N219 (PTDI) 🛩
Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI mendorong industri dirgantara dalam negeri. Salah satu langkahnya adalah dengan memperbanyak transfers of technology atau transfer teknologi.
Karo Humas Setjen Kemhan Brigjen Edwin Adrian Sumantha mengatakan Kemhan berkomitmen mendorong dan mengembangkan industri dirgantara dalam negeri. Pihaknya juga mendorong PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memperbanyak program transfers of technology.
"Dalam hal ini, industri dirgantara, kita yang saya sampaikan tadi, bahwa kontrak-kontrak, kemudian kegiatan offset, maupun transfers of technology ini semakin banyak," kata Edwin di hanggar pesawat N219 PTDI, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).
Dia mengatakan dukungan untuk PTDI adalah upaya untuk terus memajukan industri pertahanan dalam negeri. Pihaknya mengapresiasi sejumlah capaian yang dilakukan oleh PTDI, salah satunya dalam pemenuhan alat utama sistem senjata (alutsista) untuk TNI.
"Kita bisa lihat dari apa yang sudah dicapai oleh PTDI, memang kita harus mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Kalau kita mau lebih maju lagi ke depannya, tentunya platform utamanya adalah BUMN pertahanan. Untuk bidang dirgantara adalah PT Dirgantara Indonesia," jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan mengatakan saat ini PTDI berfokus pada tiga hal. Yakni pemenuhan kebutuhan alutsista dalam negeri, perluasan pangsa pasar tak hanya untuk kegunaan militer tapi juga komersial, hingga peningkatan ekspor.
"Jadi ada tiga dari PTDI, yang paling pertama adalah bagaimana PTDI tampil memaksimalkan kebutuhan untuk penggunaan alutsista yang di renstra, yang kedua bagaimana PTDI hadir tidak hanya di military, tapi juga di komersial, yang ketiga adalah bagaimana PTDI memperbesar segmen bisnis ekspornya," katanya. (aud/aud)
Ingin Jadi Pemasok Global Produksi Pesawat Rafale
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengaku ingin menjadi bagian dari rantai pasok global atau global supply chain dalam produksi komponen pesawat tempur Rafale. Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, mengatakan peluang tersebut terbuka usai pembelian pesawat tempur diikuti kerja sama offset dengan pabrikan Rafale asal Prancis, yakni Dassault.
"Offset dalam pembelian Rafale kan sudah jalan ya. Seperti misalnya di luar itu kita juga punya production work package ya, beberapa bagian daripada pesawat Rafalenya akan diproduksi secara lokal di Indonesia," kata Gita di Hanggar Pesawat N219 PTDI, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).
Menurut Gita tak hanya menjadi bagian dari rantai pasok global, PTDI juga berpeluang mengembangkan kemampuan perawatan atau Maintance, Repair dan Operation (MRO) pesawat tempur.
"Ini bagus, kenapa? Karena kita disertifikasi dan ke depannya kita bisa menjadi global supply-nya mereka. Di luar itu, maintenance-nya tentu di kita gitu kan. Karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO-nya," ucapnya.
Menurut Gita, PTDI memiliki kemampuan tersebut. "Dengan fungsinya offset, sebetulnya bersama-sama dengan Dassault, kita menyiapkan sebetulnya apa yang kita perlukan untuk PTDI itu mampu meng-absorb teknologinya," katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban, mengatakan produksi komponen pesawat tempur Rafale di Indonesia kemungkinan besar baru akan terlaksana setelah pengiriman pesawat tempur Rafale rampung.
"Oh itu kan akan sesuai dengan jadwal delivery, kalau itunya sendiri mungkin setelah 2027-2028. Kami mesti dikualifikasi dulu oleh mereka, tapi kita punya kemampuan itu," ucapnya. (whn/whn)
Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI mendorong industri dirgantara dalam negeri. Salah satu langkahnya adalah dengan memperbanyak transfers of technology atau transfer teknologi.
Karo Humas Setjen Kemhan Brigjen Edwin Adrian Sumantha mengatakan Kemhan berkomitmen mendorong dan mengembangkan industri dirgantara dalam negeri. Pihaknya juga mendorong PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memperbanyak program transfers of technology.
"Dalam hal ini, industri dirgantara, kita yang saya sampaikan tadi, bahwa kontrak-kontrak, kemudian kegiatan offset, maupun transfers of technology ini semakin banyak," kata Edwin di hanggar pesawat N219 PTDI, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).
Dia mengatakan dukungan untuk PTDI adalah upaya untuk terus memajukan industri pertahanan dalam negeri. Pihaknya mengapresiasi sejumlah capaian yang dilakukan oleh PTDI, salah satunya dalam pemenuhan alat utama sistem senjata (alutsista) untuk TNI.
"Kita bisa lihat dari apa yang sudah dicapai oleh PTDI, memang kita harus mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Kalau kita mau lebih maju lagi ke depannya, tentunya platform utamanya adalah BUMN pertahanan. Untuk bidang dirgantara adalah PT Dirgantara Indonesia," jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan mengatakan saat ini PTDI berfokus pada tiga hal. Yakni pemenuhan kebutuhan alutsista dalam negeri, perluasan pangsa pasar tak hanya untuk kegunaan militer tapi juga komersial, hingga peningkatan ekspor.
"Jadi ada tiga dari PTDI, yang paling pertama adalah bagaimana PTDI tampil memaksimalkan kebutuhan untuk penggunaan alutsista yang di renstra, yang kedua bagaimana PTDI hadir tidak hanya di military, tapi juga di komersial, yang ketiga adalah bagaimana PTDI memperbesar segmen bisnis ekspornya," katanya. (aud/aud)
Ingin Jadi Pemasok Global Produksi Pesawat Rafale
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengaku ingin menjadi bagian dari rantai pasok global atau global supply chain dalam produksi komponen pesawat tempur Rafale. Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, mengatakan peluang tersebut terbuka usai pembelian pesawat tempur diikuti kerja sama offset dengan pabrikan Rafale asal Prancis, yakni Dassault.
"Offset dalam pembelian Rafale kan sudah jalan ya. Seperti misalnya di luar itu kita juga punya production work package ya, beberapa bagian daripada pesawat Rafalenya akan diproduksi secara lokal di Indonesia," kata Gita di Hanggar Pesawat N219 PTDI, Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).
Menurut Gita tak hanya menjadi bagian dari rantai pasok global, PTDI juga berpeluang mengembangkan kemampuan perawatan atau Maintance, Repair dan Operation (MRO) pesawat tempur.
"Ini bagus, kenapa? Karena kita disertifikasi dan ke depannya kita bisa menjadi global supply-nya mereka. Di luar itu, maintenance-nya tentu di kita gitu kan. Karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO-nya," ucapnya.
Menurut Gita, PTDI memiliki kemampuan tersebut. "Dengan fungsinya offset, sebetulnya bersama-sama dengan Dassault, kita menyiapkan sebetulnya apa yang kita perlukan untuk PTDI itu mampu meng-absorb teknologinya," katanya.
Di tempat yang sama, Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban, mengatakan produksi komponen pesawat tempur Rafale di Indonesia kemungkinan besar baru akan terlaksana setelah pengiriman pesawat tempur Rafale rampung.
"Oh itu kan akan sesuai dengan jadwal delivery, kalau itunya sendiri mungkin setelah 2027-2028. Kami mesti dikualifikasi dulu oleh mereka, tapi kita punya kemampuan itu," ucapnya. (whn/whn)
🛩 detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.