Lambang PTTA MALE Elang Hitam [BUMN] ⍟
Kemandirian adalah suatu kondisi dimana kita memiliki kemampuan untuk tidak tergantung dari bangsa lain. Dalam konstelasi internasional saat ini, saling ketergantungan ini suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Meskipun begitu, menurut hemat kami kemandirian ini tetep relevan untuk diperjuangkan dalam arti kemampuan untuk mencegah ketergantungan itu dengan kemampuan mendefinisikan dan mengimplementasikan opsi-topsi lain bila suatu negara mengembargo misalnya agar sistem yang dibangun itu tetap dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
Kemandirian dalam pengertian ini tidak harus seluruh komponen itu dihasilkan dari industri dalam negeri, meskipun secara bertahap kandungan lokal nya harus diupayakan terus untuk ditingkatkan.
Cita cita kemandirian sebagai bangsa merupakan cita cita luhur bangsa yang telah digaungkan sejak Presiden Soekarno dengan program Berdikari.
Dibeberapa alutsista, kemandirian telah dimiliki melalui PTDI, PT.PINDAD, PT.PAL, PT. DAHANA, dll.
Pemenuhan alutsista TNI saat ini beberapa telah sangat memuaskan dapat dipenuhi dari industri dalam negeri, baik itu PTDI dengan CN235 nya, Pindad dengan berbagai tipe senjata, amunisi, dan pansernya, demikian juga Dahana, PAL, dll.
Untuk pesawat kelas trainer turboprop dan jet masih menggunakan produk KAI Korea yaitu KT1 dan T50, sedangkan untuk kelas fighter sistem produk Amerika F16, Rusia SU27 dan Inggris Hawk.
Sedangkan IF-X, mesih perlu waktu setelah 2026 untuk dapat mengatakan bahwa produk itu akan dapat diproduksi di PTDI.
PTTA MALE Elang Hitam
Infografis PTTA MALE Elang Hitam [antara] ★
Untuk jenis pesawat tanpa awak, belum ada 1 pun produk dalam negeri yang masuk dalam standar alutsista TNI, padahal ke depan wacana penggunaan pesawat tanpa awak ini akan semakin besar, apalagi untuk mencakup wilayah Indonesia yang sedemikian luas termasuk wilayah airnya.
Beberapa lembaga riset telah memulai pengembangan berbagai jenis UAV, namun belum ada 1 pun yang memenuhi syarat sesuai standar kebutuhan TNI.
MALE (Medium Altitude Long Endurance) merupakan program yang dirancang untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan TNI.
Berbagai lembaga melibatkan diri dalam cita cita ini, seperti Balitbang Kemhan, Ditjen Pothan Kemhan, Dislitbang AU, BRIN, BPPT, LAPAN, PTDI, LEN, ITB. Berbagai lembaga ini selanjutnya menyepakati berkoordinasi dalam format konsorsium, dengan PTDI ditunjuk sebagai lead integrator nya.
Untuk memastikan agar MALE ini nantinya dapat masuk dalam standar alutsista operasi TNI maka requirement user harus dibangun untuk menjadi rujukan dasar pengembangan MALE bagi seluruh anggota konsorsium.
Requirement ini sangat penting karena tanpa Requirement formal dari user maka tidak ada jaminan bahwa produk MALE yang dibangun ini nantinya akan sesuai dengan kebutuhan TNI sebagai user.
Untuk itu kerjasama antara pengembang dalam hal ini lead integrator dengan user yang dalam ini diwakili oleh Dislitbang AU harus dilakukan untuk membangun requirement MALE ini. Dalam pelaksanaanya, konsep operasional MALE ini telah disampaikan oleh Asopau Henri Alfiandi, Marsekal Muda TNI AU saat PTDI beraudiensi di Mabes AU, September 2020.
Kemudian konsep operasi ini selanjutnya secara formal dipresentasikan oleh Asopau dihadapan seluruh anggota konsorsium dan kemudian diterjemahkan lebih detil menjadi requirement operasional yang detilnya dibahas oleh reviewer yang mewakili user dalam agenda SRR (System Reqirement Review) 29 September – 2 Oktober 2020.
System Requirement Review (SRR) merupakan review yang dilaksanakan untuk menjamin bahwa System Requirement yang didefinisikan sesuai dengan kebutuhan user (TNI-AU) dan tetap sejalan dengan batasan dana, schedule, resiko, kesiapan teknologi, dan batasan lainnya yang diidentifikasi dalam fase pengembangan.
SRR ini menghasilkan dokumen requirement formal MALE yang disebut SRD MALE (System Requirement Document). SRD ini telah ditanda tangani oleh semua reviewer dan ditetapkan oleh Asopau 19 November 2020.
SRR dan SRD MALE ini menjadi tonggak penting dalam proses pengembangan alutsista di Indonesia dimana SRD MALE ini merupakan pengalaman pertama Indonesia dalam mendefinisikan requirement user melalui proses system engineering.
Systems Engineering merupakan pendekatan untuk mewujudkan suatu sistem atau produk secara terintegrasi. Systems Engineering mengintegrasikan semua disiplin Engineering untuk membangun proses pengembangan produk.
Definisi System Engineering dibagi ke dalam 3 proses besar yaitu :
1. Development phasing untuk mengontrol proses desain dan menyediakan baseline untuk mengkoordinasikan design effort.
2. Systems engineering process untuk menyediakan struktur dalam melakukan tracking requirement yang didefinisikan dari operational user yang kemudian diwujudkan dalam disain.
3. Life cycle integration yang mengikutertakan customer/ user dalam proses desain dan memastikan bahwa system yang dikembangkan feasible selama masa pengembangan.
Kemandirian adalah suatu kondisi dimana kita memiliki kemampuan untuk tidak tergantung dari bangsa lain. Dalam konstelasi internasional saat ini, saling ketergantungan ini suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Meskipun begitu, menurut hemat kami kemandirian ini tetep relevan untuk diperjuangkan dalam arti kemampuan untuk mencegah ketergantungan itu dengan kemampuan mendefinisikan dan mengimplementasikan opsi-topsi lain bila suatu negara mengembargo misalnya agar sistem yang dibangun itu tetap dapat berfungsi sebagai mana mestinya.
Kemandirian dalam pengertian ini tidak harus seluruh komponen itu dihasilkan dari industri dalam negeri, meskipun secara bertahap kandungan lokal nya harus diupayakan terus untuk ditingkatkan.
Cita cita kemandirian sebagai bangsa merupakan cita cita luhur bangsa yang telah digaungkan sejak Presiden Soekarno dengan program Berdikari.
Dibeberapa alutsista, kemandirian telah dimiliki melalui PTDI, PT.PINDAD, PT.PAL, PT. DAHANA, dll.
Pemenuhan alutsista TNI saat ini beberapa telah sangat memuaskan dapat dipenuhi dari industri dalam negeri, baik itu PTDI dengan CN235 nya, Pindad dengan berbagai tipe senjata, amunisi, dan pansernya, demikian juga Dahana, PAL, dll.
Untuk pesawat kelas trainer turboprop dan jet masih menggunakan produk KAI Korea yaitu KT1 dan T50, sedangkan untuk kelas fighter sistem produk Amerika F16, Rusia SU27 dan Inggris Hawk.
Sedangkan IF-X, mesih perlu waktu setelah 2026 untuk dapat mengatakan bahwa produk itu akan dapat diproduksi di PTDI.
PTTA MALE Elang Hitam
Infografis PTTA MALE Elang Hitam [antara] ★
Untuk jenis pesawat tanpa awak, belum ada 1 pun produk dalam negeri yang masuk dalam standar alutsista TNI, padahal ke depan wacana penggunaan pesawat tanpa awak ini akan semakin besar, apalagi untuk mencakup wilayah Indonesia yang sedemikian luas termasuk wilayah airnya.
Beberapa lembaga riset telah memulai pengembangan berbagai jenis UAV, namun belum ada 1 pun yang memenuhi syarat sesuai standar kebutuhan TNI.
MALE (Medium Altitude Long Endurance) merupakan program yang dirancang untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan TNI.
Berbagai lembaga melibatkan diri dalam cita cita ini, seperti Balitbang Kemhan, Ditjen Pothan Kemhan, Dislitbang AU, BRIN, BPPT, LAPAN, PTDI, LEN, ITB. Berbagai lembaga ini selanjutnya menyepakati berkoordinasi dalam format konsorsium, dengan PTDI ditunjuk sebagai lead integrator nya.
Untuk memastikan agar MALE ini nantinya dapat masuk dalam standar alutsista operasi TNI maka requirement user harus dibangun untuk menjadi rujukan dasar pengembangan MALE bagi seluruh anggota konsorsium.
Requirement ini sangat penting karena tanpa Requirement formal dari user maka tidak ada jaminan bahwa produk MALE yang dibangun ini nantinya akan sesuai dengan kebutuhan TNI sebagai user.
Untuk itu kerjasama antara pengembang dalam hal ini lead integrator dengan user yang dalam ini diwakili oleh Dislitbang AU harus dilakukan untuk membangun requirement MALE ini. Dalam pelaksanaanya, konsep operasional MALE ini telah disampaikan oleh Asopau Henri Alfiandi, Marsekal Muda TNI AU saat PTDI beraudiensi di Mabes AU, September 2020.
Kemudian konsep operasi ini selanjutnya secara formal dipresentasikan oleh Asopau dihadapan seluruh anggota konsorsium dan kemudian diterjemahkan lebih detil menjadi requirement operasional yang detilnya dibahas oleh reviewer yang mewakili user dalam agenda SRR (System Reqirement Review) 29 September – 2 Oktober 2020.
System Requirement Review (SRR) merupakan review yang dilaksanakan untuk menjamin bahwa System Requirement yang didefinisikan sesuai dengan kebutuhan user (TNI-AU) dan tetap sejalan dengan batasan dana, schedule, resiko, kesiapan teknologi, dan batasan lainnya yang diidentifikasi dalam fase pengembangan.
SRR ini menghasilkan dokumen requirement formal MALE yang disebut SRD MALE (System Requirement Document). SRD ini telah ditanda tangani oleh semua reviewer dan ditetapkan oleh Asopau 19 November 2020.
SRR dan SRD MALE ini menjadi tonggak penting dalam proses pengembangan alutsista di Indonesia dimana SRD MALE ini merupakan pengalaman pertama Indonesia dalam mendefinisikan requirement user melalui proses system engineering.
Systems Engineering merupakan pendekatan untuk mewujudkan suatu sistem atau produk secara terintegrasi. Systems Engineering mengintegrasikan semua disiplin Engineering untuk membangun proses pengembangan produk.
Definisi System Engineering dibagi ke dalam 3 proses besar yaitu :
1. Development phasing untuk mengontrol proses desain dan menyediakan baseline untuk mengkoordinasikan design effort.
2. Systems engineering process untuk menyediakan struktur dalam melakukan tracking requirement yang didefinisikan dari operational user yang kemudian diwujudkan dalam disain.
3. Life cycle integration yang mengikutertakan customer/ user dalam proses desain dan memastikan bahwa system yang dikembangkan feasible selama masa pengembangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.