Mesin-mesin tua alat produksi senjata dan amunisi PT Pindad (Persero) dipastikan segera pensiun setelah mesin baru dalam program revitalisasi permesinan BUMN strategis itu tiba.
Mesin-mesin produksi itu saksi sejarah penting usaha kemandirian industri pertahanan bangsa yang harus dikonservasi dari sisi kesejarahan.
"Mesin-mesin tua itu ada yang buatan 1930, mesin itu dipesan Jenderal Ahmad Yani. Bayangkan sampai saat ini mesin itu masih bisa dipertahankan, namun nanti setelah mesin baru tiba akan segeda dipensiunkan," kata Direktur Utama PT Pindad, Silmy Karim, di sela-sela lomba menembak antar-wartawan di Bandung, Rabu.
Mesin-mesin tua itu selama ini menjadi tulang punggung di pabrik senjata api, amunisi maupun di pabrik amunisi kaliber besar. Mesin-mesin itu, menurut dia, hingga saat ini masih terpelihara dan memenuhi standar produksi setelah diremajakan.
Karim menyebutkan, Penanaman Modal Negara yang diterima Pindad 2015 ini senilai Rp700 miliar. Sebagian besar akan digunakan untuk peremajaan mesin-mesin produksi itu.
"Kebutuhan anggaran revitalisasi sebenarnya Rp5 triliun, namun tahun ini direalisasikan Rp700 miliar. Sebagian besar akan dilakukan untuk revitalisasi mesin yang sudah tua itu," katanya.
Ia menyebutkan, senjata SS-1 awalnya senjata laras panjang perorangan dengan lisensi dari Fabrique Nationale (FN) Belgia.
Kemudian dikembangkan dan saat ini sudah bervarian SS-2 yang telah memiliki kualifikasi dan sertifikasi sebagai senapan organik militer. Senjata itu merupakan salah satu produk yang menembus ekspor, termasuk jenis senjata genggam.
"PT Pindad tengah mengikuti tender pengadaan senjata di Filipina, untuk jenis SS-2 maupun senjata genggam," kata Karim.
Terkait kapan program revitalisasi permesinan PT Pindad itu akan rampung akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan anggaran yang ada.
"Revitalisasi dilakukan di sektor yang telah mendesak untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi maupun kualitas produknya, yang jelas mesin-mesin yang sudah sangat tua itu akan segera diganti," kata Silmy Karim.
Selain itu, Pindad juga menyatakan kesiapannya untuk memproduksi munisi kaliber besar 105 milimeter untuk memenuhi kebutuhan TNI.
"Kami sudah produksi munisi kaliber besar 105mm, sudah diuji coba dan sudah sesuai dengan kebutuhan TNI. Tahun ini akan segera dilakukan penjualan produk munisi besar itu untuk TNI, tapi kami akan menunggu kontraknya," katanya.
Ia menyebutkan kebutuhan munisi kaliber besar 105mm sejumlah 281.429 unit baik itu munisi tempur maupun munisi latihan.Pindad Siap Genjot Ekspor Alutsista 15% PT Pindad (Persero) mengungkapkan bahwa perseroan akan menggenjot ekspor produk alat utama sistem pertahanan (alutsista) hingga 15%. Saat ini ekspor alutsista perseroan hanya sekitar 5%.
Direktur Utama Pindad Silmy Karim menuturkan, tugas utama perseroan memang untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam negeri, khususnya untuk angkatan pertahanan Indonesia. Namun, perseroan juga melirik pasar ekspor yang potensinya cukup besar.
Menurutnya, peningkatan ekspor alutsista juga sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada perseroan.
"Kebijakan kita itu kemandirian memenuhi TNI dan Polri. Sisa kapasitas itu kita arahkan ke ekspor. Ini juga permintaan Pak Presiden (Jokowi), minta ekspornya ditingkatkan," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Silmy menjelaskan, proses tender produk alutsista berbeda dengan tender produk lainnya, dan membutuhkan proses yang panjang. Saat ini perseroan sedang mengikuti tender penyediaan produk alutsista untuk kepolisian Filipina.
"Kita lagi ikut tender di kepolisian Filipina. Tapi tidak mudah untuk mendapatkan ekspor. Kita juga jalin kerja sama dengan beberapa perusahaan luar negeri untuk pemasaran produk Pindad secara bersama," tandas dia.
Sekadar informasi, BUMN pertahanan ini berencana menggenjot ekspornya di negara-negara Asia, Timur Tengah, hingga Afrika. Produk yang dikeker untuk ekspor adalah amunisi, senjata, hingga kendaraan tempur.Alutsista Tetap Jadi Bisnis Utama Pindad PT Pindad (Persero) saat ini tengah menjajal peruntungan baru dengan terjun memproduksi elpiji 3 kilogram (kg). Namun, perseroan meyakini bahwa produksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) tetap yang utama.
Direktur Utama Pindad Silmy Karim menuturkan, tugas utama perseroan adalah untuk menghasilkan alat pertahanan dan keamanan. Namun perseroan juga memanfaatkan potensi teknologi dan alat yang dimiliki untuk menghasilkan produk sekunder lainnya.
"Kapasitas Pindad untuk buat part, itu biasanya bisa digunakan untuk produk lain. Tabung gas itu memanfaatkan mesin kita. Kepercayaan yang diberikan ESDM, untuk memaksimalkan potensi yang Pindad miliki," ucapnya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Silmy memastikan, perseroan tidak akan lari dari bisnis utamanya untuk memproduksi alutsista, dengan perbandingan 80:20 untuk alutsista dan produk sekunder lain. Penyediaan tabung gas dan converter kit pun dijalani perseroan dengan menggandeng BUMN dan swasta lainnya.
"Anggap industri petahanan itu bukan berarti hanya untuk alat pertahanan. Mereka juga mampu memanfaatkan produk lain," tandas dia. Produksi Amunisi Pindad Terganggu Pelemahan Rupiah Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi belakangan ini turut mengganggu produksi amunisi PT Pindad (Persero).
Kepala Divisi Amunisi Pindad I Wayan Sutama menuturukan, terpukulnya produksi amunisi akibat rupiah yang melempem terjadi lantaran saat ini komponen produk amunisi 60% berasal dari impor, sementara 40% berasal dari lokal.
"Karena kita beli barangnya, hitungan komponennya USD, jual hitungannya rupiah. Itu kan ada dampak," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, perseroan akan terus mengkaji dampak pelemahan rupiah ini terhadap produksi amunisi. Kendati pelemahan ini tidak serta merta bisa membuat harga amunisi per butirnya mengalami kenaikan.
"Kalau harga di TNI kan sudah dipatok. Sudah ada index secara internasional. Paling nanti apa yang bisa dihitung komponen impornya apa saja, dihitung, direview harga dolarnya berapa," tandas dia.
Mesin-mesin produksi itu saksi sejarah penting usaha kemandirian industri pertahanan bangsa yang harus dikonservasi dari sisi kesejarahan.
"Mesin-mesin tua itu ada yang buatan 1930, mesin itu dipesan Jenderal Ahmad Yani. Bayangkan sampai saat ini mesin itu masih bisa dipertahankan, namun nanti setelah mesin baru tiba akan segeda dipensiunkan," kata Direktur Utama PT Pindad, Silmy Karim, di sela-sela lomba menembak antar-wartawan di Bandung, Rabu.
Mesin-mesin tua itu selama ini menjadi tulang punggung di pabrik senjata api, amunisi maupun di pabrik amunisi kaliber besar. Mesin-mesin itu, menurut dia, hingga saat ini masih terpelihara dan memenuhi standar produksi setelah diremajakan.
Karim menyebutkan, Penanaman Modal Negara yang diterima Pindad 2015 ini senilai Rp700 miliar. Sebagian besar akan digunakan untuk peremajaan mesin-mesin produksi itu.
"Kebutuhan anggaran revitalisasi sebenarnya Rp5 triliun, namun tahun ini direalisasikan Rp700 miliar. Sebagian besar akan dilakukan untuk revitalisasi mesin yang sudah tua itu," katanya.
Ia menyebutkan, senjata SS-1 awalnya senjata laras panjang perorangan dengan lisensi dari Fabrique Nationale (FN) Belgia.
Kemudian dikembangkan dan saat ini sudah bervarian SS-2 yang telah memiliki kualifikasi dan sertifikasi sebagai senapan organik militer. Senjata itu merupakan salah satu produk yang menembus ekspor, termasuk jenis senjata genggam.
"PT Pindad tengah mengikuti tender pengadaan senjata di Filipina, untuk jenis SS-2 maupun senjata genggam," kata Karim.
Terkait kapan program revitalisasi permesinan PT Pindad itu akan rampung akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan anggaran yang ada.
"Revitalisasi dilakukan di sektor yang telah mendesak untuk bisa meningkatkan kapasitas produksi maupun kualitas produknya, yang jelas mesin-mesin yang sudah sangat tua itu akan segera diganti," kata Silmy Karim.
Selain itu, Pindad juga menyatakan kesiapannya untuk memproduksi munisi kaliber besar 105 milimeter untuk memenuhi kebutuhan TNI.
"Kami sudah produksi munisi kaliber besar 105mm, sudah diuji coba dan sudah sesuai dengan kebutuhan TNI. Tahun ini akan segera dilakukan penjualan produk munisi besar itu untuk TNI, tapi kami akan menunggu kontraknya," katanya.
Ia menyebutkan kebutuhan munisi kaliber besar 105mm sejumlah 281.429 unit baik itu munisi tempur maupun munisi latihan.Pindad Siap Genjot Ekspor Alutsista 15% PT Pindad (Persero) mengungkapkan bahwa perseroan akan menggenjot ekspor produk alat utama sistem pertahanan (alutsista) hingga 15%. Saat ini ekspor alutsista perseroan hanya sekitar 5%.
Direktur Utama Pindad Silmy Karim menuturkan, tugas utama perseroan memang untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam negeri, khususnya untuk angkatan pertahanan Indonesia. Namun, perseroan juga melirik pasar ekspor yang potensinya cukup besar.
Menurutnya, peningkatan ekspor alutsista juga sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada perseroan.
"Kebijakan kita itu kemandirian memenuhi TNI dan Polri. Sisa kapasitas itu kita arahkan ke ekspor. Ini juga permintaan Pak Presiden (Jokowi), minta ekspornya ditingkatkan," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Silmy menjelaskan, proses tender produk alutsista berbeda dengan tender produk lainnya, dan membutuhkan proses yang panjang. Saat ini perseroan sedang mengikuti tender penyediaan produk alutsista untuk kepolisian Filipina.
"Kita lagi ikut tender di kepolisian Filipina. Tapi tidak mudah untuk mendapatkan ekspor. Kita juga jalin kerja sama dengan beberapa perusahaan luar negeri untuk pemasaran produk Pindad secara bersama," tandas dia.
Sekadar informasi, BUMN pertahanan ini berencana menggenjot ekspornya di negara-negara Asia, Timur Tengah, hingga Afrika. Produk yang dikeker untuk ekspor adalah amunisi, senjata, hingga kendaraan tempur.Alutsista Tetap Jadi Bisnis Utama Pindad PT Pindad (Persero) saat ini tengah menjajal peruntungan baru dengan terjun memproduksi elpiji 3 kilogram (kg). Namun, perseroan meyakini bahwa produksi alat utama sistem pertahanan (alutsista) tetap yang utama.
Direktur Utama Pindad Silmy Karim menuturkan, tugas utama perseroan adalah untuk menghasilkan alat pertahanan dan keamanan. Namun perseroan juga memanfaatkan potensi teknologi dan alat yang dimiliki untuk menghasilkan produk sekunder lainnya.
"Kapasitas Pindad untuk buat part, itu biasanya bisa digunakan untuk produk lain. Tabung gas itu memanfaatkan mesin kita. Kepercayaan yang diberikan ESDM, untuk memaksimalkan potensi yang Pindad miliki," ucapnya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Silmy memastikan, perseroan tidak akan lari dari bisnis utamanya untuk memproduksi alutsista, dengan perbandingan 80:20 untuk alutsista dan produk sekunder lain. Penyediaan tabung gas dan converter kit pun dijalani perseroan dengan menggandeng BUMN dan swasta lainnya.
"Anggap industri petahanan itu bukan berarti hanya untuk alat pertahanan. Mereka juga mampu memanfaatkan produk lain," tandas dia. Produksi Amunisi Pindad Terganggu Pelemahan Rupiah Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi belakangan ini turut mengganggu produksi amunisi PT Pindad (Persero).
Kepala Divisi Amunisi Pindad I Wayan Sutama menuturukan, terpukulnya produksi amunisi akibat rupiah yang melempem terjadi lantaran saat ini komponen produk amunisi 60% berasal dari impor, sementara 40% berasal dari lokal.
"Karena kita beli barangnya, hitungan komponennya USD, jual hitungannya rupiah. Itu kan ada dampak," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, perseroan akan terus mengkaji dampak pelemahan rupiah ini terhadap produksi amunisi. Kendati pelemahan ini tidak serta merta bisa membuat harga amunisi per butirnya mengalami kenaikan.
"Kalau harga di TNI kan sudah dipatok. Sudah ada index secara internasional. Paling nanti apa yang bisa dihitung komponen impornya apa saja, dihitung, direview harga dolarnya berapa," tandas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.