Mempengaruhi perencanaan pengembangan sampai 2024N219 PTDI ☆
Industri dirgantara Indonesia terus berupaya bertahan di tengah pandemi Covid-19. Salah satu bukti nyata terkait itu adalah produksi pesawat N219 amphibi oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang masih terus berjalan.
Kendati demikian, masih ada permasalahan dalam pengembangan pesawat angkut tersebut. Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Firdausi Manti bilang permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pesawat N219 amphibi adalah penganggaran.
Selama ini, dalam perencanaan pengembangan sampai 2024, anggarannya dialokasikan melalui LAPAN dan BPPT. Tetapi saat ini ada perubahan organisasi, di mana LAPAN dan BPPT masuk dalam organisasi BRIN. Sehingga, menurut Manti, akan memengaruhi perencanaan pengembangan sampai 2024 tersebut.
Selain itu ada permasalahan lain seperti tingkat korosif yang tinggi karena mendarat di laut. Sehingga Kemenko Marves meminta PTDI melakukan penyelesaian permasalahan yang ada.
"Kami harap pada pertemuan lanjut antara PTDI dan berbagai pihak, baik dengan BRIN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN," kata Manti dalam keterangan resmi, Senin (15/11/2021).
Pesawat N219 merupakan pesawat komersial jenis amphibi (N219A). Pesawat ini dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air, sehingga dapat menjangkau banyak kepulauan di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Ayodhia G L Kalake menjelaskan, berbagai wilayah berpotensi menggunakan pesawat ini. Seperti Danau Toba, Kepulauan Riau, Pulau Derawan, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo.
Selain itu, Ia memiliki potensi ekspor yang besar di Asia pasifik.
"Saat ini ada 150 unit pesawat aktif dan 45% dari populasi itu telah melalui masa tua," jelasnya.
Pesawat ini memiliki kecepatan 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10 ribu kaki. Dengan beban 1.560 kg, Ia mampu menempuh jarak hingga 231 km. Take off ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter.
Adapun berat maksimum untuk take off yang dapat diangkut pesawat ini mencapai 7.030 kg, dengan berat maksimum landing 6.940 kg, dengan kapasitas bahan bakar 1.600 kg. (miq/miq)
Industri dirgantara Indonesia terus berupaya bertahan di tengah pandemi Covid-19. Salah satu bukti nyata terkait itu adalah produksi pesawat N219 amphibi oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang masih terus berjalan.
Kendati demikian, masih ada permasalahan dalam pengembangan pesawat angkut tersebut. Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Firdausi Manti bilang permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pesawat N219 amphibi adalah penganggaran.
Selama ini, dalam perencanaan pengembangan sampai 2024, anggarannya dialokasikan melalui LAPAN dan BPPT. Tetapi saat ini ada perubahan organisasi, di mana LAPAN dan BPPT masuk dalam organisasi BRIN. Sehingga, menurut Manti, akan memengaruhi perencanaan pengembangan sampai 2024 tersebut.
Selain itu ada permasalahan lain seperti tingkat korosif yang tinggi karena mendarat di laut. Sehingga Kemenko Marves meminta PTDI melakukan penyelesaian permasalahan yang ada.
"Kami harap pada pertemuan lanjut antara PTDI dan berbagai pihak, baik dengan BRIN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN," kata Manti dalam keterangan resmi, Senin (15/11/2021).
Pesawat N219 merupakan pesawat komersial jenis amphibi (N219A). Pesawat ini dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air, sehingga dapat menjangkau banyak kepulauan di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Ayodhia G L Kalake menjelaskan, berbagai wilayah berpotensi menggunakan pesawat ini. Seperti Danau Toba, Kepulauan Riau, Pulau Derawan, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo.
Selain itu, Ia memiliki potensi ekspor yang besar di Asia pasifik.
"Saat ini ada 150 unit pesawat aktif dan 45% dari populasi itu telah melalui masa tua," jelasnya.
Pesawat ini memiliki kecepatan 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10 ribu kaki. Dengan beban 1.560 kg, Ia mampu menempuh jarak hingga 231 km. Take off ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter.
Adapun berat maksimum untuk take off yang dapat diangkut pesawat ini mencapai 7.030 kg, dengan berat maksimum landing 6.940 kg, dengan kapasitas bahan bakar 1.600 kg. (miq/miq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.