Tahun DepanIlustrasi kapal Diponegoro class TNI AL ●
Sejumlah lembaga yang terdiri dari industri pertahanan, BUMN, perguruan tinggi, TNI, Polri, dan instansi pemerintahan akan membentuk konsorsium industri pertahanan dalam rangka kemandirian alat-alat sistem persenjataan (alutsista) Tanah Air.
Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Risetdikti) Jumain Appe mengatakan, rencananya konsorsium tersebut akan mulai berjalan tahun depan. Saat ini, sejumlah lembaga yang akan menjadi anggota masih melakukan focus group discussion (FGD) untuk pembahasan konsorsium tersebut.
“Saya berharap tahun depan sudah mulai berjalan. Targetnya penelitian pertama untuk menghasilkan radar dan propelan. Dua produk itu saya kira yang paling kita butuhkan saat ini,” jelas Jumain di sela-sela FGD di Aula Pindad, Kota Bandung, Senin (27/11/2017).
Menurut dia, konsorsium ini dibentuk dalam rangka pengembangan teknologi dan industri pertahanan Indonesia agar mandiri. Selama ini, alutsista Indonesia masih mengandalkan impor dari negara lain. Padahal secara sumber daya, Indonesia memiliki perusahaan yang cukup bagus. Seperti Pindad, PT Len Industri, Inti, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), dan lainnya.
“Kita memiliki Pindad, PT DI, Len, Pal, Inti, swasta juga. Nah persoalannya, mereka jalan sendiri-sendiri. Penelitan sendiri, kebijakan sendiri. Kita mau satukan ini. Supaya fokus produk alat pertahanan dan keamanan. Penelitian di gabung untuk hasilkan produk bersama-sama,” jelas dia.
Menurut dia, konsorsium itu nantinya yang akan menentukan produk apa saja yang bakal dikembangkan. Misalnya membangun radar, rudal, roket, ranpur, propelan, kapal selam, dan lainnya secara mandiri.
Semua elemen yang tergabung dalam konsorsium bisa memberikan masukan atas produk tertentu. Nantinya, juga akan dibentuk tim yang anggotanya bisa dari BUMN dan perguruan tinggi untuk menghasilkan satu produk pertahanan.
Namun, kata dia, konsorsium tersebut harus mendapat dukungan dari pemerintah. Dia berharap, tidak ada kebijakan yang akan merubah arah konsorsium ke depannya. “Pemerintah harus beri kebijakan konsisten. Supaya tidak berubah-ubah. Jangan lain presiden, lain lagi kebijakannya. Kita tidak mau itu,” tegas dia.
Terkait pendanaan, lanjut dia, melalui konsorsium ini dana riset bisa gabungan dari sejumlah instansi yang selama ini memiliki dana riset untuk pertahanan. Seperti TNI, industri pertahanan, perguruan tinggi, dan lainnya.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad, Ade Bagja mengatakan, kemandirian industri pertahanan di suatu negara sangat penting untuk kekuatan pertahanan Tanah Air ke depannya. Namun demikian, untuk mencapai kemandirian itu, perlu dilihat sejumlah sektor pendukung.
“Memang kalau bicara kemandirian, kita harus lihat sejumlah sektor seperti kapabilitas teknologi dan skala ekonomi di industri pertahanan. Dua hal itu posisinya sangat penting untuk mencapai kemandirian pertahanan,” kata dia singkat.
Sejumlah lembaga yang terdiri dari industri pertahanan, BUMN, perguruan tinggi, TNI, Polri, dan instansi pemerintahan akan membentuk konsorsium industri pertahanan dalam rangka kemandirian alat-alat sistem persenjataan (alutsista) Tanah Air.
Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Risetdikti) Jumain Appe mengatakan, rencananya konsorsium tersebut akan mulai berjalan tahun depan. Saat ini, sejumlah lembaga yang akan menjadi anggota masih melakukan focus group discussion (FGD) untuk pembahasan konsorsium tersebut.
“Saya berharap tahun depan sudah mulai berjalan. Targetnya penelitian pertama untuk menghasilkan radar dan propelan. Dua produk itu saya kira yang paling kita butuhkan saat ini,” jelas Jumain di sela-sela FGD di Aula Pindad, Kota Bandung, Senin (27/11/2017).
Menurut dia, konsorsium ini dibentuk dalam rangka pengembangan teknologi dan industri pertahanan Indonesia agar mandiri. Selama ini, alutsista Indonesia masih mengandalkan impor dari negara lain. Padahal secara sumber daya, Indonesia memiliki perusahaan yang cukup bagus. Seperti Pindad, PT Len Industri, Inti, PT Dirgantara Indonesia (PT DI), dan lainnya.
“Kita memiliki Pindad, PT DI, Len, Pal, Inti, swasta juga. Nah persoalannya, mereka jalan sendiri-sendiri. Penelitan sendiri, kebijakan sendiri. Kita mau satukan ini. Supaya fokus produk alat pertahanan dan keamanan. Penelitian di gabung untuk hasilkan produk bersama-sama,” jelas dia.
Menurut dia, konsorsium itu nantinya yang akan menentukan produk apa saja yang bakal dikembangkan. Misalnya membangun radar, rudal, roket, ranpur, propelan, kapal selam, dan lainnya secara mandiri.
Semua elemen yang tergabung dalam konsorsium bisa memberikan masukan atas produk tertentu. Nantinya, juga akan dibentuk tim yang anggotanya bisa dari BUMN dan perguruan tinggi untuk menghasilkan satu produk pertahanan.
Namun, kata dia, konsorsium tersebut harus mendapat dukungan dari pemerintah. Dia berharap, tidak ada kebijakan yang akan merubah arah konsorsium ke depannya. “Pemerintah harus beri kebijakan konsisten. Supaya tidak berubah-ubah. Jangan lain presiden, lain lagi kebijakannya. Kita tidak mau itu,” tegas dia.
Terkait pendanaan, lanjut dia, melalui konsorsium ini dana riset bisa gabungan dari sejumlah instansi yang selama ini memiliki dana riset untuk pertahanan. Seperti TNI, industri pertahanan, perguruan tinggi, dan lainnya.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad, Ade Bagja mengatakan, kemandirian industri pertahanan di suatu negara sangat penting untuk kekuatan pertahanan Tanah Air ke depannya. Namun demikian, untuk mencapai kemandirian itu, perlu dilihat sejumlah sektor pendukung.
“Memang kalau bicara kemandirian, kita harus lihat sejumlah sektor seperti kapabilitas teknologi dan skala ekonomi di industri pertahanan. Dua hal itu posisinya sangat penting untuk mencapai kemandirian pertahanan,” kata dia singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.