Panglima Perang Legendaris Tidore Asal Biak Pemandangan ke Pulau Tidore dari atas Benteng Tolukko. (Foto: Panoramio)
Tidore sebagai kerajaan berbasis maritim yang terletak di Maluku Utara memiliki angkatan laut tersohor sekitar abad ke-16 sampai 17. Panglima angkatan laut Tidore berasal dari Biak bernama Gurabesi, atau ada yang menyebutnya Kurabesi. Hal itu diungkapkan pemerhati budaya Biak yang tinggal di Jakarta, Alfons Sroyer.
Kepada JMOL, Alfons menuturkan, “Dalam tahun 1649, waktu VOC sedang berperang dengan Tidore, datanglah suatu armada yang terdiri dari 24 perahu ke Tidore dengan membawa bahan makanan. Kapal-kapal kecil itu datang dari kepulauan Irian untuk membantu raja Tidore, di bawah perintah seorang yang bernama Gurabesi."
Menceritakan kisah ini, Alfons terpaksa membuka buku tulisan Dr. F.C. KAMMA, yang berisi sejarah Biak dan tokohnya, Gurabesi.
Lebih lanjut Alfons menjelaskan, kisah Gurabesi berkaitan erat dengan sejarah Kepulauan Raja Ampat. Menurutnya, sebelum berlayar ke Tidore, Gurabesi dan pasukannya singgah di Pulau Waigeo, Raja Ampat. Setelah bertahun-tahun menetap di Pulau ini, dan membangun pangkalan laut yang kuat, Gurabesi memimpin daerah ini dengan perkasa. Ia juga menjadikan Kepulauan Raja Ampat sampai Seram sebagai jalur perniagaan yang strategis.
Ketika Gurabesi berlayar ke Tidore dengan maksud berdagang, ia turut membantu Kesultanan Tidore menghadapi Kesultanan Jailolo dan Ternate. Atas kegemilangannya memimpin pertempuran laut, Gurabesi diangkat menjadi panglima perang angkatan laut Kesultanan Tidore, atau saat ini setara dengan KSAL.
Selain itu, sebagai imbalannya, Sultan Tidore mengizinkan anak perempuannya, Boki Tabai, menjadi istri Gurabesi. Konon, nama Papua juga pemberian dari Sultan Tidore untuk memanggil sebutan nama dari Gurabesi dengan sebutan ‘papa ua’. Sebab, dari 360 suku yang ada di Papua saat ini tak ditemukan suku kata ‘papua’ itu dalam bahasa mereka. Papua berasal kata ‘papa ua’, yang artinya ‘tiada-papa’ dalam bahasa daerah Ternate.
Sebelum Gurabesi bersama istrinya berangkat kembali ke Raja Ampat, Sultan Tidore memberi mandat kepada Gurabesi untuk menjadi raja di Kepulauan Raja Ampat dan berpesan kepadanya bahwa kerajaan Tidore akan memberikan dukungan bantuan kepada Gurabesi untuk mendirikan kekuasannya. Selain itu, kerajaan Gurabesi tetap menjadi sekutu Tidore.
“Dari situ rakyat yang akan ditaklukan Gurabesi harus membayar upeti kepada Gurabesi dan juga kepada Sultan Tidore setiap tahun. Dengan perjanjian itu, Gurabesi bersama istrinya berangkat ke negeri Gurabesi,” ucap Alfons.
Mereka tiba di Pulau Waigeo dan menetap di pusat Pulau Waikeo. Demikianlah, dari Waigeo itulah kekuasaan Gurabesi berkembang ke pulau-pulau lainnya di Kepulauan Raja Ampat, seperti Misol, Salawati, dan Batanta.
Berbagai prestasi telah ditorehkan Gurabesi saat menjadi panglima perang Kesultanan Tidore, antara lain memenangkan pertempuran dengan VOC, Portugis, dan negeri-negeri lain yang ingin menyerang Tidore.
Tidore sebagai kerajaan berbasis maritim yang terletak di Maluku Utara memiliki angkatan laut tersohor sekitar abad ke-16 sampai 17. Panglima angkatan laut Tidore berasal dari Biak bernama Gurabesi, atau ada yang menyebutnya Kurabesi. Hal itu diungkapkan pemerhati budaya Biak yang tinggal di Jakarta, Alfons Sroyer.
Kepada JMOL, Alfons menuturkan, “Dalam tahun 1649, waktu VOC sedang berperang dengan Tidore, datanglah suatu armada yang terdiri dari 24 perahu ke Tidore dengan membawa bahan makanan. Kapal-kapal kecil itu datang dari kepulauan Irian untuk membantu raja Tidore, di bawah perintah seorang yang bernama Gurabesi."
Menceritakan kisah ini, Alfons terpaksa membuka buku tulisan Dr. F.C. KAMMA, yang berisi sejarah Biak dan tokohnya, Gurabesi.
Lebih lanjut Alfons menjelaskan, kisah Gurabesi berkaitan erat dengan sejarah Kepulauan Raja Ampat. Menurutnya, sebelum berlayar ke Tidore, Gurabesi dan pasukannya singgah di Pulau Waigeo, Raja Ampat. Setelah bertahun-tahun menetap di Pulau ini, dan membangun pangkalan laut yang kuat, Gurabesi memimpin daerah ini dengan perkasa. Ia juga menjadikan Kepulauan Raja Ampat sampai Seram sebagai jalur perniagaan yang strategis.
Ketika Gurabesi berlayar ke Tidore dengan maksud berdagang, ia turut membantu Kesultanan Tidore menghadapi Kesultanan Jailolo dan Ternate. Atas kegemilangannya memimpin pertempuran laut, Gurabesi diangkat menjadi panglima perang angkatan laut Kesultanan Tidore, atau saat ini setara dengan KSAL.
Selain itu, sebagai imbalannya, Sultan Tidore mengizinkan anak perempuannya, Boki Tabai, menjadi istri Gurabesi. Konon, nama Papua juga pemberian dari Sultan Tidore untuk memanggil sebutan nama dari Gurabesi dengan sebutan ‘papa ua’. Sebab, dari 360 suku yang ada di Papua saat ini tak ditemukan suku kata ‘papua’ itu dalam bahasa mereka. Papua berasal kata ‘papa ua’, yang artinya ‘tiada-papa’ dalam bahasa daerah Ternate.
Sebelum Gurabesi bersama istrinya berangkat kembali ke Raja Ampat, Sultan Tidore memberi mandat kepada Gurabesi untuk menjadi raja di Kepulauan Raja Ampat dan berpesan kepadanya bahwa kerajaan Tidore akan memberikan dukungan bantuan kepada Gurabesi untuk mendirikan kekuasannya. Selain itu, kerajaan Gurabesi tetap menjadi sekutu Tidore.
“Dari situ rakyat yang akan ditaklukan Gurabesi harus membayar upeti kepada Gurabesi dan juga kepada Sultan Tidore setiap tahun. Dengan perjanjian itu, Gurabesi bersama istrinya berangkat ke negeri Gurabesi,” ucap Alfons.
Mereka tiba di Pulau Waigeo dan menetap di pusat Pulau Waikeo. Demikianlah, dari Waigeo itulah kekuasaan Gurabesi berkembang ke pulau-pulau lainnya di Kepulauan Raja Ampat, seperti Misol, Salawati, dan Batanta.
Berbagai prestasi telah ditorehkan Gurabesi saat menjadi panglima perang Kesultanan Tidore, antara lain memenangkan pertempuran dengan VOC, Portugis, dan negeri-negeri lain yang ingin menyerang Tidore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.