Di Laut China SelatanSalah satu pilot jet tempur China menembakkan rudal ke atas Laut China Selatan. [Foto/CCTV/Weibo]
China mengklaim telah menembakkan lusinan rudal di atas Laut China Selatan. Senjata-senjata itu ditembakkan tentara Beijing selama latihan tembakan langsung (live-fire) pada Selasa dan Rabu lalu.
Media pemerintah, CCTV, melaporkan rudal-rudal air-to-air ditembakkan selama latihan militer dua hari yang dihadiri oleh hampir 100 tentara di area yang dirahasiakan di sebelah barat Pulau Hainan China.
Media itu membanggakan kemampuan militer Beijing sambil mengirimkan peringatan ke negara lain di tengah hubungan yang memburuk dengan AS dan Taiwan.
Presiden China Xi bulan ini memberi tahu tentara marinirnya untuk fokus pada kesiapsiagaan perang sambil tetap sangat waspada.
Latihan tembak rudal diselenggarakan oleh angkatan laut Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat. Hampir 100 pilot jet tempur menghadiri latihan tersebut dan meluncurkan lusinan rudal.
CCTV, melalui akun Weibo-nya,juga merilis rekaman tentara memuat beberapa rudal ke jet tempur tak dikenal dan senjata yang dikeluarkan dari pesawat perang. Manuver misil tersebut diklaim bertujuan untuk menguji "kinerja persenjataan" pasukan dalam lingkungan perang nyata.
Manuver militer China berlangsung pada saat ketegangan yang memanas antara China dan Taiwan—wilayah yang memiliki pemerintahan sendiri, namun masih dianggap Beijing sebagai bagian dari China.
Beijing telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer sejak pemilihan Presiden Taiwan tahun 2016 yang dimenangkan Tsai Ing-wen.
Peningkatan jangkauan Washington ke Taiwan di bawah Presiden Donald Trump telah menjadi titik nyala lain dengan Beijing, ketika AS dan China bentrok karena berbagai masalah seperti perdagangan, persaingan teknologi, hak asasi manusia hingga pandemi virus corona.
Presiden China pada 13 Oktober lalu mengatakan kepada pasukan Angkatan Laut-nya; "Untuk memfokuskan semua pikiran dan energi (Anda) guna mempersiapkan perang dan menjaga tingkat kewaspadaan yang tinggi."
Beberapa hari sebelumnya, China mengancam akan mengambil alih Taiwan dengan merilis rekaman tentaranya "merebut sebuah pulau". Dalam video yang dirilis oleh CCTV pada 10 Oktober, pasukan dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) terlihat mensimulasikan serangan di pulau tak dikenal selama latihan militer skala besar.
Pada hari Senin, CCTV merilis rekaman seorang pilot jet tempur China yang memperingatkan "pesawat perang yang mengganggu" untuk meninggalkan ruang udaranya sebelum dilaporkan memaksanya pergi.
Perwira Beijing tersebut berbicara melalui radio dalam bahasa Inggris yang hampir tidak dapat dipahami saat mengikuti dari dekat di belakang pesawat perang yang diduga milik musuh.
Kementerian Luar Negeri China kemarin mengancam akan melakukan pembalasan setelah Departemen Luar Negeri AS menyetujui potensi penjualan tiga sistem senjata ke Taiwan dalam kesepakatan yang dapat bernilai total USD1,8 miliar.
"Penjualan tersebut sangat mengganggu urusan dalam negeri China, sangat merusak kedaulatan dan kepentingan keamanan China, mengirimkan sinyal yang sangat salah kepada pasukan kemerdekaan Taiwan, dan sangat merusak hubungan China-AS dan perdamaian serta stabilitas di Selat Taiwan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. (min)
♖ sindonews
China mengklaim telah menembakkan lusinan rudal di atas Laut China Selatan. Senjata-senjata itu ditembakkan tentara Beijing selama latihan tembakan langsung (live-fire) pada Selasa dan Rabu lalu.
Media pemerintah, CCTV, melaporkan rudal-rudal air-to-air ditembakkan selama latihan militer dua hari yang dihadiri oleh hampir 100 tentara di area yang dirahasiakan di sebelah barat Pulau Hainan China.
Media itu membanggakan kemampuan militer Beijing sambil mengirimkan peringatan ke negara lain di tengah hubungan yang memburuk dengan AS dan Taiwan.
Presiden China Xi bulan ini memberi tahu tentara marinirnya untuk fokus pada kesiapsiagaan perang sambil tetap sangat waspada.
Latihan tembak rudal diselenggarakan oleh angkatan laut Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat. Hampir 100 pilot jet tempur menghadiri latihan tersebut dan meluncurkan lusinan rudal.
CCTV, melalui akun Weibo-nya,juga merilis rekaman tentara memuat beberapa rudal ke jet tempur tak dikenal dan senjata yang dikeluarkan dari pesawat perang. Manuver misil tersebut diklaim bertujuan untuk menguji "kinerja persenjataan" pasukan dalam lingkungan perang nyata.
Manuver militer China berlangsung pada saat ketegangan yang memanas antara China dan Taiwan—wilayah yang memiliki pemerintahan sendiri, namun masih dianggap Beijing sebagai bagian dari China.
Beijing telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer sejak pemilihan Presiden Taiwan tahun 2016 yang dimenangkan Tsai Ing-wen.
Peningkatan jangkauan Washington ke Taiwan di bawah Presiden Donald Trump telah menjadi titik nyala lain dengan Beijing, ketika AS dan China bentrok karena berbagai masalah seperti perdagangan, persaingan teknologi, hak asasi manusia hingga pandemi virus corona.
Presiden China pada 13 Oktober lalu mengatakan kepada pasukan Angkatan Laut-nya; "Untuk memfokuskan semua pikiran dan energi (Anda) guna mempersiapkan perang dan menjaga tingkat kewaspadaan yang tinggi."
Beberapa hari sebelumnya, China mengancam akan mengambil alih Taiwan dengan merilis rekaman tentaranya "merebut sebuah pulau". Dalam video yang dirilis oleh CCTV pada 10 Oktober, pasukan dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) terlihat mensimulasikan serangan di pulau tak dikenal selama latihan militer skala besar.
Pada hari Senin, CCTV merilis rekaman seorang pilot jet tempur China yang memperingatkan "pesawat perang yang mengganggu" untuk meninggalkan ruang udaranya sebelum dilaporkan memaksanya pergi.
Perwira Beijing tersebut berbicara melalui radio dalam bahasa Inggris yang hampir tidak dapat dipahami saat mengikuti dari dekat di belakang pesawat perang yang diduga milik musuh.
Kementerian Luar Negeri China kemarin mengancam akan melakukan pembalasan setelah Departemen Luar Negeri AS menyetujui potensi penjualan tiga sistem senjata ke Taiwan dalam kesepakatan yang dapat bernilai total USD1,8 miliar.
"Penjualan tersebut sangat mengganggu urusan dalam negeri China, sangat merusak kedaulatan dan kepentingan keamanan China, mengirimkan sinyal yang sangat salah kepada pasukan kemerdekaan Taiwan, dan sangat merusak hubungan China-AS dan perdamaian serta stabilitas di Selat Taiwan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian. (min)
♖ sindonews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.