Selasa, 30 Juli 2013

Menjemput Pesawat Latih Grob di Tanah Bavaria

Penerbangan Emirates B777-300ER Jakarta-Dubai dilanjut dengan A380 Dubai-Munich mengantarkan rombongan yang dipimpin Kabaranahan Kemhan Laksamana Muda TNI Ir Rachmad Lubis tiba di Jerman, minggu ketiga Mei lalu. Dari Munich, perjalanan dilanjutkan melalui darat ke sebelah barat kurang lebih satu jam menuju sebuah pedesaan berhawa sejuk. Di Tussenhausen-Mattsies itulah empat pesawat Latih Dasar Grob G 120TP untuk TNI AU telah siap menanti prosesi Roll-Out.

Perjalanan panjang menentukan pesawat Latih Dasar (LD) berteknologi maju berakhir di Tanah Bavaria, Jerman ketika Indonesia menetapkan Grob G 120TP sebagai pemenang tender untuk pesawat LD TNI AU pada September 2011. Grob G 120TP dinyatakan sebagai pesawat LD yang paling memenuhi operational requirements yang dibutuhkan TNI AU sekaligus mengalahkan pesawat lain Finnmeccanica (Alenia Aermacchi) SF-260TP dan Pacific Aerospace CT-4 dalam persaingannya. Dengan anggaran sebesar 72 juta dolar AS, Indonesia mendapatkan 18 pesawat Grob G 120TP berikut paket pelatihan teknisi dan penerbang di pabriknya, FTD (Flight Training Device), Simulator, serta Initial Logistics Support package selama dua tahun dari Grob Aircraft.

Menentukan pesawat latih untuk digunakan dalam jangka waktu yang panjang serta penggunaannya yang membutuhkan jam terbang yang banyak pula di Sekolah Penerbang TNI AU, jelas membutuhkan pengkajian mendalam dari berbagai aspek. TNI AU sebagai operator merupakan pihak yang berkeinginan agar pesawat yang didapatkan sesuai dengan yang diidam-idamkan. Dari sini pula semua hal beranjak hingga diputuskan bahwa Grob G 120TP terpilih sebagai yang terbaik di kelasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang ditekankan KSAU saat itu Marsekal TNI Imam Sufaat yang menyatakan bahwa untuk mendukung AU Kelas Satu, TNI AU harus dilengkapi dengan pesawat-pesawat terbaik.

Performa tinggi

Grob G 120TP dengan sertifikasi EASA CS 23 Amendment 1 merupakan pengembangan lebih lanjut seri Grob G 120 bermesin piston dengan tiga bilah baling-baling. Mesin piston kemudian diganti mesin turboprop Rolls Royce Tipe 250-B17F dengan lima bilah baling-baling buatan MT-Propeller, Jerman berbahan komposit, constant speed, variable pitch, dan baja tahan karat pada sisi baling-balingnya. Kode TP pada G 120TP menandakan pesawat ini menggunakan mesin Turboprop. Mesin tersebut dipilih mengingat keandalannya karena telah diproduksi sebanyak 1.200 unit, digunakan oleh 63 tipe pesawat dengan akumulasi jutaan jam terbang hingga saat ini. Pihak Grob memodifikasi bagian hidung pesawat sehingga mesin yang baru dapat diaplikasikan.

Dengan model pesawat sayap rendah (low wing), cantilever wing, dan winglet yang dapat dipasang-lepas, G 120TP dibangun menggunakan badan dan sayap dengan konstruksi semi monokok GFRP composite sandwich. Tangki bahan bakar ditempatkan di dalam kedua sayapnya sebanyak 360 liter cukup untuk penerbangan selama lima jam dan cadangan untuk 45 menit. Bahan bakar yang digunakan adalah Jet A1 atau Jet A dan B, JP-4, JP-5, atau JP-8 tergantung mesin yang dipilih.

Sebagai pesawat basic trainer G 120TP dilengkapi kanopi gelembung (bubble) model geser memungkinkan mata dapat memandang hampir 360 derajat ke sekelilingnya termasuk melihat penyetabil horizontal dan vertikal. Kanopi dapat dibuka-tutup dari dalam maupun dari luar pada saat emerjensi. Untuk keperluan operasi di darat dalam suhu yang terik, kanopi dapat dikunci terbuka sesuai kebutuhan. Pesawat ini dapat dioperasikan pada suhu -20 derajat Celcius dan maksimal 72 derajat Celcius.

Ruang kokpit sangat roomy memberikan keleluasaan bagi instruktur dan siswa pilot untuk melakukan aktivitas penerbangan di kursi dengan konfigurasi bersebelahan (side-by-side seating). Penggunaan kursi bersebelahan bagi pesawat Latih Mula/Dasar sangat membantu instruktur dalam melatih siswa pilot. Di TNI AU konsep kursi dengan konfigurasi seperti ini digunakan pada pesawat Latih Mula (LM) AS-202 Bravo yang telah sukses melahirkan lebih dari seribu penerbang selama 30 tahun (1983-2013).

Kursi diberi peredam kejut yang dapat meminimalisir tarikan gravitasi maupun dampak impak pada saat crash bagi awak pesawat. Di belakang kursi masih terdapat ruang untuk menyimpan barang atau kelengkapan yang dibutuhkan. Sementara kursi dapat diatur maju-mundur melalui relnya, memungkinan pilot maupun siswa dapat menyesuaikan diri dan nyaman dalam menerbangkan pesawat. Kursi dilengkapi dengan sabuk keselamatan lima titik. Sebagai opsional pihak Grob saat ini tengah menyiapkan penggunaan kursi Martin Baker Mk 15B dan proses sertifikasinya bagi pemesan yang membutuhkan pesawatnya dilengkapi kursi lontar.

Dua control stick berada di depan masing-masing kursi pilot dan siswa, sementara tuas gas berada di bagian tengah di antara dua kursinya. Pesawat dapat diterbangkan oleh seorang pilot dengan instruktur mengawasi siswa. Peralatan avionika di dashboard pesawat terdiri dari dua versi, analog dan digital. Intrumen dasar seperti Attitude Indicator, Airspeed Indicator, Vertical Speed Indicator, Turn and Slip Indicator, dan Accelerometer terpampang di depan kursi. Untuk navigasi terdapat kompas, Electronic HSI, Directional Gyro, Magnetic Azimuth Transmitter, Garmin GNS 430W untuk Nav 1 dan Nav 2, Garmin GTRX330 Mode S Transponder, serta DME Honeywell KN-63/KDI-572.

Untuk 18 pesawat tahap pertama, TNI AU memesan avionika analog dengan pertimbangan siswa pilot pemula harus mengenal instrumen-instumen dasar penerbangan. Grob sendiri menyediakan pesawat uji hibrid menggabungkan sebagian instrumen digital dan analog dan opsi bagi full digital avionic. Pada G 120TP juga terdapat sistem untuk evaluasi penerbangan (debriefing) menggunakan SD-Card recorder yang dapat diunduh ke komputer jinjing selepas penerbangan.


Menilik tampilan luar dan interior kokpit serta avioniknya, sekilas pesawat Grob G 120TP dengan retractable tricyle landing gear ini sudah dapat mencerminkan sebuah pesawat LD yang didesain dengan apik dan berteknologi maju. Berdasarkan spesifikasi dari pabriknya berikut hasil uji coba terbangnya, pesawat ini memiliki performanya yang luar biasa sehingga Kementerian Pertahanan RI kepincut pada pesawat yang juga mulai dilirik oleh beberapa Angkatan Udara ini. Angkasa turut merasakan langsung bagaimana lincah dan gesitnya G 120TP saat pucuk pimpinan Grob Aircraft André Hiebeler memberikan izin untuk joy flight di seputaran langit fasilitas dan airfield milik Grob bersama pilot uji Ulli Schell (57) yang telah berpengalaman selama 35 tahun.

Antikorosi

G 120TP menggunakan bahan carbonfibre composite pada badan, sayap, dan ekornya. Penggunaan material antikorosi ini sekaligus menjadikan bobot pesawat menjadi lebih ringan tanpa mengurangi tingkat kekuatan bahan terhadap tarikan gravitasi Bumi. Material pada G 120TP memiliki tingkat crashworthiness (perlindungan material saat impak) lebih dari 26G. Material carbonfibre juga membuat permukaan pesawat lebih halus sehingga meningkatkan tingkat aerodinamika pesawat. Selain itu bahan ini lebih mudah dalam hal perawatan dengan service life mencapai 15.000 jam terbang untuk penggunaan aerobatik. Sementara TBO (Time Between Overhaul) untuk mesin Rolls Royce 250-B17F adalah 3.500 jam. Biaya operasionalnya pun diklaim sangat murah, menjadikan G 120TP yang juga didesain untuk kalangan sipil ini tidak memberatkan penggunanya.

Bobot maksimal G 120TP (MTOW) mencapai 1.590 kg untuk penggunaan normal dan 1.550 kg untuk aerobatik. Bobot kosong 1.095 kg dan kapasitas bahan bakar 290 kg (360 liter). Bila bobot instruktur dan siswa diasumsikan 200 kg, maka bobot full load pesawat mencapai 1.485 kg yang artinya masih aman di bawah MTOW untuk limitasi aerobatik (maksimal 1.550 kg) sekalipun.(Roni Sontani)

  ● Angkasa  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...