Temui Menhan Korsel Ilustrasi KFX/IFX [sheldon]
Pemerintah Indonesia serius melakukan pengembangan proyek pesawat tempur bersama Korea Selatan. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto bertemu dengan Menteri Pertahanan Nasional Korea Selatan (Korsel), Jeong Kyeong-Doo di Kantor Kementerian Pertahanan Nasional Korsel di Seoul, Korea Selatan, Rabu (6/3). Pertemuan tersebut membahas kelanjutan program kerja sama pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.
Dalam kunjungan kenegaraan ke Korea Selatan September tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk melanjutkan program kerja sama pengembangan jet tempur tersebut. Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan hubungan selama ini sudah berjalan baik dan semakin erat. Walaupun saat ini Pemerintah Indonesia sedang fokus pada pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara, namun pemerintah menganggap kerja sama tersebut penting untuk kemajuan teknologi pertahanan negara. Diharapkan dengan kerja sama ini lndonesia bisa menguasai teknologi kedirgantaraan generasi 4,5 yang sejalan dengan roadmap Revolusi lndustri 4.0.
Cukup menguras APBN
Menurut Wiranto, sejumlah poin yang akan dinegosiasikan ulang di antaranya kemampuan pembiayaan Pemerintah, kemungkinan persentase development cost sharing, biaya produksi, alih teknologi, keuntungan hak kekayaan intelektual, dan pemasaran. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menjelaskan, renegosiasi perlu dilakukan agar dapat mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan pengurasan cadangan devisa. Sehingga, pemerintah Indonesia akan meminta keringanan termin pembayaran. "Terus terang beban APBN cukup besar, apalagi (kerja sama) jangka panjang. Terus terang puluhan triliun dan kalau beli puluhan unit (jet tempur) bisa sampai ratusan triliun," jelas Thomas.
Pemerintah Korea Selatan, diakui, menyetujui adanya restrukturisasi dan renegosiasi saat Jokowi berkunjung ke Negara Daeju tersebut. Kendati begitu, kedua kepala negara sepakat renegosiasi dilakukan dalam jangka waktu selama 12 bulan.
Pengembangan hingga tahun 2026
Indonesia sebelumnya melakukan kerja sama dengan Korea Selatan dalam mengembangkan jet tempur KFX/IFX, pesawat semi-siluman generasi 4.5. Kerja sama pengembangan pesawat ini sebatas pada pengembangan pesawat hingga mencapai prototipe. Dari enam prototipe yang akan dihasilkan, satu prototipe akan diserahkan kepada Indonesia. Kesepakatan kerja sama startegis (strategic cooperation agreement) program ini dilakukan pada 4 Desember 2015. Sedangkan kesepakatan cost sharing dan kesepakatan penugasan kerja (work assignment agreement) dilakukan pada Januari 2016. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia menanggung biaya program pengembangan sebesar 20 persen, sementara Korea Selatan 80 persen.
Dalam 10 tahun pengembangan yang akan dilakukan hingga 2026, total biaya yang ditanggung Indonesia mencapai Rp 21,6 triliun. Pemerintah Indonesia pada Desember 2018 akhirnya membayar 132 miliar won (118 juta dollar AS) kepada Korea Selatan sebagai iuran 2016 untuk pengembangan program pesawat tempur KF-X. Meskipun iuran 2017 dan 2018 belum disetorkan, Korea Selatan menganggap pembayaran tersebut cukup untuk mengikis kekhawatiran bahwa Indonesia akan keluar dari proyek strategis ini.
Target prototipe pertama selesai 2021
Korea Selatan kukuh meneruskan program KF-X dan berharap Indonesia akan berpartisipasi secara aktif di seluruh tahap pengembangan. Proyek KFX/IFX diyakini akan sukses dan lebih canggih dari F-16. Terlebih lagi, Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai kontraktor utama KF-X sejak tahun lalu telah menjalin hubungan dengan berbagai produsen dari Eropa sampai Asia yang akan memasok subsistem utama pesawat tempur.
Dengan pendampingan teknis dari Lockheed Martin, KAI berkeyakinan, purwarupa pertama KF-X bisa rampung pada 2021. Namun, Indonesia tidak sekukuh dan seyakin itu. Sejak cost share agreement ditandatangani pada Januari 2016, Indonesia dalam waktu kurang dari dua tahun menghentikan pembayaran iuran KF-X karena menganggap manfaat program tersebut tak sebanding dengan ongkos yang dikeluarkan. Meski demikian, setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jae-in, Pemerintah Indonesia pada Oktober 2018 mengumumkan dimulainya perundingan renegosiasi program KF-X dengan Korea Selatan yang akan berjalan selama setahun.
Sebuah sumber menyebut bahwa Pemerintah Indonesia ingin mengurangi kontribusinya di KF-X menjadi 15 persen. Indonesia disebut juga ingin mengurangi secara drastis jumlah pesawat tempur yang akan dibeli, dari rencana semula 48 unit menjadi separuhnya atau bahkan bisa lebih sedikit lagi, sementara Korea Selatan akan membeli sekitar 150 unit KF-X.
Pemerintah Indonesia serius melakukan pengembangan proyek pesawat tempur bersama Korea Selatan. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto bertemu dengan Menteri Pertahanan Nasional Korea Selatan (Korsel), Jeong Kyeong-Doo di Kantor Kementerian Pertahanan Nasional Korsel di Seoul, Korea Selatan, Rabu (6/3). Pertemuan tersebut membahas kelanjutan program kerja sama pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X.
Dalam kunjungan kenegaraan ke Korea Selatan September tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk melanjutkan program kerja sama pengembangan jet tempur tersebut. Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan hubungan selama ini sudah berjalan baik dan semakin erat. Walaupun saat ini Pemerintah Indonesia sedang fokus pada pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara, namun pemerintah menganggap kerja sama tersebut penting untuk kemajuan teknologi pertahanan negara. Diharapkan dengan kerja sama ini lndonesia bisa menguasai teknologi kedirgantaraan generasi 4,5 yang sejalan dengan roadmap Revolusi lndustri 4.0.
Cukup menguras APBN
Menurut Wiranto, sejumlah poin yang akan dinegosiasikan ulang di antaranya kemampuan pembiayaan Pemerintah, kemungkinan persentase development cost sharing, biaya produksi, alih teknologi, keuntungan hak kekayaan intelektual, dan pemasaran. Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menjelaskan, renegosiasi perlu dilakukan agar dapat mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan pengurasan cadangan devisa. Sehingga, pemerintah Indonesia akan meminta keringanan termin pembayaran. "Terus terang beban APBN cukup besar, apalagi (kerja sama) jangka panjang. Terus terang puluhan triliun dan kalau beli puluhan unit (jet tempur) bisa sampai ratusan triliun," jelas Thomas.
Pemerintah Korea Selatan, diakui, menyetujui adanya restrukturisasi dan renegosiasi saat Jokowi berkunjung ke Negara Daeju tersebut. Kendati begitu, kedua kepala negara sepakat renegosiasi dilakukan dalam jangka waktu selama 12 bulan.
Pengembangan hingga tahun 2026
Indonesia sebelumnya melakukan kerja sama dengan Korea Selatan dalam mengembangkan jet tempur KFX/IFX, pesawat semi-siluman generasi 4.5. Kerja sama pengembangan pesawat ini sebatas pada pengembangan pesawat hingga mencapai prototipe. Dari enam prototipe yang akan dihasilkan, satu prototipe akan diserahkan kepada Indonesia. Kesepakatan kerja sama startegis (strategic cooperation agreement) program ini dilakukan pada 4 Desember 2015. Sedangkan kesepakatan cost sharing dan kesepakatan penugasan kerja (work assignment agreement) dilakukan pada Januari 2016. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia menanggung biaya program pengembangan sebesar 20 persen, sementara Korea Selatan 80 persen.
Dalam 10 tahun pengembangan yang akan dilakukan hingga 2026, total biaya yang ditanggung Indonesia mencapai Rp 21,6 triliun. Pemerintah Indonesia pada Desember 2018 akhirnya membayar 132 miliar won (118 juta dollar AS) kepada Korea Selatan sebagai iuran 2016 untuk pengembangan program pesawat tempur KF-X. Meskipun iuran 2017 dan 2018 belum disetorkan, Korea Selatan menganggap pembayaran tersebut cukup untuk mengikis kekhawatiran bahwa Indonesia akan keluar dari proyek strategis ini.
Target prototipe pertama selesai 2021
Korea Selatan kukuh meneruskan program KF-X dan berharap Indonesia akan berpartisipasi secara aktif di seluruh tahap pengembangan. Proyek KFX/IFX diyakini akan sukses dan lebih canggih dari F-16. Terlebih lagi, Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai kontraktor utama KF-X sejak tahun lalu telah menjalin hubungan dengan berbagai produsen dari Eropa sampai Asia yang akan memasok subsistem utama pesawat tempur.
Dengan pendampingan teknis dari Lockheed Martin, KAI berkeyakinan, purwarupa pertama KF-X bisa rampung pada 2021. Namun, Indonesia tidak sekukuh dan seyakin itu. Sejak cost share agreement ditandatangani pada Januari 2016, Indonesia dalam waktu kurang dari dua tahun menghentikan pembayaran iuran KF-X karena menganggap manfaat program tersebut tak sebanding dengan ongkos yang dikeluarkan. Meski demikian, setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jae-in, Pemerintah Indonesia pada Oktober 2018 mengumumkan dimulainya perundingan renegosiasi program KF-X dengan Korea Selatan yang akan berjalan selama setahun.
Sebuah sumber menyebut bahwa Pemerintah Indonesia ingin mengurangi kontribusinya di KF-X menjadi 15 persen. Indonesia disebut juga ingin mengurangi secara drastis jumlah pesawat tempur yang akan dibeli, dari rencana semula 48 unit menjadi separuhnya atau bahkan bisa lebih sedikit lagi, sementara Korea Selatan akan membeli sekitar 150 unit KF-X.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.