Pahlawan Revolusi
Letnan Jenderal TNI Anumerta M.T Haryono (1924-1965)
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924 merupakan salah satu dari dari Tujuh Pahlawan Revolusi, sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat. Seorang perwira yang fasih berbicara dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya itu membuat dirinya menjadi perwira penyambung lidah yang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan.
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924 merupakan salah satu dari dari Tujuh Pahlawan Revolusi, sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat. Seorang perwira yang fasih berbicara dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya itu membuat dirinya menjadi perwira penyambung lidah yang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan.
Perwira kelahiran Surabaya ini pernah
menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja
Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan terakhir sebagai
Deputy III Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Ketika
kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera
bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan
Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.
Selama terjadinya perang mempertahankan
kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering
dipindah tugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung,
kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris
dan Belanda.
Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris
Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada
Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika
diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris
Delegasi Militer Indonesia.
Tenaga M.T. Haryono memang sangat
dibutuhkan dalam berbagai perundingan antara pemerintah RI dengan
pemerintah Belanda maupun Inggris. Hal tersebut disebabkan karena
kemampuannya berbicara tiga bahasa internasional yakni bahasa Inggris,
Belanda, dan Jerman. Terakhir ketika ia menjabat Deputy III
Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), pengaruh PKI juga sedang
marak di Indonesia. Partai yang merasa dekat dengan Presiden Soekarno
dan sebagian rakyat itu semakin hari semakin berani bahkan semakin
merajalela.
Ide-ide yang tidak populer dan mengandung
resiko tinggi pun sering dilontarkan oleh partai komunis itu. Seperti
ide untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani atau yang disebut dengan
Angkatan Kelima. Ide tersebut tidak disetujui oleh sebagian besar
perwira AD termasuk oleh M.T. Haryono sendiri dengan pertimbangan adanya
maksud tersembunyi di balik itu yakni mengganti ideologi Pancasila
menjadi komunis. Di samping itu, pembentukan Angkatan Kelima tersebut
sangatlah memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun karena penolakan itu
pula, dirinya dan para perwira lain dimusuhi dan menjadi target
pembunuhan PKI dalam pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Pada
tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono
bersama enam perwira lainnya yakni: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani;
Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen.TNI Anumerta S Parman; Mayjen. TNI
Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI
TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara
membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang
Buaya tanpa prikemanusiaan. M.T. Haryono yang tewas karena
mempertahankan Pancasila itu gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Ia
kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor
Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal.
Untuk
menghormati jasa para Pahlawan Revolusi sekaligus untuk mengingatkan
bangsa ini akan peristiwa penghianatan PKI tersebut, dengan demikian
diharapkan peristiwa yang sama tidak akan terulang kembali, maka oleh
pemerintahan Soeharto ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya
sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional.
Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur di depan sumur tua tempat
jenazah ditemukan, dibangunlah Tugu Kesaktian Pancasila sebagai tugu
peringatan yang berlatar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi
tersebut.
Referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Mas_Tirtodarmo_Harjono
- http://www.pendongeng.com/biografi-pahlawan-indonesia/462-pahlawan-revolusi-letjen-anumerta-mt-haryono-1924-1965.html
- http://kolom-biografi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.