Selasa, 15 Desember 2020

[Dunia] AS Akhirnya Sanksi Turki

➶ Karena Beli Rudal S-400 RusiaKomponen sistem pertahanan rudal S-400 Rusia tiba dengan pesawat kargo di dekat Bandara Murted, Ankara, 27 Agustus 2019. [Foto/Militer Turki/Kementerian Pertahanan Turki/Handout via REUTERS] ★

Pemerintah Amerika Serikat (AS) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Turki atas pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia bernilai miliaran dolar Amerika. Penjatuhan sanksi diumumkan hari Senin waktu Washington.

Langkah pemerintah Presiden Donald Trump ini diperkirakan akan semakin memicu ketegangan antara Washington dan Ankara dalam beberapa minggu menjelang pelantikan Presiden terpilih Joe Biden. Apa yang dilakukan Washington kepada sekutunya itu sekaligus mengirim pesan kepada pemerintah asing mana pun untuk mempertimbangkan kesepakatan senjata di masa depan dengan Rusia.

Pada 2017, Presiden Turki Recep Erdogan menengahi kesepakatan senilai USD 2,5 miliar dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk pembelian sistem rudal S-400.

S-400, sistem rudal surface-to-air mobile, diklaim menimbulkan risiko bagi aliansi NATO serta jet tempur siluman F-35, platform senjata paling mahal di Amerika.

Terlepas dari peringatan dari Amerika Serikat dan sekutu NATO lainnya, Turki menerima yang pertama dari empat baterai rudal S-400 pada Juli 2019. Seminggu kemudian, Amerika Serikat menghentikan Turki, mitra keuangan dan manufaktur, dari program F-35.

Di bawah Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) atau Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi, yang ditandatangani Trump pada Agustus 2017, Turki menghadapi potensi sanksi ekonomi karena menerima sistem rudal Kremlin. Trump sebelumnya enggan menjatuhkan sanksi kepada Ankara.

Turki adalah sekutu yang berharga dan mitra keamanan regional yang penting bagi Amerika Serikat, dan kami berusaha untuk melanjutkan sejarah kerjasama produktif sektor pertahanan selama puluhan tahun dengan menghilangkan hambatan kepemilikan S-400 Turki sesegera mungkin,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan ketika mengumumkan sanksi Washington kepada Ankara, seperti dilansir CNBC, Selasa (15/12/2020).

Sanksi tersebut melarang semua lisensi ekspor AS dan otorisasi kepada Kepresidenan Industri Pertahanan Republik Turki serta pembekuan aset dan pembatasan visa pada presiden organisasi, Ismail Demir, dan pejabat tinggi lainnya.

"Baiklah, ini tentang waktu yang tepat. Sanksi yang kuat dan dirancang dengan baik sangat terlambat," kata Thomas Karako, direktur Proyek Pertahanan Rudal di Pusat Kajian Strategis dan Internasional, ketika ditanya tentang sanksi tersebut.

Detailnya akan sangat berarti. Ini bisa berubah menjadi softball. Jika ingin memberikan sanksi, sanksi itu tidak bisa hanya sekedar tanda," ujar Karako.

Waktu pemberian sanksi, lebih dari setahun setelah pengiriman sistem rudal, dapat berpotensi mengganggu hubungan antara Ankara dan Washington untuk pemerintahan Biden yang akan datang.

Pejabat Departemen Luar Negeri Amerika meremehkan waktunya, dengan mengatakan bahwa proses penerapan sanksi "sangat serius" dan "konsultatif".

Butuh waktu untuk menyelesaikan serangkaian masalah yang kompleks ini, termasuk, khususnya, fakta bahwa Turki adalah sekutu NATO, jadi saya tidak akan terlalu banyak membaca tentang waktu ini dan mengapa hari ini dan bukan kemarin atau tiga bulan yang lalu," Kata Matthew Palmer, wakil asisten sekretaris di Biro Urusan Eropa dan Eurasia, selama panggilan telepon dengan wartawan. "Ini adalah waktu yang diperlukan bagi kami untuk menyimpulkan proses konsultatif itu."

Pengumuman sanksi ini muncul datang kurang dari dua bulan setelah ada laporan bahwa militer Turki mulai menguji coba sistem rudal S-400.

Pada bulan Oktober, baik departemen Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri mengecam uji coba sistem rudal tersebut di lepas pantai Laut Hitam Turki.

"Amerika Serikat telah menyatakan kepada Pemerintah Turki, pada tingkat paling senior, bahwa akuisisi sistem militer Rusia seperti S-400 tidak dapat diterima," tulis juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus dalam pernyataan yang dikirim melalui email pada saat itu.

"Amerika Serikat telah memperjelas harapan kami bahwa sistem S-400 tidak boleh dioperasikan," imbuh dia.

"Kami keberatan dengan pembelian Turki atas sistem tersebut dan sangat prihatin dengan laporan bahwa Turki akan menjalankannya," kata kepala juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman dalam pernyataan yang dikirim melalui email kala itu. “Ini seharusnya tidak diaktifkan. Melakukannya berisiko menimbulkan konsekuensi serius bagi hubungan keamanan kita."

S-400, penerus sistem rudal S-200 dan S-300, memulai debutnya pada tahun 2007. Dibandingkan dengan sistem AS, S-400 buatan Rusia diyakini mampu menyerang lebih banyak target, pada jarak yang lebih jauh dan melawan berbagai ancaman secara bersamaan.

Dalam berbagai upaya untuk mencegah Turki membeli S-400, Departemen Luar Negeri menawarkan untuk menjual sistem rudal Patriot Raytheon pada 2013 dan 2017. Tawaran itu tidak berjalan mulus, karena AS menolak memberikan transfer teknologi dari sistem tersebut kepada Turki.

Kami telah berulang kali mencoba melalui upaya diplomatik kami untuk menemukan cara untuk menyelesaikan ini dengan cara yang tidak melibatkan penerapan sanksi wajib ini,” kata Christopher Ford, asisten sekretaris untuk Keamanan dan Nonproliferasi Internasional, selama panggilan telepon dengan wartawan.

Kami juga telah berulang kali menawarkan mereka peralatan militer untuk membantu memenuhi kebutuhan operasional mereka dengan cara yang tidak memicu sanksi dan itu, pada kenyataannya, merupakan jawaban yang lebih baik dalam hal interoperabilitas NATO dari Pasukan Pertahanan Turki. Sayangnya, Turki menolak setiap upaya ini selama beberapa tahun terakhir," kata Ford. "Amerika Serikat tidak punya pilihan."

Meskipun menghadapi potensi sanksi AS, belasan negara telah menyatakan minatnya untuk membeli sistem rudal S-400 Rusia. (min)

  sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...