Menyamar Jadi Nelayan, tetapi Siap Perang Peta wilayah Laut China Selatan [JPNN] ★
Tiongkok telah mengerahkan milisi maritim untuk menjaga dan mengawasi pengembangan pos-pos terpencil yang mereka dirikan di Laut China Selatan.
Hal itu disampaikan Andrew Erickson, profesor China Maritime Studies di Institute US Naval War College. Secara detail dia mengungkapkan bagaimana Beijing menyamarkan keberadaan milisi tersebut demi menghindari protes negara-negara yang juga mengklaim kawasan LCS.
"Milisi maritim di kota Sansha (kota yang dibangun Tiongkok di gugusan kepulauan kecil di Laut China Selatan-red) yang berprofesi sebagai nelayan melakukan rotasi setiap 45 hingga 90 hari sekali ke pos-pos terluar Tiongkok di Laut China Selatan," ujar Andrew Erickson dalam diskusi virtual "Penilaian Kebijakan Tiongkok atas Laut China Selatan", Jakarta, Rabu (9/6).
Berdasarkan pengamatan, ia mengatakan unit milisi maritim di kota Sansha bersifat full time atau permanen dan bukan paruh waktu. Milisi tersebut dioperasikan dari Provinsi Hainan.
Andrew mengatakan pihaknya berhasil mendokumentasikan ketika milisi maritim di kota Sansha itu diterjunkan pemerintah Tiongkok dalam insiden yang terjadi di perairan Filipina.
Pemerintah Filipina mengeluarkan foto resmi terkait insiden tersebut dan terlihat nomor lambung kapal dari milisi maritim tersebut, kata dia.
"Milisi maritim itu sendiri bagian resmi dari angkatan bersenjata Republik Rakyat Tiongkok. Milisi maritim memiliki jumlah kapal yang sangat banyak dan mereka memilik unit elite di dalammnya dan unit elite ini yang ditugasi untuk bertanggung jawab atas insiden di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan," kata dia.
Andrew menekankan bahwa ada dua fungsi dari pasukan elite tersebut yaitu pertama, menjaga dan melindungi hak-hak Republik Rakyat Tiongkok di masa damai. Kedua, bersiap untuk terjun dalam peperangan dan memenangi perang tersebut di masa perang.
"Dari penelitian kami adalah informasi yang kami dapatkan dari sumber lainnya yang terbuka terkait penekanan China dalam hal kehadiran kapal-kapal ikan di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan. Hasil dari kajian kami bahwa kapal ikan China mendapatkan subsidi penuh dan insentif terhadap aktivitas yang mereka lakukan di wilayah yang disengketakan itu," kata Andrew. (ant/dil/jpnn)
Tiongkok telah mengerahkan milisi maritim untuk menjaga dan mengawasi pengembangan pos-pos terpencil yang mereka dirikan di Laut China Selatan.
Hal itu disampaikan Andrew Erickson, profesor China Maritime Studies di Institute US Naval War College. Secara detail dia mengungkapkan bagaimana Beijing menyamarkan keberadaan milisi tersebut demi menghindari protes negara-negara yang juga mengklaim kawasan LCS.
"Milisi maritim di kota Sansha (kota yang dibangun Tiongkok di gugusan kepulauan kecil di Laut China Selatan-red) yang berprofesi sebagai nelayan melakukan rotasi setiap 45 hingga 90 hari sekali ke pos-pos terluar Tiongkok di Laut China Selatan," ujar Andrew Erickson dalam diskusi virtual "Penilaian Kebijakan Tiongkok atas Laut China Selatan", Jakarta, Rabu (9/6).
Berdasarkan pengamatan, ia mengatakan unit milisi maritim di kota Sansha bersifat full time atau permanen dan bukan paruh waktu. Milisi tersebut dioperasikan dari Provinsi Hainan.
Andrew mengatakan pihaknya berhasil mendokumentasikan ketika milisi maritim di kota Sansha itu diterjunkan pemerintah Tiongkok dalam insiden yang terjadi di perairan Filipina.
Pemerintah Filipina mengeluarkan foto resmi terkait insiden tersebut dan terlihat nomor lambung kapal dari milisi maritim tersebut, kata dia.
"Milisi maritim itu sendiri bagian resmi dari angkatan bersenjata Republik Rakyat Tiongkok. Milisi maritim memiliki jumlah kapal yang sangat banyak dan mereka memilik unit elite di dalammnya dan unit elite ini yang ditugasi untuk bertanggung jawab atas insiden di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan," kata dia.
Andrew menekankan bahwa ada dua fungsi dari pasukan elite tersebut yaitu pertama, menjaga dan melindungi hak-hak Republik Rakyat Tiongkok di masa damai. Kedua, bersiap untuk terjun dalam peperangan dan memenangi perang tersebut di masa perang.
"Dari penelitian kami adalah informasi yang kami dapatkan dari sumber lainnya yang terbuka terkait penekanan China dalam hal kehadiran kapal-kapal ikan di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan. Hasil dari kajian kami bahwa kapal ikan China mendapatkan subsidi penuh dan insentif terhadap aktivitas yang mereka lakukan di wilayah yang disengketakan itu," kata Andrew. (ant/dil/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.