Prototipe KF-21 (Angkatan Bersenjata Korsel) ★
Tahun 2022 akan menjadi tahun paling krusial bagi KF-21 Boramae karena dijadwalkan melakukan penerbangan perdananya. Sejak peluncuran pesawat prototipe pertama tahun lalu jet tempur yang dibangun Korea Selatan dan Indonesia tersebut dilaporkan telah menjalani berbagai uji darat.
Lockheed Martin adalah mitra resmi program KF-X. Ketika Angkatan Udara Republik Korea mengakuisisi 40 jet tempur F-35A. Salah satu klausul utama dalam kontrak termasuk transfer teknologi, empat di antaranya dikategorikan sebagai teknologi inti yang diperlukan untuk pengembangan KF-21.
Empat teknologi inti tersebut adalah: Radar AESA, Radio Frequency Jammer, Pod penargetan Electro-Optical dan Infrared Search and Track (IRST). Namun Kongres Amerika menilai teknologi itu terlalu sensitif hingga mereka memblokir transfer teknologi tersebut. Ini menempatkan program KF-X dalam bahaya, dan banyak orang di Korea Selatan meragukan kelayakan program tanpa teknologi ini.
Setelah studi kelayakan yang mendalam, Badan Pengembangan Pertahanan Korea Selatan menyimpulkan bahwa teknologi ini dapat dikembangkan secara lokal. Studi kelayakan ini menempatkan program KF-X kembali ke jalurnya dan sampai seperti sekarang ini.
Pengembangan radar AESA tidak diragukan lagi merupakan program pengembangan paling terkenal dari keempatnya, dan dikatakan berjalan lancar.
Menurut akun Facebook Angkatan Bersenjata Republik Korea, prototipe radar telah menjalani banyak pengujian di udara dan dikatakan berkinerja baik. Pengembangan sistem lain juga dikatakan berjalan baik melalui pengembangan dan penelitian sendiri atau melalui kerjasama dengan mitra internasional.
Angkatan Bersenjata Republik Korea juga mengatakan karena teknologi inti ini dianggap sangat sensitif dan merupakan kekayaan intelektual Korea Selatan, setiap sistem yang diekspor akan dikelola oleh para insinyur Korea Selatan. Misalnya, jet tempur yang dibangun Indonesia atau yang disebut sebagai IF-21 harus diawasi oleh insinyur Korea Selatan ketika radar dan subsistem sensitif lainnya akan digunakan. Korea Selatan yang akan melakukan perawatan radar tersebut.
“Ini bukan hal yang aneh. Sebagian besar, meski tidak semua, produsen pertahanan utama selalu memberlakukan persyaratan serupa untuk melindungi teknologi sensitif. Sebagai misal, pengguna varian F-15E dan F-35 tidak bisa leluasa merawat pesawat mereka tanpa insinyur Boeing atau Lockheed Martin,” tulis Angkatan Bersenjata Korea Selatan.
Seperti diketahui jet tempur supersonik KF-21 Boramae secara resmi diluncurkan pada 9 April 2021. Menurut Korea Aerospace Industries (KAI) pesawat ini dirancang untuk dapat terbang dengan kecepatan maksimum 1,81 Mach dengan jangkauan terbang mencapai 2.900 kilometer.
Pesawat memiliki panjang 16,9m, tinggi 4,7m dan bentang sayap 11,2m. Dengan dimensi ini KF-21 lebih besar dari F-16 dan memiliki ukuran yang sama dengan F/A-18.
Pengembangan KF-21 dimulai secara sungguh-sungguh pada Januari 2016 dan proses perakitan dimulai pada 2019 setelah Critical Design Review selesai pada 2018. KF-21 diharapkan dapat menggantikan F-4 dan F-4 Angkatan Udara Republik Korea. KF-21 adalah proyek bersama antara Korea Selatan dan Indonesia di mana Seoul memegang 80% saham sementara Jakarta 20%. Pada tahap awal Indonesia akan membeli 40 unit pesawat tersebut.
Tahun 2022 akan menjadi tahun paling krusial bagi KF-21 Boramae karena dijadwalkan melakukan penerbangan perdananya. Sejak peluncuran pesawat prototipe pertama tahun lalu jet tempur yang dibangun Korea Selatan dan Indonesia tersebut dilaporkan telah menjalani berbagai uji darat.
Lockheed Martin adalah mitra resmi program KF-X. Ketika Angkatan Udara Republik Korea mengakuisisi 40 jet tempur F-35A. Salah satu klausul utama dalam kontrak termasuk transfer teknologi, empat di antaranya dikategorikan sebagai teknologi inti yang diperlukan untuk pengembangan KF-21.
Empat teknologi inti tersebut adalah: Radar AESA, Radio Frequency Jammer, Pod penargetan Electro-Optical dan Infrared Search and Track (IRST). Namun Kongres Amerika menilai teknologi itu terlalu sensitif hingga mereka memblokir transfer teknologi tersebut. Ini menempatkan program KF-X dalam bahaya, dan banyak orang di Korea Selatan meragukan kelayakan program tanpa teknologi ini.
Setelah studi kelayakan yang mendalam, Badan Pengembangan Pertahanan Korea Selatan menyimpulkan bahwa teknologi ini dapat dikembangkan secara lokal. Studi kelayakan ini menempatkan program KF-X kembali ke jalurnya dan sampai seperti sekarang ini.
Pengembangan radar AESA tidak diragukan lagi merupakan program pengembangan paling terkenal dari keempatnya, dan dikatakan berjalan lancar.
Menurut akun Facebook Angkatan Bersenjata Republik Korea, prototipe radar telah menjalani banyak pengujian di udara dan dikatakan berkinerja baik. Pengembangan sistem lain juga dikatakan berjalan baik melalui pengembangan dan penelitian sendiri atau melalui kerjasama dengan mitra internasional.
Angkatan Bersenjata Republik Korea juga mengatakan karena teknologi inti ini dianggap sangat sensitif dan merupakan kekayaan intelektual Korea Selatan, setiap sistem yang diekspor akan dikelola oleh para insinyur Korea Selatan. Misalnya, jet tempur yang dibangun Indonesia atau yang disebut sebagai IF-21 harus diawasi oleh insinyur Korea Selatan ketika radar dan subsistem sensitif lainnya akan digunakan. Korea Selatan yang akan melakukan perawatan radar tersebut.
“Ini bukan hal yang aneh. Sebagian besar, meski tidak semua, produsen pertahanan utama selalu memberlakukan persyaratan serupa untuk melindungi teknologi sensitif. Sebagai misal, pengguna varian F-15E dan F-35 tidak bisa leluasa merawat pesawat mereka tanpa insinyur Boeing atau Lockheed Martin,” tulis Angkatan Bersenjata Korea Selatan.
Seperti diketahui jet tempur supersonik KF-21 Boramae secara resmi diluncurkan pada 9 April 2021. Menurut Korea Aerospace Industries (KAI) pesawat ini dirancang untuk dapat terbang dengan kecepatan maksimum 1,81 Mach dengan jangkauan terbang mencapai 2.900 kilometer.
Pesawat memiliki panjang 16,9m, tinggi 4,7m dan bentang sayap 11,2m. Dengan dimensi ini KF-21 lebih besar dari F-16 dan memiliki ukuran yang sama dengan F/A-18.
Pengembangan KF-21 dimulai secara sungguh-sungguh pada Januari 2016 dan proses perakitan dimulai pada 2019 setelah Critical Design Review selesai pada 2018. KF-21 diharapkan dapat menggantikan F-4 dan F-4 Angkatan Udara Republik Korea. KF-21 adalah proyek bersama antara Korea Selatan dan Indonesia di mana Seoul memegang 80% saham sementara Jakarta 20%. Pada tahap awal Indonesia akan membeli 40 unit pesawat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.