Benda Mirip Rudal di SelayarSeaglider yang ditemukan nelayan di Selayar, Sulawesi Selatan. (Arsip Istimewa via Detikcom)
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono menyebut seaglider adalah salah satu peralatan di bidang kelautan yang memang bisa digunakan di industri pertahanan dan militer.
Salah satu kegunaan peralatan ini di bidang militer dijelaskan Yudo yakni sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam. Kegunaan ini juga berlaku untuk alat yang ditemukan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan oleh seorang nelayan yang telah dipastikan sebagai seaglider.
"Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi, supaya kapal selam tidak dideteksi," kata Yudo saat menggelar konferensi pers di Markas Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidrosal) TNI AL, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1).
Yudo mengatakan seaglider bekerja sepenuhnya di bawah laut. Alat ini akan menyelam untuk mencari data, pemetaan jalan hingga berbagai informasi berkaitan dengan oseanografi yang dibutuhkan oleh pengguna atau operator alat tersebut.
Setelah data terkumpul, seaglider akan mengirim dengan cara naik beberapa saat ke permukaan untuk memancarkan sinyal yang bisa ditangkap satelit pendeteksi. Meski begitu menurut Yudo, data yang didapat alat ini juga tak begitu rahasia, lantaran semua data bisa diakses di situs web yang disediakan berkaitan dengan alat ini.
Namun Yudo tak merinci dengan jelas laman situs web yang bisa diakses untuk mengetahui hasil tangkapan data dari alat-alat yang disebut banyak menyelam di perairan lepas.
Lebih lanjut, Yudo juga merinci bila memang alat ini digunakan untuk mencari jalan kapal selam, alat ini akan menyelam ke wilayah perairan pekat. Sebab kata dia, kondisi laut yang pekat dapat menghindarkan pergerakan kapal selam dari deteksi sonar.
Oleh karena itu, secara logika dan hitung-hitunganan kapal selam dapat melenggang bebas tanpa takut terdeteksi siapa pun.
Sea Glide buatan China [navalnews]
"Dicari kedalaman dan layer-nya yang pekat atau tidak. Kalau pekat, biasanya kapal selam tersebut tidak dideteksi oleh sonar kapal laut. Mereka bisa bertahan melalui rute-rute yang dia lihat di data tersebut (bahwa) kedalaman air lautnya sangat pekat," kata Yudo.
Dalam kesempatan itu, Yudo juga mengakui hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan negara asal pemilik seaglider yang ditemukan di perairan Selayar itu. Dia juga memberi waktu satu bulan kepada anak buahnya untuk meneliti dan mencari tahu negara asal hingga kegunaan apa seaglider yang kini disimpan di Markas Pushidrosal itu.
"Saya beri waktu satu bulan pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," kata Yudo.
Seaglider yang kemudian disebut sebagai drone bawah laut ditemukan seorang nelayan di Selayar, Desa Majapahit, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Nelayan itu disebut tengah memancing saat menemukan alat tersebut terombang-ambing di perairan Selayar.
Sebelumnya Ahli pertahanan dan keamanan Australian Strategic Policy Institute, Malcolm Davis menduga benda tersebut adalah drone bawah laut yang dikirim China untuk memahami oseanografi dan sifat batimetri bawah laut wilayah tersebut.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh penemuan UUV (unmanned underwater vehicle) itu.
Drone tersebut diduga milik China. Pemerintah diminta segera menetapkan langkah-langkah strategis terkait hal itu.
"Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (4/1).
Nuning, sapaannya, mengatakan penemuan UUV itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut. (tst/sur)
TNI Diminta Waspada Perang Besar
Sea Wing Glider China [covertshores]
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh penemuan UUV (unmanned underwater vehicle) atau drone di Pulau Tenggol, Masalembu dan Kepulauan Selayar.
Drone tersebut diduga milik China. Pemerintah diminta segera menetapkan langkah-langkah strategis terkait hal itu.
"Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (4/1).
Nuning, sapaannya, mengatakan penemuan UUV itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut.
UUV yang ditemukan oleh prajurit TNI AL berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences merupakan platform khusus yang dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam Non-Chinese. Alat itu juga bisa merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.
Menurut Nuning penemuan UUV ini menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi "spill over" adu kekuatan militer antara China dan Amerika Serikat berikut sekutunya.
"UUV ini masuk ke dalam kategori platform penelitian bawah laut. Namun tidak menutup kemungkinan China atau negara lainnya sudah meluncurkan USSV (Unmanned Sub-Surface Vehicle) yang sudah membawa persenjataan. USSV ini lebih berbahaya daripada UUV," katanya.
Penemuan Sea Wing Glider di Sulawesi Selatan
Wanita yang biasa disapa Nuning ini menjelaskan, semua UUV yang ditemukan dalam kondisi malfunction dan bukan expired, yang artinya ada kendala teknis internal di dalam sistemnya.
Dari analisa awal, ketiga UUV diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari 25.000 atau mendekati 3 tahun. Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017.
Menurut dia, langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah terkait penemuan UUV itu, yakni pertama, dari aspek hukum, perlu segera ditetapkan peraturan penggunaan semua jenis unmanned system di wilayah Indonesia baik UAV di udara, USV di permukaan laut maupun UUV di bawah permukaan laut.
Sejalan dengan itu, lanjut Nuning, juga dibutuhkan peraturan pemerintah yang menentukan tata cara menghadapi "illegal research" (penelitian ilegal) di perairan Indonesia, mulai dari perairan kepulauan hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Selain itu, Kementerian Pertahanan dapat mengajak Kementerian Perhubungan untuk segera memasang underwater detection device (UUD/alat deteksi di dalam laut) di seluruh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan semua selat strategis untuk memantau semua lalu lintas bawah laut, utamanya di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok.
"TNI AL harus segera melengkapi Puskodal-nya dengan sistem pemantauan bawah laut diperkuat dengan 'Smart mines' yang dapat dikendalikan secara otomatis atau manual. Kapal-kapal perang TNI AL juga harus dilengkapi dengan Anti-USSV System yang dapat menghadapi serangan USSV," papar Nuning.
TNI AL juga harus meningkatkan sistem pendidikan bagi prajurit TNI AL agar memiliki kecakapan melakukan peperangan Anti-USSV sebagai bagian dari kemampuan peperangan anti-unmanned system. (Antara/wis)
♖ CNN
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono menyebut seaglider adalah salah satu peralatan di bidang kelautan yang memang bisa digunakan di industri pertahanan dan militer.
Salah satu kegunaan peralatan ini di bidang militer dijelaskan Yudo yakni sebagai pembuka jalan kapal selam di wilayah laut dalam. Kegunaan ini juga berlaku untuk alat yang ditemukan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan oleh seorang nelayan yang telah dipastikan sebagai seaglider.
"Kalau dipakai pertahanan, mungkin bisa digunakan data kedalaman ataupun layer lautan tadi, supaya kapal selam tidak dideteksi," kata Yudo saat menggelar konferensi pers di Markas Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidrosal) TNI AL, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1).
Yudo mengatakan seaglider bekerja sepenuhnya di bawah laut. Alat ini akan menyelam untuk mencari data, pemetaan jalan hingga berbagai informasi berkaitan dengan oseanografi yang dibutuhkan oleh pengguna atau operator alat tersebut.
Setelah data terkumpul, seaglider akan mengirim dengan cara naik beberapa saat ke permukaan untuk memancarkan sinyal yang bisa ditangkap satelit pendeteksi. Meski begitu menurut Yudo, data yang didapat alat ini juga tak begitu rahasia, lantaran semua data bisa diakses di situs web yang disediakan berkaitan dengan alat ini.
Namun Yudo tak merinci dengan jelas laman situs web yang bisa diakses untuk mengetahui hasil tangkapan data dari alat-alat yang disebut banyak menyelam di perairan lepas.
Lebih lanjut, Yudo juga merinci bila memang alat ini digunakan untuk mencari jalan kapal selam, alat ini akan menyelam ke wilayah perairan pekat. Sebab kata dia, kondisi laut yang pekat dapat menghindarkan pergerakan kapal selam dari deteksi sonar.
Oleh karena itu, secara logika dan hitung-hitunganan kapal selam dapat melenggang bebas tanpa takut terdeteksi siapa pun.
Sea Glide buatan China [navalnews]
"Dicari kedalaman dan layer-nya yang pekat atau tidak. Kalau pekat, biasanya kapal selam tersebut tidak dideteksi oleh sonar kapal laut. Mereka bisa bertahan melalui rute-rute yang dia lihat di data tersebut (bahwa) kedalaman air lautnya sangat pekat," kata Yudo.
Dalam kesempatan itu, Yudo juga mengakui hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan negara asal pemilik seaglider yang ditemukan di perairan Selayar itu. Dia juga memberi waktu satu bulan kepada anak buahnya untuk meneliti dan mencari tahu negara asal hingga kegunaan apa seaglider yang kini disimpan di Markas Pushidrosal itu.
"Saya beri waktu satu bulan pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," kata Yudo.
Seaglider yang kemudian disebut sebagai drone bawah laut ditemukan seorang nelayan di Selayar, Desa Majapahit, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Nelayan itu disebut tengah memancing saat menemukan alat tersebut terombang-ambing di perairan Selayar.
Sebelumnya Ahli pertahanan dan keamanan Australian Strategic Policy Institute, Malcolm Davis menduga benda tersebut adalah drone bawah laut yang dikirim China untuk memahami oseanografi dan sifat batimetri bawah laut wilayah tersebut.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh penemuan UUV (unmanned underwater vehicle) itu.
Drone tersebut diduga milik China. Pemerintah diminta segera menetapkan langkah-langkah strategis terkait hal itu.
"Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (4/1).
Nuning, sapaannya, mengatakan penemuan UUV itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut. (tst/sur)
TNI Diminta Waspada Perang Besar
Sea Wing Glider China [covertshores]
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh penemuan UUV (unmanned underwater vehicle) atau drone di Pulau Tenggol, Masalembu dan Kepulauan Selayar.
Drone tersebut diduga milik China. Pemerintah diminta segera menetapkan langkah-langkah strategis terkait hal itu.
"Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (4/1).
Nuning, sapaannya, mengatakan penemuan UUV itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut.
UUV yang ditemukan oleh prajurit TNI AL berlabel Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of Sciences merupakan platform khusus yang dirancang untuk mendeteksi kapal-kapal selam Non-Chinese. Alat itu juga bisa merekam semua kapal-kapal yang beroperasi di perairan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan.
Menurut Nuning penemuan UUV ini menunjukkan bukti bahwa perairan Indonesia menjadi "spill over" adu kekuatan militer antara China dan Amerika Serikat berikut sekutunya.
"UUV ini masuk ke dalam kategori platform penelitian bawah laut. Namun tidak menutup kemungkinan China atau negara lainnya sudah meluncurkan USSV (Unmanned Sub-Surface Vehicle) yang sudah membawa persenjataan. USSV ini lebih berbahaya daripada UUV," katanya.
Penemuan Sea Wing Glider di Sulawesi Selatan
Wanita yang biasa disapa Nuning ini menjelaskan, semua UUV yang ditemukan dalam kondisi malfunction dan bukan expired, yang artinya ada kendala teknis internal di dalam sistemnya.
Dari analisa awal, ketiga UUV diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari 25.000 atau mendekati 3 tahun. Kemungkinan besar UUV tersebut diluncurkan November 2017.
Menurut dia, langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah terkait penemuan UUV itu, yakni pertama, dari aspek hukum, perlu segera ditetapkan peraturan penggunaan semua jenis unmanned system di wilayah Indonesia baik UAV di udara, USV di permukaan laut maupun UUV di bawah permukaan laut.
Sejalan dengan itu, lanjut Nuning, juga dibutuhkan peraturan pemerintah yang menentukan tata cara menghadapi "illegal research" (penelitian ilegal) di perairan Indonesia, mulai dari perairan kepulauan hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Selain itu, Kementerian Pertahanan dapat mengajak Kementerian Perhubungan untuk segera memasang underwater detection device (UUD/alat deteksi di dalam laut) di seluruh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan semua selat strategis untuk memantau semua lalu lintas bawah laut, utamanya di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok.
"TNI AL harus segera melengkapi Puskodal-nya dengan sistem pemantauan bawah laut diperkuat dengan 'Smart mines' yang dapat dikendalikan secara otomatis atau manual. Kapal-kapal perang TNI AL juga harus dilengkapi dengan Anti-USSV System yang dapat menghadapi serangan USSV," papar Nuning.
TNI AL juga harus meningkatkan sistem pendidikan bagi prajurit TNI AL agar memiliki kecakapan melakukan peperangan Anti-USSV sebagai bagian dari kemampuan peperangan anti-unmanned system. (Antara/wis)
♖ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.