Untuk Pembebasan Kapal Tanker Kapal tanker berbendera Korsel, Hankuk Chemi, dikawal kapal Garda Revolusi Iran, dalam foto yang dirilis Tasnim News Agency pada 4 Januari (Tasnim News Agency via AP) ★
Otoritas Korea Selatan (Korsel) mengirim delegasi khusus ke Iran untuk mengupayakan pembebasan kapal tanker yang disita di perairan Teluk oleh militer Iran.
Sementara seorang diplomat senior Korsel akan melanjutkan rencana kunjungan ke Teheran pada Minggu (10/1) mendatang di tengah ketegangan terkait lebih dari US$ 7 miliar dana Iran yang dibekukan di bank Korsel karena sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS).
"Dalam waktu sedini mungkin, delegasi tingkat kerja yang dipimpin oleh direktur regional akan dikirim ke Iran untuk berupaya menyelesaikan masalah di lapangan melalui negosiasi bilateral," cetus juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Choi Young-Nam, seperti dilansir Reuters, Selasa (5/1/2021).
Pengerahan itu diumumkan saat Kementerian Luar Negeri Korsel memanggil Duta Besar (Dubes) Iran untuk Korsel guna mendesak pembebasan kapal tanker berbendera Korsel dan 20 anak buah kapal (ABK) di dalamnya.
Kapal tanker bernama Hankuk Chemi itu membawa muatan kargo ethanol lebih dari 7 ribu ton, saat disita militer Iran pada Senin (4/1) waktu setempat, karena tuduhan pelanggaran polusi seperti dilaporkan media-media Iran. Kapal tanker itu, menurut Associated Press, sedang berlayar dari Jubail, Arab Saudi menuju Fujairah, Uni Emirat Arab saat dicegat miiter Iran.
Ada ABK WNI
Saat ditanya soal status ABK kapal sebelum dia memenuhi panggilan di Kementerian Luar Negeri Korsel, Dubes Iran, Saeed Badamchi Shabestari, menuturkan kepada wartawan bahwa 'semuanya selamat'. ABK di dalam kapal tanker itu, menurut Garda Revolusi Iran, berasal dari Indonesia, Myanmar, Korsel dan Vietnam. Tidak dijelaskan secara detail berapa jumlah ABK asal Indonesia.
Kementerian Pertahanan Korsel dalam pernyataan seperti dilansir Associated Press, menyatakan telah mengirimkan unit anti-pembajakan ke dekat Selat Hormuz -- berupa kapal destroyer kelas 4.000 ton dengan 300 pasukan di dalamnya. Choi menambahkan bahwa seorang diplomat Korsel yang berkantor di Iran telah dikirimkan ke lokasi kapal tanker itu ditahan.
Operator kapal tanker itu, Taikun Shipping Co. Ltd. yang berbasis di Busan, menuturkan kepada Reuters bahwa tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa sebelum penyitaan dilakukan, pihak berwenang Iran sedang menyelidiki kemungkinan pelanggaran aturan lingkungan.
"Jika itu benar-benar pencemaran laut, seperti mereka (media Iran-red) katakan, penjaga pantai seharusnya mendekati kapal terlebih dahulu. Tapi sebaliknya, tentara bersenjata yang mendekati awak kapal dan mengatakan mereka perlu diselidiki," ucap Direktur Manajemen Taikun, Lee Chun-hee.
Insiden ini terjadi sebelum Wakil Menteri Luar Negeri Korsel, Choi Jong-kun, melakukan kunjungan terjadwal ke Teheran untuk membahas tuntutan Iran agar dana yang dibekukan di Korsel, bisa dicairkan. Kementerian Luar Negeri Korsel menyatakan Wakil Menteri Choi akan tetap melakukan kunjungan dan membahas 'berbagai isu' antara kedua negara.
Korsel Kerahkan Kapal Perang ke Selat Hormuz
Kapal tanker MT Hankuk Chemi yang membawa 7.200 ton "bahan kimia berbasis minyak" ditahan otoritas Iran atas dugaan pelanggaran batas wilayah dan pencemaran lingkungan, demikian klaim Garda Revolusi. Saat ini kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Bandar Abbas.
MT Hankuk Chemi yang membawa 20 orang awak, beberapa diantaranya berasal dari Indonesia, sedang berlayar dari Jubail di Arab Saudi ke Fujairah di Uni Emirat Arab saat disergap militer Iran, Senin (4/1). Semua awak kapal diberitakan berada dalam tahanan aparat keamanan.
Menanggapi insiden tersebut, pemerintah di Seoul bereaksi cepat dengan mengirimkan unit anti bajak laut, Cheonghae, ke Selat Hormuz. Pasukan khusus ini tiba dengan menumpang kapal perusak Coi Young selasa (5/2). Belum jelas misi apa yang diemban pasukan elit anti perompak Korea Selatan tersebut.
Sejauh ini pemerintah di Seoul mengindikasikan akan menggunakan jalur diplomatik guna meluruskan situasi. Kemenlu Korea Selatan sudah menyatakan bakal mengirimkan delegasi ke Iran "sedini mungkin" untuk menegosiasikan pembebasan.
Perusahaan yang mengoperasikan MT Hankuk Chemi, DM Shipping, menolak tuduhan pemerintah Iran bahwa kapalnya melanggar protokol lingkungan. Kepada Reuters, manajemen perusahaan mengatakan awalnya Garda Revolusi mengklaim ingin melakukan pemeriksaan tak terjadwal, namun kemudian memerintahkan kapten kapal mengubah haluan dan melabuh ke pelabuhan Iran.
Setelah kehilangan kontak dengan kapten kapal, perusahaan mengaku menerima alarm anti bajak laut dari MT Hakuk Chemi. Adapun kamera pengawas yang dipasang di atas kapal dimatikan tidak lama setelah kejadian.
Unit Cheonghae sudah bermukim di Teluk Aden sejak tahun 2009 untuk menangkal ancaman bajak laut di kawasan itu. Pasukan berkekuatan 302 orang itu mengoperasikan kapal perusak berbobot 4.500 ton yang memiliki helikopter anti-kapal selam dan tiga kapal cepat, menurut buku putih pertahanan Korsel tahun 2018. Eskalasi menyusul pembekuan aset?
Insiden di Selat Hormuz terjadi ketika kedua negara sedang bersitegang ihwal aset Iran senilai USD 7 miliar atau setara dengan hampir Rp 140 triliun. Dana hasil penjualan minyak itu diparkir di bank-bank Korsel dan dibekukan menyusul sanksi AS.
Televisi Iran sebelumnya sempat mengabarkan, Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Choi Jong-kun dijadwalkan akan menyambangi Teheran pada awal pekan depan buat membahas tuntutan Iran perihal asetnya tersebut. Namun Selasa (5/1) Kemenlu di Seoul mengumumkan "saat ini belum ada kejelasan" terkait lawatan Choi.
Korea Selatan merupakan salah satu pelanggan terbesar pembeli minyak dari Iran. Mei 2020 silam, pemerintah di Seoul menunda pembelian minyak Iran setelah ditekan Amerika Serikat.
Abdolnaser Hemmati, Gubernur Bank Sentral Iran, mengklaim dana tersebut dibutuhkan untuk pemulihan pasca pandemi. Hingga pertengahan tahun lalu, Teheran dan Seoul masih menegosiasikan pembelian obat-obatan dan perlengkapan medis bernilai jutaan Dollar.
Pada Desember silam Teheran mengeluhkan gagal mencairkan dana sebesar USD 180 juta di Korea Selatan untuk membeli vaksin Covid-19, lapor Financial Times.
Meski demikian pemerintah di Teheran bersikeras menuntut Seoul, untuk mencairkan uangnya yang dibekukan tersebut. Kantor berita Iran, ILNA, menulis Minggu (3/1), kantor Kepresidenan dan Kamar Dagang Iran-Korsel sepakat akan membarter dana tersebut. Produk yang dibutuhkan Iran mencakup bantuan kemanusiaan, produk petrokimia, suku cadang kendaraan dan perlengkapan rumah tangga. (ita/ita)
Otoritas Korea Selatan (Korsel) mengirim delegasi khusus ke Iran untuk mengupayakan pembebasan kapal tanker yang disita di perairan Teluk oleh militer Iran.
Sementara seorang diplomat senior Korsel akan melanjutkan rencana kunjungan ke Teheran pada Minggu (10/1) mendatang di tengah ketegangan terkait lebih dari US$ 7 miliar dana Iran yang dibekukan di bank Korsel karena sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS).
"Dalam waktu sedini mungkin, delegasi tingkat kerja yang dipimpin oleh direktur regional akan dikirim ke Iran untuk berupaya menyelesaikan masalah di lapangan melalui negosiasi bilateral," cetus juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Choi Young-Nam, seperti dilansir Reuters, Selasa (5/1/2021).
Pengerahan itu diumumkan saat Kementerian Luar Negeri Korsel memanggil Duta Besar (Dubes) Iran untuk Korsel guna mendesak pembebasan kapal tanker berbendera Korsel dan 20 anak buah kapal (ABK) di dalamnya.
Kapal tanker bernama Hankuk Chemi itu membawa muatan kargo ethanol lebih dari 7 ribu ton, saat disita militer Iran pada Senin (4/1) waktu setempat, karena tuduhan pelanggaran polusi seperti dilaporkan media-media Iran. Kapal tanker itu, menurut Associated Press, sedang berlayar dari Jubail, Arab Saudi menuju Fujairah, Uni Emirat Arab saat dicegat miiter Iran.
Ada ABK WNI
Saat ditanya soal status ABK kapal sebelum dia memenuhi panggilan di Kementerian Luar Negeri Korsel, Dubes Iran, Saeed Badamchi Shabestari, menuturkan kepada wartawan bahwa 'semuanya selamat'. ABK di dalam kapal tanker itu, menurut Garda Revolusi Iran, berasal dari Indonesia, Myanmar, Korsel dan Vietnam. Tidak dijelaskan secara detail berapa jumlah ABK asal Indonesia.
Kementerian Pertahanan Korsel dalam pernyataan seperti dilansir Associated Press, menyatakan telah mengirimkan unit anti-pembajakan ke dekat Selat Hormuz -- berupa kapal destroyer kelas 4.000 ton dengan 300 pasukan di dalamnya. Choi menambahkan bahwa seorang diplomat Korsel yang berkantor di Iran telah dikirimkan ke lokasi kapal tanker itu ditahan.
Operator kapal tanker itu, Taikun Shipping Co. Ltd. yang berbasis di Busan, menuturkan kepada Reuters bahwa tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa sebelum penyitaan dilakukan, pihak berwenang Iran sedang menyelidiki kemungkinan pelanggaran aturan lingkungan.
"Jika itu benar-benar pencemaran laut, seperti mereka (media Iran-red) katakan, penjaga pantai seharusnya mendekati kapal terlebih dahulu. Tapi sebaliknya, tentara bersenjata yang mendekati awak kapal dan mengatakan mereka perlu diselidiki," ucap Direktur Manajemen Taikun, Lee Chun-hee.
Insiden ini terjadi sebelum Wakil Menteri Luar Negeri Korsel, Choi Jong-kun, melakukan kunjungan terjadwal ke Teheran untuk membahas tuntutan Iran agar dana yang dibekukan di Korsel, bisa dicairkan. Kementerian Luar Negeri Korsel menyatakan Wakil Menteri Choi akan tetap melakukan kunjungan dan membahas 'berbagai isu' antara kedua negara.
Korsel Kerahkan Kapal Perang ke Selat Hormuz
Kapal tanker MT Hankuk Chemi yang membawa 7.200 ton "bahan kimia berbasis minyak" ditahan otoritas Iran atas dugaan pelanggaran batas wilayah dan pencemaran lingkungan, demikian klaim Garda Revolusi. Saat ini kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Bandar Abbas.
MT Hankuk Chemi yang membawa 20 orang awak, beberapa diantaranya berasal dari Indonesia, sedang berlayar dari Jubail di Arab Saudi ke Fujairah di Uni Emirat Arab saat disergap militer Iran, Senin (4/1). Semua awak kapal diberitakan berada dalam tahanan aparat keamanan.
Menanggapi insiden tersebut, pemerintah di Seoul bereaksi cepat dengan mengirimkan unit anti bajak laut, Cheonghae, ke Selat Hormuz. Pasukan khusus ini tiba dengan menumpang kapal perusak Coi Young selasa (5/2). Belum jelas misi apa yang diemban pasukan elit anti perompak Korea Selatan tersebut.
Sejauh ini pemerintah di Seoul mengindikasikan akan menggunakan jalur diplomatik guna meluruskan situasi. Kemenlu Korea Selatan sudah menyatakan bakal mengirimkan delegasi ke Iran "sedini mungkin" untuk menegosiasikan pembebasan.
Perusahaan yang mengoperasikan MT Hankuk Chemi, DM Shipping, menolak tuduhan pemerintah Iran bahwa kapalnya melanggar protokol lingkungan. Kepada Reuters, manajemen perusahaan mengatakan awalnya Garda Revolusi mengklaim ingin melakukan pemeriksaan tak terjadwal, namun kemudian memerintahkan kapten kapal mengubah haluan dan melabuh ke pelabuhan Iran.
Setelah kehilangan kontak dengan kapten kapal, perusahaan mengaku menerima alarm anti bajak laut dari MT Hakuk Chemi. Adapun kamera pengawas yang dipasang di atas kapal dimatikan tidak lama setelah kejadian.
Unit Cheonghae sudah bermukim di Teluk Aden sejak tahun 2009 untuk menangkal ancaman bajak laut di kawasan itu. Pasukan berkekuatan 302 orang itu mengoperasikan kapal perusak berbobot 4.500 ton yang memiliki helikopter anti-kapal selam dan tiga kapal cepat, menurut buku putih pertahanan Korsel tahun 2018. Eskalasi menyusul pembekuan aset?
Insiden di Selat Hormuz terjadi ketika kedua negara sedang bersitegang ihwal aset Iran senilai USD 7 miliar atau setara dengan hampir Rp 140 triliun. Dana hasil penjualan minyak itu diparkir di bank-bank Korsel dan dibekukan menyusul sanksi AS.
Televisi Iran sebelumnya sempat mengabarkan, Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Choi Jong-kun dijadwalkan akan menyambangi Teheran pada awal pekan depan buat membahas tuntutan Iran perihal asetnya tersebut. Namun Selasa (5/1) Kemenlu di Seoul mengumumkan "saat ini belum ada kejelasan" terkait lawatan Choi.
Korea Selatan merupakan salah satu pelanggan terbesar pembeli minyak dari Iran. Mei 2020 silam, pemerintah di Seoul menunda pembelian minyak Iran setelah ditekan Amerika Serikat.
Abdolnaser Hemmati, Gubernur Bank Sentral Iran, mengklaim dana tersebut dibutuhkan untuk pemulihan pasca pandemi. Hingga pertengahan tahun lalu, Teheran dan Seoul masih menegosiasikan pembelian obat-obatan dan perlengkapan medis bernilai jutaan Dollar.
Pada Desember silam Teheran mengeluhkan gagal mencairkan dana sebesar USD 180 juta di Korea Selatan untuk membeli vaksin Covid-19, lapor Financial Times.
Meski demikian pemerintah di Teheran bersikeras menuntut Seoul, untuk mencairkan uangnya yang dibekukan tersebut. Kantor berita Iran, ILNA, menulis Minggu (3/1), kantor Kepresidenan dan Kamar Dagang Iran-Korsel sepakat akan membarter dana tersebut. Produk yang dibutuhkan Iran mencakup bantuan kemanusiaan, produk petrokimia, suku cadang kendaraan dan perlengkapan rumah tangga. (ita/ita)
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.