Patroli maritim dan pengawasan menjadi tema yang paling menonjol dalam Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition (LIMA) tahun ini, di mana produsen besar berebut mempromosikan berbagai solusi untuk misi tersebut.
Sumber industri mengatakan Kuala Lumpur dalam proses mengkristalisasikan pengadaan enam sampai delapan pesawat patroli maritim jarak jauh (MPA). Keinginan tersebut menarik perhatian dari berbagai perusahaan termasuk Boeing, Saab, Dassault, dan Dirgantara Indonesia.
Boeing mendemonstrasikan teknologi Maritime Surveillance Aircraft (MSA) dalam LIMA 2015 ini. Pesawat itu mereka munculkan dalam demonstrasi statis sambil user dari militer AS untuk memaparkan kemampuan MSA ini. Sebuah jet bisnis Challenger 605 modifikasi, MSA tak bersenjata ini, dioptimalkan untuk ketinggian dan surveilans di wilayah yang luas.
Saab, Dassault, dan Dirgantara Indonesia juga menampilkan model MSA dan MPA pada stan mereka.
Ini adalah perubahan yang signifikan dari esksebisi LIMA 2013 yang ketika itu satu-satunya perusahaan yang aktif mempromosikan pesawat MPA adalah Alenia Aermacchi dalam bentuk ATR 72MP, varian dari ATR 72-600.
Indonesia Aerospace, menawarkan CN235 MPA dengan pemasangan torpedo di bawah sayap pesawat – sebuah CN235 Angkatan Laut Indonesia muncul pada tempat pameran statis. PT DI juga akan menambahkan dua torpedo dalam rongga tersembunyi di bawah badan pesawat CN235 MPA, sehingga memberi kemampuan untuk membawa empat torpedo. PT DI menambahkan ramp di bawah badan pesawat juga berguna untuk menjatuhkan rakit atau barang lainnya.
Untuk negara dengan garis pantai yang panjang dan kepentingan ekonomi yang luas di laut, Malaysia memiliki keterbatasan dalam kemampuan pengawasan maritim. Malaysia hanya mengoperasikan empat pesawat King Air 350 dalam misi pengawasan maritim.
Dalam beberapa tahun terakhir domain maritim dinilai semakin penting oleh negara negara di Asia Tenggara. Pada awal 2013, Kuala Lumpur mendapatkan serbuan dari 200 orang bersenjata Filipina di negara bagian timur Malaysia Sabah, yang mengakibatkan konfrontasi bersenjata dengan pasukan militer Malaysia. Kuala Lumpur akhirnya menghancurkan penyusup dengan artileri, serangan udara dan pasukan darat, tapi insiden tersebut menyoroti kerentanan garis pantai Malaysia yang panjang.
Selain itu, Beijing menjadi semakin tegas tentang sengketa klaim teritorial di Laut Cina Selatan. Negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina mewajibkan diri untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memantau domain laut, jauh dari garis pantai.(flightglobal)
Sumber industri mengatakan Kuala Lumpur dalam proses mengkristalisasikan pengadaan enam sampai delapan pesawat patroli maritim jarak jauh (MPA). Keinginan tersebut menarik perhatian dari berbagai perusahaan termasuk Boeing, Saab, Dassault, dan Dirgantara Indonesia.
Boeing mendemonstrasikan teknologi Maritime Surveillance Aircraft (MSA) dalam LIMA 2015 ini. Pesawat itu mereka munculkan dalam demonstrasi statis sambil user dari militer AS untuk memaparkan kemampuan MSA ini. Sebuah jet bisnis Challenger 605 modifikasi, MSA tak bersenjata ini, dioptimalkan untuk ketinggian dan surveilans di wilayah yang luas.
Saab, Dassault, dan Dirgantara Indonesia juga menampilkan model MSA dan MPA pada stan mereka.
Ini adalah perubahan yang signifikan dari esksebisi LIMA 2013 yang ketika itu satu-satunya perusahaan yang aktif mempromosikan pesawat MPA adalah Alenia Aermacchi dalam bentuk ATR 72MP, varian dari ATR 72-600.
Indonesia Aerospace, menawarkan CN235 MPA dengan pemasangan torpedo di bawah sayap pesawat – sebuah CN235 Angkatan Laut Indonesia muncul pada tempat pameran statis. PT DI juga akan menambahkan dua torpedo dalam rongga tersembunyi di bawah badan pesawat CN235 MPA, sehingga memberi kemampuan untuk membawa empat torpedo. PT DI menambahkan ramp di bawah badan pesawat juga berguna untuk menjatuhkan rakit atau barang lainnya.
Untuk negara dengan garis pantai yang panjang dan kepentingan ekonomi yang luas di laut, Malaysia memiliki keterbatasan dalam kemampuan pengawasan maritim. Malaysia hanya mengoperasikan empat pesawat King Air 350 dalam misi pengawasan maritim.
Dalam beberapa tahun terakhir domain maritim dinilai semakin penting oleh negara negara di Asia Tenggara. Pada awal 2013, Kuala Lumpur mendapatkan serbuan dari 200 orang bersenjata Filipina di negara bagian timur Malaysia Sabah, yang mengakibatkan konfrontasi bersenjata dengan pasukan militer Malaysia. Kuala Lumpur akhirnya menghancurkan penyusup dengan artileri, serangan udara dan pasukan darat, tapi insiden tersebut menyoroti kerentanan garis pantai Malaysia yang panjang.
Selain itu, Beijing menjadi semakin tegas tentang sengketa klaim teritorial di Laut Cina Selatan. Negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina mewajibkan diri untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memantau domain laut, jauh dari garis pantai.(flightglobal)
♞ JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.