✈️ Milik TNI AU✈️ Pesawat TNI AU [TNI AU]
Angkatan Udara Indonesia (TNI AU) sebenarnya merupakan AU yang unik karena memakai dua produk jet tempur buatan Rusia dan AS sekaligus.
Di era Perang Dingin, berbagai negara seperti Indonesia hanya bisa memilih satu produk jet tempur saja untuk dibeli: produksi Rusia atau AS saja. Ketika Indonesia berusaha dipengaruhi oleh komunis Rusia saat Perang Dingin maka berbagai alat utama sistem senjata (alutsista) bisa dibeli dengan mudah dari Rusia.
Pada tahun 1960-an berkat alutsista yang dibeli dari Rusia, khususnya pesawat-pesawat tempur dan kapal selam, Indonesia bahkan memiliki kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Tapi ketika di era Orde Baru, Indonesia lebih condong ke AS, maka alutsista dari AS pun gampang dibeli.
Sebaliknya alutsista dari Rusia terpaksa menjadi besi tua karena minimnya suku cadang terkait hubun gan RI-Rusia yang sedang memburuk. Tapi alustista dari AS juga bisa sewaktu-waktu terancam embargo senjata dari AS, jika antara Indonesia dan AS tiba-tiba terjadi konflik baik secara militer maupun politik.
Konflik yang berujung pada sangsi embargo suku cadang alutsista bahkan bisa terjadi jika Indonesia secara tiba-tiba punya konflik dengan negara-negara sekutu AS, seperti Australia, Inggris, dan Timor Leste. Misalnya saja tentara RI menggunakan senjata-senjata buatan AS untuk menangani para pelintas batas ilegal yang menyeberangi perbatasan NTT dan Timor Leste.
Pemerintah AS yang kemudian marah bisa berakibat pada sangsi berupa embargo senjata. Berdasar embargo senjata yang pernah dialami maka ketika TNI membeli altsista dari Rusia dan AS sekaligus, merasa lebih diuntungkan.
Pasalnya jika salah satu dari kedua negara itu menerapkan embargo persenjataan militer ke Indonesia, TNI masih bisa mengandalkan satu negara lainnya. Tapi mengoperasikan alutsista produk AS dan Rusia sebenarnya tidak sama.
Misalnya saja, Rusia merasa heran karena jet-jet tempur Sukhoi oleh TNI AU digunakan untuk latihan terbang dan pertunjukkan aerobatik. Padahal di Rusia, jet-jet tempur Sukhoi yang berharga sangat mahal hanya digunakan sekali pakai untuk perang seperti senjata pusaka. Jadi bukan untuk latihan terbang dan pertunjukkan aerobatik, karena jet-jet tempur Sukhoi seharusnya disimpan dan hanya digunakan saat perang.
Operasional Sukhoi memang terkenal sangat mahal. Pasalnya dalam satu jam terbang biaya yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 500 juta. Rusia sendiri memberlakukan jika jet-jet tempur Sukhoi mengalami kerusakan, harus diganti dengan yang baru bukan malah diperbaiki lalu digunakan bertempur lagi.
Sebaliknya jet-jet tempur AS seperti F-16 penggunannya memang berbeda jika dibandingkan dengan Sukhoi. Jet-jet tempur AS seperti pedang dan bisa digunakan dalam pertempuran sampai beberapa kali serta bisa juga “diasah” dengan cara di-upgrade.
Oleh karena itu jet-jet tempur AS yang sudah tidak dioperasikan akan disimpan dengan baik di suatu tempat yang beriklim steril. Tujuannya adalah untuk jaga-jaga kalau ada negara yang mau membeli atau untuk program penghibahan.
Dengan fungsi jet-jet tempur produksi AS yang bisa memiliki usia panjang itu dan telah dioperasikan oleh suatu negara sebenarnya mengandung resiko jangka panjang.
Maka supaya tidak ada masalah ke depannya, khususnya embargo senjata, negara-negara pengguna alutsista AS memang harus selalu memiliki hubungan baik dengan negeri Paman Sam itu.
Resiko jangka panjang itu akan berbeda jika suatu negara membeli alutsista dari Rusia yang berprinsip “hanya sekali pakai”. Rusia tak mau memusingkan embargo senjata. Pasalnya di era terkini negara mana pun asal punya duit bisa memborong alustista produk Rusia kapan saja.
Angkatan Udara Indonesia (TNI AU) sebenarnya merupakan AU yang unik karena memakai dua produk jet tempur buatan Rusia dan AS sekaligus.
Di era Perang Dingin, berbagai negara seperti Indonesia hanya bisa memilih satu produk jet tempur saja untuk dibeli: produksi Rusia atau AS saja. Ketika Indonesia berusaha dipengaruhi oleh komunis Rusia saat Perang Dingin maka berbagai alat utama sistem senjata (alutsista) bisa dibeli dengan mudah dari Rusia.
Pada tahun 1960-an berkat alutsista yang dibeli dari Rusia, khususnya pesawat-pesawat tempur dan kapal selam, Indonesia bahkan memiliki kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara. Tapi ketika di era Orde Baru, Indonesia lebih condong ke AS, maka alutsista dari AS pun gampang dibeli.
Sebaliknya alutsista dari Rusia terpaksa menjadi besi tua karena minimnya suku cadang terkait hubun gan RI-Rusia yang sedang memburuk. Tapi alustista dari AS juga bisa sewaktu-waktu terancam embargo senjata dari AS, jika antara Indonesia dan AS tiba-tiba terjadi konflik baik secara militer maupun politik.
Konflik yang berujung pada sangsi embargo suku cadang alutsista bahkan bisa terjadi jika Indonesia secara tiba-tiba punya konflik dengan negara-negara sekutu AS, seperti Australia, Inggris, dan Timor Leste. Misalnya saja tentara RI menggunakan senjata-senjata buatan AS untuk menangani para pelintas batas ilegal yang menyeberangi perbatasan NTT dan Timor Leste.
Pemerintah AS yang kemudian marah bisa berakibat pada sangsi berupa embargo senjata. Berdasar embargo senjata yang pernah dialami maka ketika TNI membeli altsista dari Rusia dan AS sekaligus, merasa lebih diuntungkan.
Pasalnya jika salah satu dari kedua negara itu menerapkan embargo persenjataan militer ke Indonesia, TNI masih bisa mengandalkan satu negara lainnya. Tapi mengoperasikan alutsista produk AS dan Rusia sebenarnya tidak sama.
Misalnya saja, Rusia merasa heran karena jet-jet tempur Sukhoi oleh TNI AU digunakan untuk latihan terbang dan pertunjukkan aerobatik. Padahal di Rusia, jet-jet tempur Sukhoi yang berharga sangat mahal hanya digunakan sekali pakai untuk perang seperti senjata pusaka. Jadi bukan untuk latihan terbang dan pertunjukkan aerobatik, karena jet-jet tempur Sukhoi seharusnya disimpan dan hanya digunakan saat perang.
Operasional Sukhoi memang terkenal sangat mahal. Pasalnya dalam satu jam terbang biaya yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 500 juta. Rusia sendiri memberlakukan jika jet-jet tempur Sukhoi mengalami kerusakan, harus diganti dengan yang baru bukan malah diperbaiki lalu digunakan bertempur lagi.
Sebaliknya jet-jet tempur AS seperti F-16 penggunannya memang berbeda jika dibandingkan dengan Sukhoi. Jet-jet tempur AS seperti pedang dan bisa digunakan dalam pertempuran sampai beberapa kali serta bisa juga “diasah” dengan cara di-upgrade.
Oleh karena itu jet-jet tempur AS yang sudah tidak dioperasikan akan disimpan dengan baik di suatu tempat yang beriklim steril. Tujuannya adalah untuk jaga-jaga kalau ada negara yang mau membeli atau untuk program penghibahan.
Dengan fungsi jet-jet tempur produksi AS yang bisa memiliki usia panjang itu dan telah dioperasikan oleh suatu negara sebenarnya mengandung resiko jangka panjang.
Maka supaya tidak ada masalah ke depannya, khususnya embargo senjata, negara-negara pengguna alutsista AS memang harus selalu memiliki hubungan baik dengan negeri Paman Sam itu.
Resiko jangka panjang itu akan berbeda jika suatu negara membeli alutsista dari Rusia yang berprinsip “hanya sekali pakai”. Rusia tak mau memusingkan embargo senjata. Pasalnya di era terkini negara mana pun asal punya duit bisa memborong alustista produk Rusia kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.