Batalyon 405 Persembahkan 52 Prajurit
PENGORBANAN bangsa Indonesia untuk Timtim sudah cukup besar. Tetapi sekarang kita harus rela kehilangan bumi Loro Sae. Kenyataan telah menunjukkan kelompok prokemerdekaan yang memenangi jajak pendapat yang diselenggarakan PBB itu.
Salah satu pengorbanan besar bagi Timtim telah disumbangkan oleh Batalyon 405 Suryakusuma, Cilacap. Yon 405 yang kini markasnya telah pindah ke Wangon, Kabupaten Banyumas itu pantas dicatat dalam sejarah sebagai batalyon yang mempunyai andil besar dalam proses integrasi Timtim ke Republik Indonesia.
Lalu, apa andil besar batalyon itu untuk Timtim? Menurut penuturan mantan anggota Yon 405, Serma (Purn) Rasiman (58), pada 15 April 1976 satu truk pasukan dari batalyonnya yang dikirim ke Timtim, gugur setelah diberondong peluru Fretilin.
Peristiwa itu terjadi pada saat truk pasukan tersebut dalam perjalanan menuju pegunungan Aitutu. Pasukan dari Yon 405 sengaja dikirim ke Pegunungan Aitutu untuk membebaskan rakyat Timtim dari ancaman kelompok Fretilin.
''Pada waktu itu, di pegunungan Aitutu ada penduduk yang hidup di bawah ancaman Fretilin. Hidup mereka hanya sebagai sapi perahan. Sebab, mereka setiap hari dipaksa untuk menyediakan makanan dan minuman bagi pasukan Fretilin yang bersembunyi di pegunungan itu. Sehingga, jiwa mereka terancam,'' katanya.
Rasiman yang saat itu masih berpangkat kopral satu ikut dikirim ke Pegunungan Aitutu. Pada saat itu dia termasuk salah satu prajurit yang berada di atas truk nahas tersebut.
Menurut ceritanya, pada saat truk yang ditumpangi akan memasuki daerah Pegunungan Aitutu, tiba-tiba di depan terlihat ada kayu panjang yang mencurigakan. Kayu itu tertancap di pinggir jalan. Truk yang ditumpangi itu pun melanjutkan perjalanan.
Namun, begitu melewati kayu yang tertancap di pinggir jalan itu, tiba-tiba dihujani tembakan dari atas tebing. ''Rupanya kayu itu merupakan tanda bagi Fretilin untuk memulai serangan. Begitu ada kendaraan yang melewati tanda tersebut, mereka langsung menembaki,'' tuturnya.
Mendapat berondongan tembakan, dia bersama prajurit yang lain langsung membalas. Namun tembakan balasan itu tak mampu menekan serangan Fretilin. Banyak prajurit Yon 405 yang meninggal terkena peluru Fretilin pada berondongan pertama.
Dia berusaha membalas tembakan itu. Namun dia terpaksa menghentikan tembakan setelah melihat rekannya yang ada di sebelah terkena tembakan di bagian leher.
Rasiman kemudian memapah prajurit yang tertembak keluar dari lokasi baku tembak. Di leher rekannya itu ternyata telah bersarang sejumlah peluru.
''Saya sangat bersyukur karena tubuh saya tidak terkena tembakan. Bahkan saya dapat menyelamatkan teman saya yang tertembak di bagian lehernya. Setahu saya, teman saya itu sampai sekarang masih hidup. Sedangkan teman saya dari Yon 405 yang meninggal pada saat terjadi baku tembak itu, 52 orang,'' katanya.
Menurut Rasiman, situasi di Timtim pada 1976-an betul-betul sangat gawat. Karena setiap ada pasukan ABRI masuk Timtim, langsung ditembaki oleh Fretilin. Pada waktu itu pasukan Fretilin sudah bersembunyi di sekitar pelabuhan.
Hal itu juga dialami prajurit Yon 405. Ketika kapal yang membawa pasukan Yon 405 akan merapat, tiba-tiba diserang oleh Fretilin. Semula kapal itu akan kembali ke tengah lautan, tetapi dibatalkan. Akhirnya, kapal tetap merapat di dermaga.
''Begitu kapal merapat, seluruh prajurit langsung lari berpencar sambil membalas serangan Fretilin. Terjadilah kontak senjata antara pasukan RI dan Fretilin. Kami diperintah membalas serangan karena pihak Fretilin sudah menyerang kami sejak kapal RI masih berada di laut,'' ungkapnya.
Purnawirawan yang kini tinggal di Kelurahan Donan, Kecamatan Cilacap Tengah, itu mengaku tak habis pikir dengan sikap PBB yang berkesan memaksa Pemerintah Indonesia untuk mengadakan jajak pendapat di Timtim. Apalagi hasil jajak pendapat tersebut memaksa Pemerintah RI untuk melepaskan Timtim.
Meskipun integrasi Timtim ke Indonesia sudah sah dan ditetapkan MPR.
''Begitu hasil jajak pendapat diumumkan dan prokemerdekaan menang, perasaan saya terasa hancur. Saya merasa seakan-akan kerja keras dan perjuangan saya selama bertugas di Timtim hilang seketika,'' ujarnya.
Pemerintahan BJ Habibie, menurut dia, seharusnya tak menerima permintaan PBB untuk mengadakan jajak pendapat.
Alasannya, karena PBB pasti mempunyai target sendiri setelah Timtim lepas dari Indonesia. Sehingga, PBB (UNAMET) tak mungkin bersikap netral dan akan memperjuangkan Timtim secara tulus.
Komentar yang sama juga diungkapkan Ny Sulastri (58), janda Koptu Sutarso, anggota Yon 405 yang pernah bertugas di Timtim. Janda dengan tujuh anak yang kini tinggal di Jl Cempaka, Kecamatan Cilacap Selatan, itu juga mengaku kecewa karena Timtim harus berpisah dengan Indonesia. Meskipun bumi Loro Sae itu belum dinyatakan lepas dari RI secara resmi.
Ny Sulastri berkisah, suaminya, Koptu Sutarso, ditugaskan ke Timtim tahun 1975. Keberangkatannya bersama prajurit Yon 405 yang lain, bagi dia sudah merupakan perpisahan yang sangat memberatkan hidupnya.
Kenyataan, sejak saat itu dia tak hanya harus berpisah dengan suaminya, tetapi juga harus membiayai sendiri kehidupan keluarganya.
Gaji seorang prajurit pada saat itu masih sangat minim. Dia harus bekerja keras, membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya.
"Prajurit yang diberangkatkan bersama-sama suami saya, banyak yang gugur. Saya tetap kecewa kalau Timtim lepas dari RI. Bagaimana tidak kecewa, sudah lama bersatu kok tiba-tiba harus dipisahkan. Lalu di mana penghargaan untuk pahlawan yang telah gugur di Timtim?'' kata Ny Sulastri. (Agus Sukaryanto-33k)
[sumber koran WAWASAN, 13 September 1999 Berita Utama diposkan pemakan mayat]
*Penghadangan truk Yonif 405 pada 15 April 1976 di Pegunungan Aitutu. 33 orang gugur, dari buku sejarah kesatuan Brigif-4 Dewa Ratna terbitan tahun 1979.
*Versi lain dari koran lokal
WAWASAN Semarang pernah memuat kejadian ini sekitar tahun 1999 tapi
jumlah yang gugur berbeda yaitu 52 anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.