Rudal karya UGM ●
Dosen dan mahasiswa UGM sukses melakukan uji coba terbang peluru kendali (rudal) hasil karya mereka. Penelitian pertahanan ini digadang bisa memberikan sumbangsih alat utama sistem senjata (alutsista) di tanah air.
Sebuah rudal diberi nama Pasopati sukses melepaskan diri dari pelontarnya berupa susunan pipa paralon kecil diikuti dengan suara desingan. Pipa itu hanya berfungsi sebagai alas agar rudal dengan nyaman melesat. Sirip rudal sempat nyaris menyentuh tanah, tetapi kemudian moncongnya sukses menjulang menyapa langit.
Perlahan rudal itu menjelajah di udara seolah mencari mangsa yang ingin dihancurkan. Sekitar tiga menit rudal berputar-putar di atas lapangan terbang Gading, kemudian sang operator memilih mendaratkannya di rerumputan kawasan itu agar tidak terjadi kerusakan. Suara sorak kegembiraan terlihat dalam uji terbang yang dilakukan Tim Riset Aeronautika UGM di Lapangan Terbang, Gading, Playen, Gunungkidul, Sabtu (11/11/2017) lalu.
Empat mahasiswa Teknik Mesin UGM merasa bangga dan lega setelah melihat rudal itu mengudara. Mereka antara lain Ivan Valiant Susanto, Yosua Ari Kurniawan, M Abdul Ghani, dan Andika Ramadhan yang turut dalam proses penelitian, pembuatan manufaktur hingga uji terbang. “Begitu bisa terbang, kami lega dengan riset kami,” ungkap Ivan kepada Harian Jogja, Senin (13/11/2017).
Pasopati menjadi rudal pertama buatan UGM. Pembuatan rudal memang bukan perkara mudah karena bagian dari riset pertahanan sehingga referensi sulit didapat. Ivan merasakan hal tersebut, dengan referensi yang serba minim, ia harus melakukan trial and eror untuk menghasilkan riset terbaik. Selain keempat mahasiswa tersebut tiga dosen lainnya yang paling berjasa atas karya itu adalah Gesang, M Agung Bramantya, Iswandi dan Isnan Nur Rifai dari Fakultas Teknik UGM.
Rudal ini memiliki panjang 170 sentimeter dengen diameter 17 sentimeter dan berat kosong 0,9 kilogram. Moncong rudal dipoles dengan warna kuning yang juga di bagian tengah badan rudal. Kemudian sisi atas dan kedua sayap rudal diwarnai putih. Sementara, keempat sirip di belakang serta bagian bawah didominasi biru.
Di tubuh dekat dengan sirip rudal bertuliskan EDF power, artinya rudal masih menggunakan kekuatan penggerak electric ducted fan (EDF). Selain lebih mudah dikendalikan namun kekuatannya menyerupai turbojet. Dengan EDF sekaligus untuk mendapatkan data kendali sebagai referensi pengembangan rudal ke depannya.
Rudal ini didesain untuk operasi rahasia agar tidak terdeteksi radar musuh. Menjadi unggul, karena mampu terbang rendah mengikuti kondisi permukaan bumi untuk menuju sasaran dengan maksimal ketinggian 100 meter. Kemampuan terbang itu akan menyulitkan radar ketika akan melakukan deteksi. Rudal yang baru dikembangkan pada generasi pertama di 2017 ini mampu mengangkat beban atau bom dengan berat dua kilogram.
Penelitian selanjutnya pada 2018 rudal itu akan dikembangkan menggunakan penggerak turbojet sehingga jangkauan sasaran bisa mencapai 100 kilometer dan mampu mengangkat beban lebih besar. “Sekarang payload-nya dua kilogram. Ya nanti [mampu membawa bom] sekitar tiga kilo [gram] lah,” ujar Ketua Tim Peneliti Rudal Pasopati UGM Gesang.
Sebelum diluncurkan, tim melakukan penelitian dengan waktu sekitar delapan bulan. Target uji terbang perdana di Lapter Gading sudah lebih dari cukup. Karena awalnya ditarget hanya secara manual, tetapi hasilnya kemarin sudah dapat dilakukan secara autonomus dengan mengikuti sejumlah titik yang sudah diprogram melalui software.
Saat itu proses peluncuran diatur tidak menuju ke suatu titik sasaran tertentu. Sehingga hanya melakukan terbang lalu kembali lagi ke lapangan udara Gading dengan jarak pengaturan sekitar lima kilometer. Pada penelitian awal ini rudal tersebut mampu terbang sejauh 50 kilometer. “Belum [menembak sasaran], karena kami masih eman-eman [sayang] kalau ditembakkan, dalam proses penelitian,” terang Dosen Teknik Mesin UGM ini.
Kendala yang dihadapi dalam proses pembuatan rudal antara lain, bahan seperti motor penggerak dan mesin yang harus diimpor. Proses pembuatan menggunakan mesin computer numerical control (CNC) yang harus benar-benar presisi. Bahan utama bodi rudal terbuat dari komposit fiber glass menggunakan teknologi vakum dalam proses pembuatan yang seluruhnya diproduksi di UGM.
Butuh dana sekitar Rp 40 juta untuk membuat satu rudal seperti dalam prototipe awal alias mampu mengangkat dua kilogram beban. Tim Peneliti Aeronatika UGM berharap rudal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu alutsista oleh TNI. Kerja sama telah dilakukan tim bersama Lanud Adisutjipto untuk bersama-sama menggunakan hasil penelitian tersebut.
Dosen dan mahasiswa UGM sukses melakukan uji coba terbang peluru kendali (rudal) hasil karya mereka. Penelitian pertahanan ini digadang bisa memberikan sumbangsih alat utama sistem senjata (alutsista) di tanah air.
Sebuah rudal diberi nama Pasopati sukses melepaskan diri dari pelontarnya berupa susunan pipa paralon kecil diikuti dengan suara desingan. Pipa itu hanya berfungsi sebagai alas agar rudal dengan nyaman melesat. Sirip rudal sempat nyaris menyentuh tanah, tetapi kemudian moncongnya sukses menjulang menyapa langit.
Perlahan rudal itu menjelajah di udara seolah mencari mangsa yang ingin dihancurkan. Sekitar tiga menit rudal berputar-putar di atas lapangan terbang Gading, kemudian sang operator memilih mendaratkannya di rerumputan kawasan itu agar tidak terjadi kerusakan. Suara sorak kegembiraan terlihat dalam uji terbang yang dilakukan Tim Riset Aeronautika UGM di Lapangan Terbang, Gading, Playen, Gunungkidul, Sabtu (11/11/2017) lalu.
Empat mahasiswa Teknik Mesin UGM merasa bangga dan lega setelah melihat rudal itu mengudara. Mereka antara lain Ivan Valiant Susanto, Yosua Ari Kurniawan, M Abdul Ghani, dan Andika Ramadhan yang turut dalam proses penelitian, pembuatan manufaktur hingga uji terbang. “Begitu bisa terbang, kami lega dengan riset kami,” ungkap Ivan kepada Harian Jogja, Senin (13/11/2017).
Pasopati menjadi rudal pertama buatan UGM. Pembuatan rudal memang bukan perkara mudah karena bagian dari riset pertahanan sehingga referensi sulit didapat. Ivan merasakan hal tersebut, dengan referensi yang serba minim, ia harus melakukan trial and eror untuk menghasilkan riset terbaik. Selain keempat mahasiswa tersebut tiga dosen lainnya yang paling berjasa atas karya itu adalah Gesang, M Agung Bramantya, Iswandi dan Isnan Nur Rifai dari Fakultas Teknik UGM.
Rudal ini memiliki panjang 170 sentimeter dengen diameter 17 sentimeter dan berat kosong 0,9 kilogram. Moncong rudal dipoles dengan warna kuning yang juga di bagian tengah badan rudal. Kemudian sisi atas dan kedua sayap rudal diwarnai putih. Sementara, keempat sirip di belakang serta bagian bawah didominasi biru.
Di tubuh dekat dengan sirip rudal bertuliskan EDF power, artinya rudal masih menggunakan kekuatan penggerak electric ducted fan (EDF). Selain lebih mudah dikendalikan namun kekuatannya menyerupai turbojet. Dengan EDF sekaligus untuk mendapatkan data kendali sebagai referensi pengembangan rudal ke depannya.
Rudal ini didesain untuk operasi rahasia agar tidak terdeteksi radar musuh. Menjadi unggul, karena mampu terbang rendah mengikuti kondisi permukaan bumi untuk menuju sasaran dengan maksimal ketinggian 100 meter. Kemampuan terbang itu akan menyulitkan radar ketika akan melakukan deteksi. Rudal yang baru dikembangkan pada generasi pertama di 2017 ini mampu mengangkat beban atau bom dengan berat dua kilogram.
Penelitian selanjutnya pada 2018 rudal itu akan dikembangkan menggunakan penggerak turbojet sehingga jangkauan sasaran bisa mencapai 100 kilometer dan mampu mengangkat beban lebih besar. “Sekarang payload-nya dua kilogram. Ya nanti [mampu membawa bom] sekitar tiga kilo [gram] lah,” ujar Ketua Tim Peneliti Rudal Pasopati UGM Gesang.
Sebelum diluncurkan, tim melakukan penelitian dengan waktu sekitar delapan bulan. Target uji terbang perdana di Lapter Gading sudah lebih dari cukup. Karena awalnya ditarget hanya secara manual, tetapi hasilnya kemarin sudah dapat dilakukan secara autonomus dengan mengikuti sejumlah titik yang sudah diprogram melalui software.
Saat itu proses peluncuran diatur tidak menuju ke suatu titik sasaran tertentu. Sehingga hanya melakukan terbang lalu kembali lagi ke lapangan udara Gading dengan jarak pengaturan sekitar lima kilometer. Pada penelitian awal ini rudal tersebut mampu terbang sejauh 50 kilometer. “Belum [menembak sasaran], karena kami masih eman-eman [sayang] kalau ditembakkan, dalam proses penelitian,” terang Dosen Teknik Mesin UGM ini.
Kendala yang dihadapi dalam proses pembuatan rudal antara lain, bahan seperti motor penggerak dan mesin yang harus diimpor. Proses pembuatan menggunakan mesin computer numerical control (CNC) yang harus benar-benar presisi. Bahan utama bodi rudal terbuat dari komposit fiber glass menggunakan teknologi vakum dalam proses pembuatan yang seluruhnya diproduksi di UGM.
Butuh dana sekitar Rp 40 juta untuk membuat satu rudal seperti dalam prototipe awal alias mampu mengangkat dua kilogram beban. Tim Peneliti Aeronatika UGM berharap rudal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu alutsista oleh TNI. Kerja sama telah dilakukan tim bersama Lanud Adisutjipto untuk bersama-sama menggunakan hasil penelitian tersebut.
★ solopos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.