Ilustrasi ujicoba RHan 122B produk kerjasama BUMNIS [istimewa]
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama sejumlah instansi lain sedang mengembangkan kemampuan untuk bisa memproduksi sendiri roket pertahanan, R-Han 122B, untuk kebutuhan Korps Marinir TNI. Selama ini kebutuhan ribuan roket jenis itu diimpor setiap tahunnya.
“Kami sedang men-substitusi-nya supaya mandiri dan saat ini sudah mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Pertahanan,” kata Kepala Pusat Teknologi Roket di Lapan, Sutrisno, mengungkapkan saat ditemui di kantornya di Rumpin, Kabupaten Bogor, Jumat 21 Februari 2020.
Sutrisno menyebut produksi R-Han 122B dilakukan lewat konsorsium yang melibatkan di antaranya PT Pindad. Serangkaian uji statis dan dinamis telah dilakukan sejak 2015. "Kalau sudah ada kajian ekonominya, kami akan bangun ekosistem industrinya," kata dia mengungkapkan.
Sutrisno menjelaskan, roket, selain drone yang berkembang belakangan ini, masih merupakan senjata paling efektif di dunia. Itu sebabnya, pengembangan teknologi roket untuk kepentingan militer, menurutnya, tak terelakkan.
Roket, dia menerangkan, menihilkan risiko korban nyawa karena sasaran bisa dituju dari jarak jauh sementara kerusakan hebat bisa dihasilkan di pihak musuh. Sayang, dia menambahkan, “Di Indonesia semua penggunaan roket untuk militer itu masih impor.”
Sesaat sebelumnya, Sutrisno mempresentasikan kemampuan dan pengembangan teknologi roket Indonesia di hadapan Menteri Ristek Bambang Brodjonegoro dan jajaran petinggi Lapan. Saat itu disebutnya kalau teknologi roket Indonesia masih berada di era 1960-an.
Sebagai gambaran, Sutrisno memaparkan kalau Lapan masih fokus di pengembangan roket diameter 450 mm berdaya jangkau 70 kilometer. Roket dua tingkat diameter yang sama milik Cina, dia membandingkan, bisa menjangkau batas atmosfer di ketinggian 200 kilometer.
Itu sebabnya, Sutrisno berharap banyak pada kerja sama yang berhasil dijalin pemerintah Indonesia dengan pemerintahan Beijing pada tahun lalu. Kerja sama, menurutnya, bisa mengembangkan kemampuan roket Indonesia.
“Kita belum pernah alih teknologi dengan negara luar sejak 1960-an mengimpor roket Jepang, Kappa, waktu mau membentuk Lapan di era Presiden Sukarno. Jadi kita hanya mengembangkan dari yang ada itu,” katanya.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama sejumlah instansi lain sedang mengembangkan kemampuan untuk bisa memproduksi sendiri roket pertahanan, R-Han 122B, untuk kebutuhan Korps Marinir TNI. Selama ini kebutuhan ribuan roket jenis itu diimpor setiap tahunnya.
“Kami sedang men-substitusi-nya supaya mandiri dan saat ini sudah mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Pertahanan,” kata Kepala Pusat Teknologi Roket di Lapan, Sutrisno, mengungkapkan saat ditemui di kantornya di Rumpin, Kabupaten Bogor, Jumat 21 Februari 2020.
Sutrisno menyebut produksi R-Han 122B dilakukan lewat konsorsium yang melibatkan di antaranya PT Pindad. Serangkaian uji statis dan dinamis telah dilakukan sejak 2015. "Kalau sudah ada kajian ekonominya, kami akan bangun ekosistem industrinya," kata dia mengungkapkan.
Sutrisno menjelaskan, roket, selain drone yang berkembang belakangan ini, masih merupakan senjata paling efektif di dunia. Itu sebabnya, pengembangan teknologi roket untuk kepentingan militer, menurutnya, tak terelakkan.
Roket, dia menerangkan, menihilkan risiko korban nyawa karena sasaran bisa dituju dari jarak jauh sementara kerusakan hebat bisa dihasilkan di pihak musuh. Sayang, dia menambahkan, “Di Indonesia semua penggunaan roket untuk militer itu masih impor.”
Sesaat sebelumnya, Sutrisno mempresentasikan kemampuan dan pengembangan teknologi roket Indonesia di hadapan Menteri Ristek Bambang Brodjonegoro dan jajaran petinggi Lapan. Saat itu disebutnya kalau teknologi roket Indonesia masih berada di era 1960-an.
Sebagai gambaran, Sutrisno memaparkan kalau Lapan masih fokus di pengembangan roket diameter 450 mm berdaya jangkau 70 kilometer. Roket dua tingkat diameter yang sama milik Cina, dia membandingkan, bisa menjangkau batas atmosfer di ketinggian 200 kilometer.
Itu sebabnya, Sutrisno berharap banyak pada kerja sama yang berhasil dijalin pemerintah Indonesia dengan pemerintahan Beijing pada tahun lalu. Kerja sama, menurutnya, bisa mengembangkan kemampuan roket Indonesia.
“Kita belum pernah alih teknologi dengan negara luar sejak 1960-an mengimpor roket Jepang, Kappa, waktu mau membentuk Lapan di era Presiden Sukarno. Jadi kita hanya mengembangkan dari yang ada itu,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.