Senin, 02 September 2013

Strategi Armada Sriwijaya, Membangkitkan Kejayaan Indonesia Berbasis Maritim (Serial Negeri Bahari, Part 2)

by Salim

Kehidupan negara-negara hanyalah pengulangan dalam skala yang lebih besar, kehidupan sel-sel komponen mereka; dan siapa yang tidak mampu memahami rahasia atau misteri reaksi, hukum yang menentukan gerakan individu, tidak akan pernah dapat mengatakan suatu berfaedah untuk didengarkan tentang perjuangan negara-negara. (Marcel Proust)[1]

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Menggenggam Tanah Air Indonesia, Indonesia Dahsyat sebuah Negeri yang memiliki peradaban yang sangat Mulia namun rakyatnya melupakan dan menguburnya diharibaan ibu Pertiwi. Kami akan melanjutkan menulis serial tentang Negeri Bahari semoga Bangsa ini dapat kembali melihat kejayaan peradaban masa lampau sebagai pijakan untuk membuka mata bathin rakyat Indonesia akan kebesarannya sebagai Bangsa Maritim. Mulai dari Sriwijaya – Majaphit – Mataram – Masa Kolonial Belanda – Kemerdekaan – OrdeLama – OrdeBaru-EraReformasi – Dan Kebangkitan Indonesia sebagai Bangsa Bahari. Kami akan terus mengumpulkan ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dan kita yakin akan banyak menemui kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah atau kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah, setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi. Kami berharap dengan menelusuri sejarah dan kejadian yang dituangkan dalam website ini kelak akan bisa memberi sumbangsih bagi pemikiaran kebangkitan Indonesia berbasis Maritim.

3. Show of force armada perang Sriwijaya mengarungi lautan

Sriwijaya adalah sebuah kerajaan atau kedatuan besar yang terletak di Pulau Sumatera, tepatnya di Kota Palembang. Dalam bahasa Sansekerta, Sri berarti “bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.[2] Wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Nusantara, Malagasi, Philipina, Thailand sampai Tahiti. Dapat dibayangkan, ketika jaman itu, ada sebuah negeri yang terletak di negara ini telah menguasai wilayah yang luas sedemikian rupa. Betapa hebatnya bila kita mampu berfikir secara arif dan berfikirlah dengan otak dan bathin niscaya akan menembus lorong waktu keperadaban kejayaan suatu bangsa. Untuk pengaktualisasian kekuasaannya, Sriwijaya menggerakkan kapal-kapal perangnya untuk unjuk gigi sekaligus menjadi pernyataan kehadirannya di laut sebagai Bangsa Bahari. Tujuan eklusif dari langkah ini tentu saja sebagai efek getar bagi negeri-negeri lain yang memiliki keinginan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dan juga, sebagai penekanan bagi kapal-kapal niaga yang melintasi wilayah kedaulatan Sriwijaya untuk singgah di negeri itu. Kapal-kapal perang Sriwijaya yang berjumlah banyak setiap saat melakukan patroli di wilayah laut Sriwijaya sehingga tidak memberikan celah bagi negeri lain untuk mengintip kelemahannya. Deterrence strategy yang dilakukan Sriwijaya-sangat berhasil, setidaknya hal tersebut dapat dilihat dari berapa lama kedatuan itu berdiri. Strategi tersebut memunculkan rasa segan pada negeri-negeri lain sehingga mengeliminir niat dan tindakan untuk mengganggu stabilitas Sriwijaya.

Belajar dari Sriwijaya, memang sudah sepantasnya bila Indonesia memiliki kapal-kapal perang yang mumpuni baik dalam jumlah maupun kualitas. Memandang aspek ancaman-yang jelas disaat ini lebih multi dimensi. Kembali lagi, sudah sepantasnya Indonesia memiliki kapal-kapal perang yang mumpuni. Hal ini tentu saja saat mempengaruhi kondisi Indonesia dalam atmosfer diplomasi dengan negara-negara lain baik regional maupun internasional. Kehadiran unsur-unsur perang yang sedang melakukan patroli di laut teritorial NKRI menciptakan show of force yang tentu saja menciptakan arti; sebuah kedaulatan yang terjaga. Ibarat sebuah rumah yang dijaga siang dan malam, tentu saja akan membuat siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan akan mengurungkan niatnya. Demikian juga sebaliknya, sebuah rumah yang tidak terjaga akan mengundang orang-orang untuk mengaplikasikan niatnya jahatnya dalam sebuah tindakan nyata. Show of force kekuatan armada perang di laut teritorial sangat berarti demi menegakkan kedaulatan di laut dan kedaulatan negara seutuhnya.

4. Penguasaan wilayah maritim yang memiliki fungsi strategis

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda.[3]
Untuk mengoptimalisasikan perekonomiannya, Sriwijaya melakukan penguasaan wilayah-wilayah maritim yang memiliki fungsi strategis. Hal tersebut sangat disadari oleh Sriwijaya-oleh karena itu kedatuan itu melakukan ekspansi militer untuk menguasai wilayah maritim seperti; Selat Malaka, Selat Sunda, Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya. Untuk mengaplikasikan niatnya, tak jarang Sriwijaya melakukan ekspansi militer untuk memerangi wilayah maritim yang dikehendaki dan menjadikan daerah taklukannya sebagai bagian dari Sriwijaya. Penguasaan wilayah maritim yang memiliki potensi strategis sangat penting dalam pandangan kewilayahan Sriwijaya. Sebagai sebuah negeri maritim tentu saja itu merupakan hal yang mutlak untuk benar-benar dapat mengoptimalkan perannya sebagai Bangsa Bahari. Belajar dari Sriwijaya, untuk mendukung peran Indonesia sebagai negara maritim-langkah terpenting bagi Indonesia adalah mengoptimalkan wilayah-wilayah maritim yang dimiliki terutama yang memiliki potensi strategis. Keberhasilan Indonesia sebagai negara maritim sangat tergantung dengan penguasaan dan pengelolaan wilayah maritimnya. Adanya bukti empiris bahwa penguasaan laut merupakan superioritas suatu bangsa. Dalam konteks ini, penguasaan laut dilakukan oleh Angkatan Laut sebagai aktor penjaga kedaulatan di laut. Dalam teoritikus strategi militer, dua pakar memberikan teori kekuatan laut yang saling melengkapi yaitu Sir Julian Corbett dan Alfred T Mahan.[4]

Menurut Alfred T Mahan dalam bukunya yang berjudul “The Influence of Sea Power upon History 1660-1753” yang terbit pada tahun 1890 menyebutkan betapa pentingnya peran laut sebagai aspek kekuatan sebuah bangsa. Dia menyatakan bahwa: “Barang siapa yang menguasai laut dunia maka dia dapat memaksakan kehendaknya atas negara-negara yang melaluinya sesuai dengan kondisi hukum yang berlaku pada setiap wahana laut yang dilaluinya..”Mahan menunjukkan ada 6 unsur yang menentukan bagi perkembangan kekuatan laut, yaitu: kedudukan geografis, bentuk tanah dan pantainya, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk, dan sifat pemerintah serta lembaga-lembaga nasionalnya. Teori strategi militer memberikan pernyataan bahwa misi Angkatan Laut adalah “menguasai pengendalian laut” dan “mengeksploitasi pengendalian laut untuk menguasai pengendalian darat.” Dalam hal ini, Sir Julian Corbett berpendapat bahwa peran Angkatan Laut adalah mendukung kekuatan darat. Ia membangun analisis lengkap kekuatan laut yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Some Principles of Maritime Strategy. Pada wilayah ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan betapa pentingnya menguasai dan melaksanakan pengendalian laut. Sebagai bangsa bahari, tentulah penting bagi Indonesia untuk melaksanakannya. Dari jaman lampau-kebesaran Kedatuan Sriwijaya hal itu telah dilakukan secara maksimal sebagai misi pokok kebaharian Sriwijaya, demikian juga ketertarikan penguasaan dan pengendalian laut telah memunculkan dua nama pakar strategi militer yang telah mendunia. Jadi, sudah sepatutnya bila strategi piawai dalam penguasaan dan pengendalian laut ini diaplikasikan secara maksimal oleh negara kita yang tercinta ini.

5. Meletakkan benteng di wilayah maritim

Ternyata menguasai wilayah maritim yang memiliki potensi-bukanlah langkah akhir dari strategi Sriwijaya. Itu adalah awal! Langkah berikutnya adalah melakukan aspek meletakkan benteng di wilayah itu-yang berguna sebagai lambang kedaulatannya sebagai negeri bahari. Itu berarti; wilayah tersebut di bawah kekuasaan Sriwijaya dan itu teraplikasi sebuah pengawasan yang melekat oleh Sriwijaya. Seperti dijelaskan di atas, setelah Sriwijaya melakukan ekspansi militer untuk menguasai Kerajaan Melayu dan Tulang Bawang sehingga drastic menguasai Selat Sunda dan Selat Malaka. Kemudian meletakkan benteng di Selat Malaka di Sabak dan benteng Selat Sunda di letakkan di Riding Panjang. Kedua benteng yang dikenal sebagai benteng air itu berfungsi untuk mengawasi situasi yang ada di selat Malaka dan Sekat Sunda. Selaras dengan strategi militer yang memiliki siklus yang disebut siklus Boyd.Siklus yang dapat disingkat sebagai OODA yang berarti Observation (pengamatan), Orientation (pengarahan), Decision (keputusan), dan Action (tindakan).[5] Peletakan benteng yang dilakukan Sriwijaya berfungsi sebagai Observation (pengamatan) tingkat lanjut-tidak bertujuan untuk menundukkan wilayah yang memang jelas telah dikuasainya-akan tetapi lebih memilih alasan sebagai keberlanjutan pengawasan untuk melanggengkan penguasaan wilayah tersebut.

Belajar dari Sriwijaya, maka Indonesia sebagai Negara maritim harus memiliki ‘benteng-benteng’ pengawas untuk memberikan atmosphere pengamanan untuk daerah-daerah maritime yang dimilikinya. Terutama wilayah pulau-pulau terpencil yang menjadi wilayah NKRI. Seperti kita sadari bersama-bahwa sangat banyak Negara-negara lain yang ingin bermain di halaman perairan kita yang sangat dominan ini. Sangat banyak! Dan tentu saja mereka ingin melakukan akfitas yang tentu sangat merugikan Negara kita. Lihat saja, berapa banyak Negara yang dirugikan oleh illegal fishing yang dilakukan oleh KIA (Kapal Ikan Asing)? Belum lagi pencurian BMKT (Barang Muatan Kapal Tenggelam) yang bernilai tinggi, dan kegiatan-kegiatan yang lain. ‘Benteng’-untuk masa sekarang lebih bermakna luas, tidak hanya berdefinisi bangunan beton yang kokoh di tepi laut-lebih bermakna bagaimana langkah pemerintah untuk mengawasi wilayah negaranya semaksimal mungkin, terutama wilayah perbatasan Negara.

Bersambung…. (Serial Negeri bahari, Part 3) Kerajaan Sriwijaya memerintahkan seorang Dapunta menjadi kepala daerah taklukan.

Oleh: Salim…………&……..Ade Prasetia.

Referensi: [1] Morgenthau,Hans J. (2010)Politik Antar Bangsa.Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia
[2]http://bumi-tuntungan.blogspot.com/2011/01/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html diakses pada tanggal 26 Juni 2013 Pukul 07.57 WIB [3]http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi diakses pada tanggal 20 Juni 2013 Pukul 09.58 WIB [4]Elleman, B.A. 2007. Waves of Hope: The US Navy’s Response to Tsunami in Northern Indonesia. Newport: Naval War College Press, hal.107 [5]Osinga, F. 2005. Science, Strategy, and War: The Strategic Theory of John Boyd. PhD Dissertation.University of Leiden, hal. 2

  ● Lembaga KERIS  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...