Empat Polisi Tewas Tertembak dalam Aksi Protes di AS Situasi ketika aksi penembakan berlangsung [new rakyatku]
Empat personel kepolisian Dallas tewas tertembak dalam aksi protes terhadap penembakan warga kulit hitam yang terjadi di Louisiana dan Minnesota pekan ini.
Kepala Kepolisian Dallas, David Brown, mengatakan kepada CNN bahwa sebelas petugas kepolisian lainnya ikut terluka saat mengamankan aksi protes pada Kamis (7/7).
Kini, dua orang sedang menjalani operasi sementara tiga personel lainnya dalam kondisi kritis.
Brown menjabarkan bahwa dua penembak jitu menembak kesepuluh personel kepolisian tersebut dari atas.
Penembakan ini terjadi sekitar dua blok dari Dealey Plaza. Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, massa pun langsung berlarian.
Seorang saksi mata, Clarissa Myles, menuturkan kepada CNN bahwa ia sedang makan di McDonalds ketika kekacauan tiba-tiba merebak.
"Semua orang berteriak. Orang-orang berlarian. Saya melihat setidaknya 30 tembakan dilepaskan," tuturnya.
Saksi mata lain juga merasakan hal serupa. "Siapapun yang yang menembak pasti memiliki senapan serbu, dan saya paham mengenai senjata. Tembakan itu bertubi-tubi," katanya.
Dalam beberapa video lain pun terlihat sejumlah polisi meringkuk di balik kendaraan. Personel lainnya juga berlarian ke tempat aman sambil memegang tameng perlindungan.
Menanggapi insiden ini, Gubernur Texas, Greg Abbott, pun angkat bicara.
"Kami mendoakan aparat keamanan Dallas yang tewas dan terluka malam ini. Di saat seperti ini, kita harus ingat dan menekankan pentingnya persatuan seabgai warga Amerika," ucapnya.
Sementara itu, protes serupa juga terjadi di berbagai penjuru AS. Para warga geram karena polisi AS menembak dua pria kulit hitam dalam kurun waktu dua hari.
Para pengunjuk rasa berteriak di depan rumah gubernur di Minnesota, hanya berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi di mana polisi menembak seorang warga kulit hitam, Philando Castile, yang sedang berada di dalam mobilnya pada Rabu (6/7)
Di Louisiana, massa memenuhi jalan di depan sebuah toko serba ada di Baton Rouge. Di tempat parkir toko itu, seorang warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, ditembak mati saat bertengkar dengan personel polisi pada Selasa (5/7).
Tak hanya di kedua lokasi kejadian itu, unjuk rasa juga berkecamuk di beberapa daerah lain, seperti Chicago dan New York.
Para pengunjuk rasa di Chicago menutup Dan Ryan Expressway, sementara 1.000 orang di New York berarak di Fifth Avenue dan beberapa dari mereka terlibat baku hantam dengan polisi.
"Kami adalah target! Kami akan melakukan ini di semua tempat. Kami sudah mendapatkan kebebasan, tapi kalian masih membunuh kami. Kalian masih menggantung kami di pohon. Kalian masih membunuh kami! Hidup kami penting!" teriak seorang warga kulit hitam, LaRhonda Talley.
Pembunuh Polisi di Dallas Tewas
Aksi Polisis di Dallas [BBC/AFP]
Setelah bersitegang dengan aparat keamanan, seorang tersangka pelaku penembakan yang menewaskan lima polisi dalam aksi protes di Dallas akhirnya tewas.
Seiring dengan berlanjutnya aksi protes dari Kamis (7/7) hingga keesokan paginya, aparat juga sudah menahan tiga orang yang diduga terlibat dalam penembakan polisi di unjuk rasa tersebut.
"Mereka bekerja sama dengan senapan, membentuk formasi segitiga di posisi tinggi dari titik berbeda di kawasan pusat kota, tempat di mana unjuk rasa akan berakhir," ujar Kepala Kepolisian Dallas, David Brown, seperti dikutip Reuters.
Unjuk rasa di Dallas ini merupakan bagian dari rangkaian protes besar-besaran di Amerika Serikat atas tewasnya dua warga kulit hitam di tangan polisi dalam dua hari berturut-turut pada pekan ini.
Insiden pertama terjadi pada Selasa (5/7). Saat itu, seorang pria kulit hitam, Alton Sterling, tewas ditembak setelah terlibat pertengkaran dengan polisi di tempat parkir sebuah toko serba ada di Louisiana.
Sehari kemudian, seorang pria kulit hitam, Philando Castile, ditembak mati oleh polisi saat sedang berada di dalam mobilnya.
Tersangka yang bersitegang dengan kepolisian Dallas ini pun mengatakan bahwa "akhir sudah tiba" dan akan lebih banyak polisi yang tewas. Menurut Brown, pria itu juga mengatakan bahwa sudah ada banyak bom yang ditanam di sekitar daerah itu.
"Tersangka ini bernegosiasi selama 45 menit terakhir dan berbicara dengan kami dan sangat tidak kooperatif dengan negosiasi itu," tutur Brown.
Sementara itu, polisi juga menginterogasi dua penumpang mobil Mercedes yang diberhentikan karena sempat memperlambat lajunya ketika sampai di pusat kota, kemudian seorang pria melemparkan satu tas dari jok belakang.
"Kami sangat berhati-hati dalam taktik kami agar tidak melukai petugas kami. Kami tidak akan tenang sampai kami dapat menangkap semua tersangka. Kami terus melakukan kajian terhadap semua kemungkinan motif alasan ini semua terjadi," kata Brown.
Wali Kota Dallas, Mike Rawlings, pun mengatakan bahwa daerah di bawah pimpinannya itu kini menjadi arena kajahatan aktif.
"Mimpi terburuk kami menjadi kenyataan. Ini merupakan momen menyedihkan bagi Kota Dallas," ucap Rawlings.
Sementara itu Presiden Barack Obama menyatakan belasungkawa atas kematian lima polisi yang menurut dia adalah karena serangan terkoordinir.
"Seluruh kota Dallas berduka setelah serangan sadis, keji dan terencana," kata Obama.
Pembunuh Polisi di AS adalah Veteran Perang Afghanistan
Micah Xavier Johnson, 25, tewas dalam baku tembak dengan polisi. (Micah X. Johnson via Facebook/via Reuters)
Penembak jitu yang membunuh lima orang polisi dalam aksi protes di Dallas, Amerika Serikat, diketahui adalah veteran perang Afghanistan. Pria yang dikenal pendiam ini tidak memiliki catatan kriminal, tapi menyimpan bahan pembuat bom di rumahnya.
Diberitakan NBC News, Jumat (8/6), Micah Xavier Johnson, 25, tewas dalam baku tembak dengan polisi. Dia menembak mati lima polisi dan melukai beberapa lainnya.
Penelusuran media menunjukkan bahwa Johnson pernah bertugas di Afghanistan sebagai tentara cadangan pada tahun 2015. Sembilan bulan setelah pulang dari penugasan tersebut, dia keluar dari militer.
Kemudian dia bekerja sebagai tenaga pembantu bagi anak-anak dan dewasa yang mengalami keterbelakangan mental. Dalam negosiasi dengan polisi, Johnson mengatakan akan "membunuh semua orang kulit putih" terutama polisi.
Menurut bibinya yang diwawancara NBC News, Johnson adalah pria pendiam. Tindakan itu dilakukannya lantaran marah atas penembakan warga kulit hitam oleh polisi AS.
Sebelumnya pada Rabu malam lalu, warga kulit hitam Philando Castile, 32, dibunuh oleh polisi di Minnesotta. Kekasih Castile merekam dengan video di internet aksi berdarah tersebut. Kematian Castile terjadi selang sehari setelah penembakan warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, 37, di Baton Rouge, Louisiana, juga oleh polisi.
Akibat pembunuhan tersebut, gelombang protes yang diikuti ribuan orang terjadi di beberapa kota di AS, salah satunya di Dallas, tempat penembakan oleh Johnson terjadi.
Kepolisian Dallas mengatakan Johnson tidak memiliki catatan kriminal. Penelusuran media sosial miliknya juga tidak menunjukkan bahwa dia terkait gerakan perlawanan kulit hitam.
Johnson merupakan tentara aktif dari September 2013 hingga April 2015. Militer mengatakan dia diturunkan ke Afghanistan dari November 2013 hingga Juli 2014.
Selama di Afghanistan, dia melakukan pekerjaan konstruksi di pangkalan militer. Tidak ada bukti bahwa dia berpartisipasi dalam pertempuran di Afghanistan.
Saat penggeledahan dilakukan di rumah Johnson, polisi menemukan bahan-bahan pembuat bom, rompi anti peluru, beberapa senapan, amunisi, dan jurnal taktik pertempuran.
Zona Larangan Terbang Diterapkan di Dallas
Situasi mencekam di kota Dallas, Texas, menyusul tewasnya empat orang polisi di tengah aksi protes penembakan warga kulit hitam. Para pelaku yang merupakan penembak jitu diduga masih bercokol di gedung, mengaku telah menanam bom di kota tersebut.
Kepala polisi David Brown seperti diberitakan Reuters, Kamis (7/6), baku tembak masih terjadi antara polisi dan pelaku yang berada di lantai dua sebuah gedung parkir mobil. Brown mengatakan, pelaku mengaku menanam bom di sekitar tempat itu.
Paket mencurigakan ditemukan dekat lokasi dan telah diamankan oleh tim penjinak bom kepolisian Dallas.
Menurut Brown, pelaku mengatakan "masa akhir akan datang" dan dia akan melukai serta membunuh banyak polisi. Pelaku, kata Brown, juga mengaku "menanam bom di gedung parkir dan di kota."
Empat orang polisi tewas dan tujuh lainnya terluka parah, seorang warga sipil juga jadi korban penembakan. Menurut Brown, serangan terhadap polisi di tengah protes masyarakat dilakukan secara terkoordinir. Beberapa korban tewas akibat peluru yang mengenai punggung mereka.
Zona larangan terbang
Situasi TKP di Dallas [kompas]
Situasi kian mencekam sehingga Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat mengeluarkan zona larangan terbang sementara di atas kota Dallas, hal ini diumumkan di Twitter.
Kisruh terjadi saat digelar aksi damai memprotes penembakan warga kulit hitam Philando Castile, 32, oleh polisi di Minnesotta Rabu malam lalu. Kekasih Castile merekam dengan video di internet aksi berdarah tersebut.
Kematian Castile terjadi selang sehari setelah penembakan warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, 37, di Baton Rouge, Louisiana, juga oleh polisi.
Berbagai peristiwa ini menambah panjang daftar kematian warga kulit hitam oleh aparat di AS. Presiden Barack Obama menyebut penembakan Castile dan Sterling sebagai tragedi dan hal yang sering terjadi.
"Ini adalah gejala dari rasialisme yang ada di sistem pengadilan kriminal kita," kata Obama.
Aksi protes juga digelar di beberapa kota di AS, seperti di Chicago, New York, St. Paul dan Minnesotta. (den)
Empat personel kepolisian Dallas tewas tertembak dalam aksi protes terhadap penembakan warga kulit hitam yang terjadi di Louisiana dan Minnesota pekan ini.
Kepala Kepolisian Dallas, David Brown, mengatakan kepada CNN bahwa sebelas petugas kepolisian lainnya ikut terluka saat mengamankan aksi protes pada Kamis (7/7).
Kini, dua orang sedang menjalani operasi sementara tiga personel lainnya dalam kondisi kritis.
Brown menjabarkan bahwa dua penembak jitu menembak kesepuluh personel kepolisian tersebut dari atas.
Penembakan ini terjadi sekitar dua blok dari Dealey Plaza. Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, massa pun langsung berlarian.
Seorang saksi mata, Clarissa Myles, menuturkan kepada CNN bahwa ia sedang makan di McDonalds ketika kekacauan tiba-tiba merebak.
"Semua orang berteriak. Orang-orang berlarian. Saya melihat setidaknya 30 tembakan dilepaskan," tuturnya.
Saksi mata lain juga merasakan hal serupa. "Siapapun yang yang menembak pasti memiliki senapan serbu, dan saya paham mengenai senjata. Tembakan itu bertubi-tubi," katanya.
Dalam beberapa video lain pun terlihat sejumlah polisi meringkuk di balik kendaraan. Personel lainnya juga berlarian ke tempat aman sambil memegang tameng perlindungan.
Menanggapi insiden ini, Gubernur Texas, Greg Abbott, pun angkat bicara.
"Kami mendoakan aparat keamanan Dallas yang tewas dan terluka malam ini. Di saat seperti ini, kita harus ingat dan menekankan pentingnya persatuan seabgai warga Amerika," ucapnya.
Sementara itu, protes serupa juga terjadi di berbagai penjuru AS. Para warga geram karena polisi AS menembak dua pria kulit hitam dalam kurun waktu dua hari.
Para pengunjuk rasa berteriak di depan rumah gubernur di Minnesota, hanya berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi di mana polisi menembak seorang warga kulit hitam, Philando Castile, yang sedang berada di dalam mobilnya pada Rabu (6/7)
Di Louisiana, massa memenuhi jalan di depan sebuah toko serba ada di Baton Rouge. Di tempat parkir toko itu, seorang warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, ditembak mati saat bertengkar dengan personel polisi pada Selasa (5/7).
Tak hanya di kedua lokasi kejadian itu, unjuk rasa juga berkecamuk di beberapa daerah lain, seperti Chicago dan New York.
Para pengunjuk rasa di Chicago menutup Dan Ryan Expressway, sementara 1.000 orang di New York berarak di Fifth Avenue dan beberapa dari mereka terlibat baku hantam dengan polisi.
"Kami adalah target! Kami akan melakukan ini di semua tempat. Kami sudah mendapatkan kebebasan, tapi kalian masih membunuh kami. Kalian masih menggantung kami di pohon. Kalian masih membunuh kami! Hidup kami penting!" teriak seorang warga kulit hitam, LaRhonda Talley.
Pembunuh Polisi di Dallas Tewas
Aksi Polisis di Dallas [BBC/AFP]
Setelah bersitegang dengan aparat keamanan, seorang tersangka pelaku penembakan yang menewaskan lima polisi dalam aksi protes di Dallas akhirnya tewas.
Seiring dengan berlanjutnya aksi protes dari Kamis (7/7) hingga keesokan paginya, aparat juga sudah menahan tiga orang yang diduga terlibat dalam penembakan polisi di unjuk rasa tersebut.
"Mereka bekerja sama dengan senapan, membentuk formasi segitiga di posisi tinggi dari titik berbeda di kawasan pusat kota, tempat di mana unjuk rasa akan berakhir," ujar Kepala Kepolisian Dallas, David Brown, seperti dikutip Reuters.
Unjuk rasa di Dallas ini merupakan bagian dari rangkaian protes besar-besaran di Amerika Serikat atas tewasnya dua warga kulit hitam di tangan polisi dalam dua hari berturut-turut pada pekan ini.
Insiden pertama terjadi pada Selasa (5/7). Saat itu, seorang pria kulit hitam, Alton Sterling, tewas ditembak setelah terlibat pertengkaran dengan polisi di tempat parkir sebuah toko serba ada di Louisiana.
Sehari kemudian, seorang pria kulit hitam, Philando Castile, ditembak mati oleh polisi saat sedang berada di dalam mobilnya.
Tersangka yang bersitegang dengan kepolisian Dallas ini pun mengatakan bahwa "akhir sudah tiba" dan akan lebih banyak polisi yang tewas. Menurut Brown, pria itu juga mengatakan bahwa sudah ada banyak bom yang ditanam di sekitar daerah itu.
"Tersangka ini bernegosiasi selama 45 menit terakhir dan berbicara dengan kami dan sangat tidak kooperatif dengan negosiasi itu," tutur Brown.
Sementara itu, polisi juga menginterogasi dua penumpang mobil Mercedes yang diberhentikan karena sempat memperlambat lajunya ketika sampai di pusat kota, kemudian seorang pria melemparkan satu tas dari jok belakang.
"Kami sangat berhati-hati dalam taktik kami agar tidak melukai petugas kami. Kami tidak akan tenang sampai kami dapat menangkap semua tersangka. Kami terus melakukan kajian terhadap semua kemungkinan motif alasan ini semua terjadi," kata Brown.
Wali Kota Dallas, Mike Rawlings, pun mengatakan bahwa daerah di bawah pimpinannya itu kini menjadi arena kajahatan aktif.
"Mimpi terburuk kami menjadi kenyataan. Ini merupakan momen menyedihkan bagi Kota Dallas," ucap Rawlings.
Sementara itu Presiden Barack Obama menyatakan belasungkawa atas kematian lima polisi yang menurut dia adalah karena serangan terkoordinir.
"Seluruh kota Dallas berduka setelah serangan sadis, keji dan terencana," kata Obama.
Pembunuh Polisi di AS adalah Veteran Perang Afghanistan
Micah Xavier Johnson, 25, tewas dalam baku tembak dengan polisi. (Micah X. Johnson via Facebook/via Reuters)
Penembak jitu yang membunuh lima orang polisi dalam aksi protes di Dallas, Amerika Serikat, diketahui adalah veteran perang Afghanistan. Pria yang dikenal pendiam ini tidak memiliki catatan kriminal, tapi menyimpan bahan pembuat bom di rumahnya.
Diberitakan NBC News, Jumat (8/6), Micah Xavier Johnson, 25, tewas dalam baku tembak dengan polisi. Dia menembak mati lima polisi dan melukai beberapa lainnya.
Penelusuran media menunjukkan bahwa Johnson pernah bertugas di Afghanistan sebagai tentara cadangan pada tahun 2015. Sembilan bulan setelah pulang dari penugasan tersebut, dia keluar dari militer.
Kemudian dia bekerja sebagai tenaga pembantu bagi anak-anak dan dewasa yang mengalami keterbelakangan mental. Dalam negosiasi dengan polisi, Johnson mengatakan akan "membunuh semua orang kulit putih" terutama polisi.
Menurut bibinya yang diwawancara NBC News, Johnson adalah pria pendiam. Tindakan itu dilakukannya lantaran marah atas penembakan warga kulit hitam oleh polisi AS.
Sebelumnya pada Rabu malam lalu, warga kulit hitam Philando Castile, 32, dibunuh oleh polisi di Minnesotta. Kekasih Castile merekam dengan video di internet aksi berdarah tersebut. Kematian Castile terjadi selang sehari setelah penembakan warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, 37, di Baton Rouge, Louisiana, juga oleh polisi.
Akibat pembunuhan tersebut, gelombang protes yang diikuti ribuan orang terjadi di beberapa kota di AS, salah satunya di Dallas, tempat penembakan oleh Johnson terjadi.
Kepolisian Dallas mengatakan Johnson tidak memiliki catatan kriminal. Penelusuran media sosial miliknya juga tidak menunjukkan bahwa dia terkait gerakan perlawanan kulit hitam.
Johnson merupakan tentara aktif dari September 2013 hingga April 2015. Militer mengatakan dia diturunkan ke Afghanistan dari November 2013 hingga Juli 2014.
Selama di Afghanistan, dia melakukan pekerjaan konstruksi di pangkalan militer. Tidak ada bukti bahwa dia berpartisipasi dalam pertempuran di Afghanistan.
Saat penggeledahan dilakukan di rumah Johnson, polisi menemukan bahan-bahan pembuat bom, rompi anti peluru, beberapa senapan, amunisi, dan jurnal taktik pertempuran.
Zona Larangan Terbang Diterapkan di Dallas
Situasi mencekam di kota Dallas, Texas, menyusul tewasnya empat orang polisi di tengah aksi protes penembakan warga kulit hitam. Para pelaku yang merupakan penembak jitu diduga masih bercokol di gedung, mengaku telah menanam bom di kota tersebut.
Kepala polisi David Brown seperti diberitakan Reuters, Kamis (7/6), baku tembak masih terjadi antara polisi dan pelaku yang berada di lantai dua sebuah gedung parkir mobil. Brown mengatakan, pelaku mengaku menanam bom di sekitar tempat itu.
Paket mencurigakan ditemukan dekat lokasi dan telah diamankan oleh tim penjinak bom kepolisian Dallas.
Menurut Brown, pelaku mengatakan "masa akhir akan datang" dan dia akan melukai serta membunuh banyak polisi. Pelaku, kata Brown, juga mengaku "menanam bom di gedung parkir dan di kota."
Empat orang polisi tewas dan tujuh lainnya terluka parah, seorang warga sipil juga jadi korban penembakan. Menurut Brown, serangan terhadap polisi di tengah protes masyarakat dilakukan secara terkoordinir. Beberapa korban tewas akibat peluru yang mengenai punggung mereka.
Zona larangan terbang
Situasi TKP di Dallas [kompas]
Situasi kian mencekam sehingga Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat mengeluarkan zona larangan terbang sementara di atas kota Dallas, hal ini diumumkan di Twitter.
Kisruh terjadi saat digelar aksi damai memprotes penembakan warga kulit hitam Philando Castile, 32, oleh polisi di Minnesotta Rabu malam lalu. Kekasih Castile merekam dengan video di internet aksi berdarah tersebut.
Kematian Castile terjadi selang sehari setelah penembakan warga kulit hitam lainnya, Alton Sterling, 37, di Baton Rouge, Louisiana, juga oleh polisi.
Berbagai peristiwa ini menambah panjang daftar kematian warga kulit hitam oleh aparat di AS. Presiden Barack Obama menyebut penembakan Castile dan Sterling sebagai tragedi dan hal yang sering terjadi.
"Ini adalah gejala dari rasialisme yang ada di sistem pengadilan kriminal kita," kata Obama.
Aksi protes juga digelar di beberapa kota di AS, seperti di Chicago, New York, St. Paul dan Minnesotta. (den)
♞ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.