Selama ini pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terhambat kecemasan berlebihan jika terjadi kebocoran. Padahal, disampaikan oleh disampaikan oleh Kepala Biro Hukum Humas dan Kerjasama Batan, Totti Tjiptosumirat, sebenarnya PLTN sangat aman.
“Kita lihat saja negara-negara yang sudah membangun PLTN seperti China, Amerika, Jepang, dan lainnya. Kehidupan mereka baik-baik saja dan perekonomiannya berjalan baik,” ucap Totti.
Ia menambahkan, Indonesia telah belajar dari Jepang mengenai cara menangani kebocoran nuklir melalui kunjungan kerja bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilakukan pada beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, reaktor nuklir Negeri Sakura pernah rusak akibat bencana tsunami pada 2011.
“Jepang mematikan 48 PLTN miliknya sewaktu terjadi nuklir tersebut dan menunda penggunaannya hingga saat ini sebagai langkah antisipatif,” beber Totti, di Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Namun, lanjut Totti, pasokan listrik harus tetap berjalan, jadi mereka menggantinya dengan energi fosil. Ternyata akibat konversi tersebut, mereka harus membayar senilai Rp 400 triliun.
Menurut Totti, Batan telah menyiapkan teknologi untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kebocoran seperti di Jepang. Selain itu, regulator dalam hal ini Bapeten telah menyiapkan standar keamanan untuk pembangunan PLTN.
“Di dalam standar keamanan menyinggung semua prosedur keselamatan dari mulai langkah antisipasi, operasi, dan persiapan apabila terjadi kecelakaan. Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir lagi mengenai kebocoran nuklir tersebut,” demikian jelas Totti.
“Kita lihat saja negara-negara yang sudah membangun PLTN seperti China, Amerika, Jepang, dan lainnya. Kehidupan mereka baik-baik saja dan perekonomiannya berjalan baik,” ucap Totti.
Ia menambahkan, Indonesia telah belajar dari Jepang mengenai cara menangani kebocoran nuklir melalui kunjungan kerja bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilakukan pada beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, reaktor nuklir Negeri Sakura pernah rusak akibat bencana tsunami pada 2011.
“Jepang mematikan 48 PLTN miliknya sewaktu terjadi nuklir tersebut dan menunda penggunaannya hingga saat ini sebagai langkah antisipatif,” beber Totti, di Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Namun, lanjut Totti, pasokan listrik harus tetap berjalan, jadi mereka menggantinya dengan energi fosil. Ternyata akibat konversi tersebut, mereka harus membayar senilai Rp 400 triliun.
Menurut Totti, Batan telah menyiapkan teknologi untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kebocoran seperti di Jepang. Selain itu, regulator dalam hal ini Bapeten telah menyiapkan standar keamanan untuk pembangunan PLTN.
“Di dalam standar keamanan menyinggung semua prosedur keselamatan dari mulai langkah antisipasi, operasi, dan persiapan apabila terjadi kecelakaan. Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir lagi mengenai kebocoran nuklir tersebut,” demikian jelas Totti.
★ Okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.