawat amfibi spesialis pemadam kebakaran Canadair CL-415 dari Kanada, TNI AU juga dalam proses pengadaan lima pesawat Hercules tipe J, sembilan Casa C212 dari PTDI, dan UAV.
Belum lagi sistem rudal NASAMS (National Advanced Surface to Air Missile System) dari Norwegia, rudal AMRAAM, enam radar GCI, satu radar medium, satu radar pasif.
“Nanti 2021 akan berdatangan semua,” urai KSAU.
Sementara terkait pengganti F-5 Tiger II, Yuyu mengatakan bahwa TNI AU sudah menyerahkan semua persyaratan kebutuhan kepada Kementerian Pertahanan.
“Tugas kami sudah selesai, sekarang tinggal di Kemhan yang masih harus menyelesaikan beberapa persoalan seperti soal imbal dagang dan regulasi lainnya. Kami ingin segera mengganti F-5,” aku Yuyu.
Meski kontrak pengadaan Su-35 belum efektif, TNI AU telah melakukan persiapan sarana dan prasarana. Seperti pembangunan hangar, apron, dan shelter di Skadron 14. Program pembangunan infrastukrtur harus dijalankan karena hangar yang ada sangat kecil dan shelter-nya pendek.
Untuk itu karena proses pengadaan Su-35 belum efektif, Marsekal Yuyu mengakui pihaknya belum mengirim personel calon penerbang Su-35 ke Rusia.
“Tunggu kontrak efektif baru prosesnya berjalan. Namun kami sudah menyiapkan, saya tidak katakan Sukhoi 35, apapun pengganti F-5, kami sudah menyiapkan penerbangnya,” ujar Yuyu.
Ditambahkannya, otomatis calon penerbangnya dari Skadron 14 dan juga Skadron 11. “Orang-orang inilah yang akan kita manfaatkan.”
Operasi malam hari
Selain modernisasi alutsista, KSAU juga membuat program peningkatan kemampuan terbang malam di skadron tempur. Di tahun ini diagendakan seluruh skadron beroperasi malam.
Bahkan untuk pesawat EMB-314 Super Tucano dari Skadron 21, sudah melaksanakan sampai pengeboman malam dan intersepsi malam.
Dengan tetap dalam koridor keselamatan terbang, setali tiga uang TNI AU juga meningkatkan kesiapan radar untuk mendukung latihan terbang malam.
“Target saya tahun ini seluruh pesawat tempur bisa melaksanakan operasi malam, selama ini hanya terbang malam saja bukan operasi malam,” ucap KSAU Marsekal TNI yuyu Sutisna.
Dirgahayu TNI AU ke-73, sayap pelindung tanah air Indonesia yang dibanggakan.
TNI AU genap berusia 73 tahun. Sebuah perjalanan panjang angkatan perang yang terbentuk tidak sampai setahun sejak Republik Indonesia merdeka. Bahkan TNI AU (ketika itu AURI) lebih dulu terbentuk daripada Angkatan Udara Amerika Serikat, yang diresmikan pada 18 September 1947.
Memasuki usia 73 tahun, TNI AU sudah melalui begitu banyak periodesasi sejak dibentuk.
Dengan modal pesawat bekas Belanda dan Jepang, para pendiri AURI telah merintis sebuah angkatan udara yang kelak 15 tahun setelah dibentuk, mewujud sebagai angkatan udara terkuat di belahan bumi Selatan.
Maka hari ini, seperti disampaikan KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna beberapa waktu lalu, TNI AU menyambut hari jadinya dengan jargon: TNI AU yang Profesional Militan dan Inovatif.
“Apa yang kita miliki harus bisa digunakan untuk kepentingan operasi dan kemanusiaan,” ujar Marsekal Yuyu yang merupakan penerbang pesawat tempur F-5E/F Tiger II.
Hanya saja dalam peringatan hari jadi tahun ini, TNI AU tidak merayakannya secara meriah dengan parade, defile dan flypast pesawat. Padahal sudah menjadi aturan TNI, peringatan ulang tahun dilaksanakan secara besar-besaran dua tahun sekali.
Bisa jadi karena peringatannya berdekatan dengan waktu pelaksanaan Pilpres/Pileg pada 17 April, TNI AU memilih melaksanakan upacara secara sederhana di satuan masing-masing.
Sebaliknya TNI AU mendekatkan diri kepada rakyat dengan menggelar acara ‘Pesta Rakyat’ di Lanud Halim Perdanakusuma pada 6-7 April.
Sejumlah hiburan disajikan untuk rakyat seperti terjun payung dan joyflight. Termasuk panggung musik.
“HUT 73 ini TNI AU akan mendekatkan diri kepada masyarakat, sehingga penampilan kemampuan TNI AU sementara kami tunda dan fokus menyentuh masyarakat, upacara dilaksanakan di satuan masing-masing,” urai KSAU.
TNI AU juga memberikan apresiasi kepada awak media dengan memberikan penghargaan atas karya tulis terbaik wartawan yang menulis tentang TNI AU.
KSAU Award akan diberikan pada malam resepsi HUT TNI AU di Puri Ardhya Garini pada 9 April malam.
Inovasi saat penanganan bencana
Dituturkan KSAU kepada wartawan beberapa saat lalu di Yogyakarta, banyak inovasi sudah dilakukan TNI AU dalam satu tahun terakhir. Selain bersiaga membantu penanganan bencana di tanah air, TNI AU juga terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan operasi.
“Satu tahun ini banyak hal yang biasanya kita tempuh secara normatif, harus dicari terobosan dengan tidak keluar dari aturan yang ada. Harus lebih inovatif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Mau tidak mau harus berinovasi,” kata Yuyu.
Inovasi dimaksud Yuyu cukup banyak. Di antaranya disampaikan soal menyiapkan ratusan tandu untuk evakuasi korban bencana alam di Lombok dan Palu menggunakan pesawat.
Bahwa ternyata tandu yang tersedia tidak mencukupi untuk mengevakuasi korban menggunakan pesawat C-130 Hercules dan C295.
Korban luka banyak, namun tandu terbatas. Meminta dan mengajukan permintaan dalam kondisi emerjensi seperti itu, jelas tidak pada tempatnya.
“Kami lalu berinovasi dan gerak cepat. Kami punya Depo dan Komando Pemeliharaan, kami akhirnya buat sendiri 250 tandu untuk membantu bencana di Palu,” kata KSAU Yuyu Sutisna.
Pemeliharaan pesawat
Invoasi lain yang disebutkan Yuyu adalah dalam hal pemeliharaan pesawat Boeing B737 yang dioperasikan TNI AU.
“Dulu pemeliharaan berat selalu dilakukan di luar negeri, paling dekat di Singapura dan Malaysia. Di sisi lain kita punya GMF (Garuda Maintenance Facility) yang sudah maju,” ulas KSAU.
Dari penelusuran dan niat berinovasi itu, TNI AU pun mengirim perwiranya ke GMF untuk menjajaki kerjasama pemeliharaan pesawat.
Pada akhirnya kerjasama tersebut ditandatangani antara pihak TNI AU dengan GMF dalam bentuk MoU pada Februari 2018 saat berlangsungnya Singapore Air Show.
“Saya minta GMF memberikan supervisi kepada kami dalam hal pemeliharaan pesawat Boeing,” ucap Yuyu.
Kerjasama ini sesuai kebijakan KSAU dalam memanfaatkan Inhan (Industri Pertahanan) dalam negeri, khususnya kebijakan terkait pemeliharaan pesawat TNI AU saat ini maupun di masa mendatang.
Dengan GMF akhirnya dilakukan kerjasama pemeliharaan D-check pesawat B737 di Depohar 10 Lanud Husein Sastranegara Bandung, pesawat Hercules serta mesin.
Selain untuk meningkatkan kemampuan Depohar TNI AU, kerjasama ini juga dimaksudkan untuk mengefektifkan penggunaan anggaran yang ada. Yuyu yakin, jika dilakukan sendiri oleh teknisi TNI AU, dipastikan biaya yang harus dikeluarkan akan jauh berkurang.
Hanya saja untuk mencapai tahap itu, TNI AU harus berinvestasi membeli tool kits, alat kerja. Bagi Yuyu tidak masalah, sejauh sesuai aturan dan dengan maksud baik.
“Kita investasi beli tool kits agar bisa memlihara Boeing. Kita laksanakan pemeliharaan pesawat pertama Boeing dan hasilnya ternyata lebih cepat. Memang ada yang tanya, kok boleh, saya pikir selama sesuai aturan dan ada check list, quality control, tidak ada masalah. Jadi jangan ada keraguan,” tutur KSAU panjang lebar.
Hasil akhirnya memang luar biasa. Selain proses pengerjaannya lebih cepat, TNI AU juga bisa menghemat anggaran Rp 11 miliar untuk satu kali pemeliharaan.
“Itu salah satu inovasi yang kita lakukan. Banyak lagi, kita berpikir out of the box, berani sesuai aturan yang ada,” ujar Yuyu.
Pembangunan Koopsau III
Terkait pembangunan kekuatan, KSAU juga menuturkan pekerjaan melengkapi Koopsau III yang saat ini tengah berlangsung di Indonesia Timur.
Saat ini TNI AU sedang membangun infrastruktur di Biak, yang direncanakan untuk bangunan Mako Koopsau III akan selesai tahun ini.
Dengan pengembangan organisasi ini, masalahnya kemudian adalah kebutuhan personel. KSAU mengakui kekurangan personel di level bintara, tamtama, dan perwira menengah.
“Untuk pemenuhan personel di Koopsau III jadi masalah karena kita zero growth, hanya mengganti yang pensiun namun di sisi lain organisasi dimekarkan,” ulasnya.
Sebagai solusi, jelas KSAU, untuk mengisi kebutuhan personel ini pihaknya tidak mengacu kepada DSPP (daftar susunan personel dan perlengkapan).
“Kita tidak bisa samakan Lanud Halim tipe A dengan Lanud Biak yang juga tipe A. Yang penting satuan itu bisa melaksanakan tugasnya. Karena kalau mengejar jumlah personel, akan sulit bagi kita mencapai tahap ideal.”
Terkait Koopsau III, TNI AU akan membentuk Skadron 33 di Makassar. Ini adalah skadron angkut berat menggunakan pesawat Hercules.
Kenapa segera dibentuk di Makassar, karena, jelas KSAU, di sana sudah dibentuk Divisi III Kostrad yang salah satu tugasnya adalah PPRC.
“Mereka pasukan mobilisasi cepat sehingga harus didukung skadron angkut strategis. Karena pesawat Hercules tipe J belum datang, pesawat yang ada akan kita bagi tiga dan ditempatkan di Makassar,” ujar Yuyu.
Sementara di Biak akan dibentuk Skadron 27 yang alutsistanya diambilkan dari CN235 dan C295.
Juga akan bentuk Skadron 9 helikopter. Delapan heli EC725 Cougar sudah dipesan melalui kontrak dengan PTDI. Kalau tidak ada perubahan, Skadron 9 akan berada di Jayapura.
Pengadaan alutsista lainnya
Selain membeli enam pesawat amfibi spesialis pemadam kebakaran Canadair CL-415 dari Kanada, TNI AU juga dalam proses pengadaan lima pesawat Hercules tipe J, sembilan Casa C212 dari PTDI, dan UAV.
Belum lagi sistem rudal NASAMS (National Advanced Surface to Air Missile System) dari Norwegia, rudal AMRAAM, enam radar GCI, satu radar medium, satu radar pasif.
“Nanti 2021 akan berdatangan semua,” urai KSAU.
Sementara terkait pengganti F-5 Tiger II, Yuyu mengatakan bahwa TNI AU sudah menyerahkan semua persyaratan kebutuhan kepada Kementerian Pertahanan.
“Tugas kami sudah selesai, sekarang tinggal di Kemhan yang masih harus menyelesaikan beberapa persoalan seperti soal imbal dagang dan regulasi lainnya. Kami ingin segera mengganti F-5,” aku Yuyu.
Meski kontrak pengadaan Su-35 belum efektif, TNI AU telah melakukan persiapan sarana dan prasarana. Seperti pembangunan hangar, apron, dan shelter di Skadron 14. Program pembangunan infrastukrtur harus dijalankan karena hangar yang ada sangat kecil dan shelter-nya pendek.
Untuk itu karena proses pengadaan Su-35 belum efektif, Marsekal Yuyu mengakui pihaknya belum mengirim personel calon penerbang Su-35 ke Rusia.
“Tunggu kontrak efektif baru prosesnya berjalan. Namun kami sudah menyiapkan, saya tidak katakan Sukhoi 35, apapun pengganti F-5, kami sudah menyiapkan penerbangnya,” ujar Yuyu.
Ditambahkannya, otomatis calon penerbangnya dari Skadron 14 dan juga Skadron 11. “Orang-orang inilah yang akan kita manfaatkan.”
Operasi malam hari
Selain modernisasi alutsista, KSAU juga membuat program peningkatan kemampuan terbang malam di skadron tempur. Di tahun ini diagendakan seluruh skadron beroperasi malam.
Bahkan untuk pesawat EMB-314 Super Tucano dari Skadron 21, sudah melaksanakan sampai pengeboman malam dan intersepsi malam.
Dengan tetap dalam koridor keselamatan terbang, setali tiga uang TNI AU juga meningkatkan kesiapan radar untuk mendukung latihan terbang malam.
“Target saya tahun ini seluruh pesawat tempur bisa melaksanakan operasi malam, selama ini hanya terbang malam saja bukan operasi malam,” ucap KSAU Marsekal TNI yuyu Sutisna.
Dirgahayu TNI AU ke-73, sayap pelindung tanah air Indonesia yang dibanggakan.
★ TNI AU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.