SU 35 [nationalinterest] ☆
Kementerian pertahanan diminta untuk menjelaskan ke publik terkait pengadaan 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia dengan total nilai US$ 1,14 miliar.
Pasalnya, 11 pesawat tempur tersebut masih belum jelas jenis sistem avionik, radar pesawat tempur, tipe, dan varian persenjataan yang ada di setiap unit Sukhoi Su-35. Tak hanya itu, pengadaan alutsista harus dilakukan transparan dan bebas dari KKN.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu sebelumnya mengatakan, 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 Flanker E yang dipesan Indonesia dari Rusia dalam konfigurasi bersenjata lengkap.
“Senjatanya sangat lengkap karena dapat pengurangan diskon, jadi ada tambahannya,” kata Ryamizard di Jakarta beberapa waktu lalu.
Rencananya, penandatanganan pembelian Sukhoi Su-35 Flanker E itu akan dilakukan pada November 2017.
Kendati demikian, Ryamizard tidak merinci jenis, tipe, dan varian persenjataan yang dia maksud. Termasuk sistem avionika dan radar pada 11 unit Sukhoi Su-35 Flanker E itu.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi 1 DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, spek persenjataan yang dimaksud Menhan harus dijelaskan ke publik. Apa benar 11 unit Sukhoi Su-35 itu sudah lengkap persenjataannya.
Sehingga pesawat itu tidak mubazir nantinya. “Persenjataan pesawat itu harus jelas. Apa benar sudah lengkap atau belum. Apalagi Rusia sudah memberikan diskon,” ujarnya saat diwawancari wartawan beberapa waktu lalu.
Dia berharap, Ryamizard bisa lebih transparan dalam mengelola anggaran alutsista agar tidak menimbulkan spekulasi kecurigaan dari pihak manapun. Mengingat, saat ini sudah jamannya keterbukaan sehingga tak boleh lagi ada yang ditutup-tutupi.
“Transparan dan keterbukaan, akan membuat semua terang benderang,” tutup politikus PPP tersebut.
Sekadar diketahui, BUMN Rusia, Rostec, melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan BUMN Indonesia, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, terkait barter 11 unit Sukhoi Su-35 Flanker E itu dengan sejumlah komoditas nasional.
Pembelian Sukhoi Su-35 Flanker E melalui mekanisme imbal beli itu sesuai UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. 35 persen nilai transaksi pada pengadaan Sukhoi Su-35 Flanker E ini dalam bentuk offset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli.
Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar 570 juta dolar AS dari 1,14 miliar dolar AS total nilai pengadaan. Sedangkan terkait kapal selam asal Korea Selatan masih ada masalah dalam alih teknologinya.
Kementerian pertahanan diminta untuk menjelaskan ke publik terkait pengadaan 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia dengan total nilai US$ 1,14 miliar.
Pasalnya, 11 pesawat tempur tersebut masih belum jelas jenis sistem avionik, radar pesawat tempur, tipe, dan varian persenjataan yang ada di setiap unit Sukhoi Su-35. Tak hanya itu, pengadaan alutsista harus dilakukan transparan dan bebas dari KKN.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu sebelumnya mengatakan, 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 Flanker E yang dipesan Indonesia dari Rusia dalam konfigurasi bersenjata lengkap.
“Senjatanya sangat lengkap karena dapat pengurangan diskon, jadi ada tambahannya,” kata Ryamizard di Jakarta beberapa waktu lalu.
Rencananya, penandatanganan pembelian Sukhoi Su-35 Flanker E itu akan dilakukan pada November 2017.
Kendati demikian, Ryamizard tidak merinci jenis, tipe, dan varian persenjataan yang dia maksud. Termasuk sistem avionika dan radar pada 11 unit Sukhoi Su-35 Flanker E itu.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi 1 DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, spek persenjataan yang dimaksud Menhan harus dijelaskan ke publik. Apa benar 11 unit Sukhoi Su-35 itu sudah lengkap persenjataannya.
Sehingga pesawat itu tidak mubazir nantinya. “Persenjataan pesawat itu harus jelas. Apa benar sudah lengkap atau belum. Apalagi Rusia sudah memberikan diskon,” ujarnya saat diwawancari wartawan beberapa waktu lalu.
Dia berharap, Ryamizard bisa lebih transparan dalam mengelola anggaran alutsista agar tidak menimbulkan spekulasi kecurigaan dari pihak manapun. Mengingat, saat ini sudah jamannya keterbukaan sehingga tak boleh lagi ada yang ditutup-tutupi.
“Transparan dan keterbukaan, akan membuat semua terang benderang,” tutup politikus PPP tersebut.
Sekadar diketahui, BUMN Rusia, Rostec, melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan BUMN Indonesia, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, terkait barter 11 unit Sukhoi Su-35 Flanker E itu dengan sejumlah komoditas nasional.
Pembelian Sukhoi Su-35 Flanker E melalui mekanisme imbal beli itu sesuai UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan. 35 persen nilai transaksi pada pengadaan Sukhoi Su-35 Flanker E ini dalam bentuk offset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli.
Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar 570 juta dolar AS dari 1,14 miliar dolar AS total nilai pengadaan. Sedangkan terkait kapal selam asal Korea Selatan masih ada masalah dalam alih teknologinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.