Belum Ada Kesepakatan Indonesia menolak permintaan ekstradisi dari pemerintah Rusia. Demikian hal tersebut dilaporkan Tempo.co, mengutip pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. Permintaan tersebut disampaikan Rusia melalui Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev dalam pertemuannya dengan Presiden RI Joko Widodo di Jakarta.
"Saat ini, ada enam orang Rusia yang ditahan di Indonesia. Salah satunya, gembong narkoba. Rusia minta keenam orang ini diekstradisi, tapi secara hukum, Indonesia tidak bisa mengekstradisi mereka," kata Luhut di Kompleks Istana, Rabu (10/2).
Sebagaimana yang dilaporkan Tempo.co, pemerintah, menurut Luhut, tidak bisa memenuhi permintaan ekstradisi karena Indonesia tidak memiliki perjanjian terkait dengan Rusia. Namun demikian, Indonesia bersedia memberikan informasi mengenai warga Rusia yang ditangkap di Indonesia.
Ekstradisi Perlu MLA
Menanggap hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan ekstradisi bisa terjadi jika Indonesia sudah membuat perjanjian "Mutual Legal Asisstance" (MLA). Menurut sang menteri, Rusia sudah menyerahkan rancangan MLA dan akan dibahas oleh pemerintah Indonesia.
Yasonna mengatakan tingkatan ekstradisi harus didahului dengan penandatanganan nota kesepahaman. Setelah itu, barulah akan diadakan pembahasan perjanjian kerja sama dan penandanganan traktat mengenai ekstradisi.
Opsi lainnya, menurut Yasonna, adalah pelaksanaan hukuman di Rusia. Namun, mekanisme ini baru bisa dilakukan jika Indonesia sudah memiliki undang-undang transfer hukuman. "Hal semacam itu juga pernah diminta Iran dan Australia. Namun, yang seperti ini belum ada di undang-undang kita," kata sang menteri.
Patrushev bertolak ke Jakarta pada Selasa (9/2) untuk membahas mengenai sejumlah hal dalam lingkup militer, penanganan terorisme, intelijen, siber, narkoba, dan hukum.
Setelah dari Jakarta, hari ini, Rabu (10/2), Patrushev akan melanjutkan kunjungannya ke Thailand untuk menghadiri konsultasi ahli di Bangkok dalam rangka kerja sama antara aparat dari Dewan Keamanan Rusia dan Dewan Keamanan Nasional Thailand.
"Saat ini, ada enam orang Rusia yang ditahan di Indonesia. Salah satunya, gembong narkoba. Rusia minta keenam orang ini diekstradisi, tapi secara hukum, Indonesia tidak bisa mengekstradisi mereka," kata Luhut di Kompleks Istana, Rabu (10/2).
Sebagaimana yang dilaporkan Tempo.co, pemerintah, menurut Luhut, tidak bisa memenuhi permintaan ekstradisi karena Indonesia tidak memiliki perjanjian terkait dengan Rusia. Namun demikian, Indonesia bersedia memberikan informasi mengenai warga Rusia yang ditangkap di Indonesia.
Ekstradisi Perlu MLA
Menanggap hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan ekstradisi bisa terjadi jika Indonesia sudah membuat perjanjian "Mutual Legal Asisstance" (MLA). Menurut sang menteri, Rusia sudah menyerahkan rancangan MLA dan akan dibahas oleh pemerintah Indonesia.
Yasonna mengatakan tingkatan ekstradisi harus didahului dengan penandatanganan nota kesepahaman. Setelah itu, barulah akan diadakan pembahasan perjanjian kerja sama dan penandanganan traktat mengenai ekstradisi.
Opsi lainnya, menurut Yasonna, adalah pelaksanaan hukuman di Rusia. Namun, mekanisme ini baru bisa dilakukan jika Indonesia sudah memiliki undang-undang transfer hukuman. "Hal semacam itu juga pernah diminta Iran dan Australia. Namun, yang seperti ini belum ada di undang-undang kita," kata sang menteri.
Patrushev bertolak ke Jakarta pada Selasa (9/2) untuk membahas mengenai sejumlah hal dalam lingkup militer, penanganan terorisme, intelijen, siber, narkoba, dan hukum.
Setelah dari Jakarta, hari ini, Rabu (10/2), Patrushev akan melanjutkan kunjungannya ke Thailand untuk menghadiri konsultasi ahli di Bangkok dalam rangka kerja sama antara aparat dari Dewan Keamanan Rusia dan Dewan Keamanan Nasional Thailand.
★ RBTH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.