Pada 19 Desember 1948, ketika Belanda melancarkan agresinya yang ke-2, dengan menyerang Pangkalan Udara Maguwo dan diikuti dengan pendaratan tentara payungnya, Pangkalan Udara Panasan juga didatangi oleh empat pesawat P-51 Mustang Belanda pada kira-kira pukul 06.30.
Mengetahui hal ini, anggota Pangkalan Udara Panasan pimpinan Bapak R.A. Wiriadinata menyerang lebih dahulu dengan senapan-senapan mesin yang jumlahnya 8 pucuk kaliber 12,7 mm. Melihat peluru api berhamburan di udara, pesawat Belanda tidak membalas.
Hal ini mungkin karena tidak nampak adanya pesawat- pesawat AURI yang parkir di landasan, karena 3 buah pesawat AURI yang ada telah dihancurkan pada waktu Agresi Militer Belanda I.
Pada kenyataannya landasan Pangkalan Udara Panasan hanya dipenuhi dengan batu-batu dan bambu runcing yang telah dipasang oleh pasukan kita. Pesawat-pesawat P-51 Mustang Belanda hanya melaksanakan pengintaian dan penyebaran pamflet yang berisikan pengumuman bahwa pembesar-pembesar RI telah di tawan, Pemerintahan Negara dipegang oleh Belanda dan seluruh rakyat diminta tenang. Namun setelah itu pesawat terbang ke arah Delanggu, disana mereka menyerang pabrik gula Delanggu dengan senapan mesin dan bom.
Mendengar keadaan yang demikian Komandan Pangkalan Udara Panasan Opsir Muda Udara I Wiriadinata mengeluarkan perintah agar:
a. Markas AURI dipindahkan ke Bekonang.
b. Pangkalan dan bangunan-bangunan AURI dihancurkan.
Dengan adanya perintah tersebut anggota Pangkalan Udara Panasan mengadakan aksi bumi hangus atas obyek-obyek vital yang ada di dalam pangkalan termasuk pengrusakan landasan.
Dengan menggunakan bom-bom pesawat terbang yang beratnya antara 25-100 kg yang sudah di ubah detonatornya, Pangkalan Udara Panasan pada tanggal 21 Desember 1948, terpaksa dibumihanguskan.
Dalam waktu singkat, rumah-rumah sudah rata dengan tanah. Dalam pelaksanaan pembumihangusan Pangkalan Udara Panasan jatuh korban atas nama Kopral Udara Semi dan Kopral Udara Sarsono, karena ingin memperbaiki detonator bom yang macet.
Tetapi malang nasibnya ketika ia menyentuh detonator, bom itu meledak sehingga menghancurkan tubuhnya. Pasukan Panembahan Senopati (PPS-105)
Sore hari anggota Pangkalan Udara Panasan dan keluarga mengungsi dengan tujuan Madiun untuk menggabungkan diri dengan pasukan dari Maospati yang dipimpin oleh Bapak Soeprantijo.
Tetapi sesampainya di Polokerto (Bekonang) ditahan oleh Gubernur Militer II Rayon I Polokarto Pimpinan Suhendro dan diberikan daerah pertahanan di Kecamatan Jumantoro.
Barangkali Belanda mengetahui dari mata-mata bahwa kampung Bekonang merupakan konsentrasi dari pasukan gerilya maka pada pukul 18.30 diserang oleh 2 pesawat P-51 Mustang sehingga banyak korban yang meninggal.
Dengan segera anggota Pangkalan Udara Panasan berpindah tempat ke Desa Tugu kurang lebih 4 km dari Kampung Bekonang.
Kemudian mereka memberi nama pasukannya dengan nama Garuda Mulya.
Setelah mendapatkan kekuasaan atas suatu daerah, maka mereka segera mengatur siasat perang gerilya yang mana pasukan dibagi atas beberapa regu dengan ditempatkan dikampung-kampung sepanjang jalan raya antara Solo – Tawangmangu dengan tugas untuk mengadakan penghadangan-penghadangan terhadap setiap gerakan tentara Belanda.
Disamping pasukan yang menetap, dibentuk pula pasukan mobile dengan tugas mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh yang ditempatkan antara Solo – Tawangmangu. Operasi yang gemilang yang dicapai oleh pak Wiriadinata dalam memimpin pasukannya.
Berkenaan dengan peristiwa gugurnya yang dipimpin oleh Pak Soenardjo karena suatu pertempuran di daerah Karangpandan, maka Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Rayon yang daerahnya semakin meluas termasuk Kecamatan Matesih. Marsda TNI Wiriadinata
Kegiatan pasukan Garuda Mulya ini lebih diintensifkan.
Pasukan mobile ditugaskan untuk mengadakan kontak dengan semua pasukan-pasukan tetangga serta mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh dan markas-markas musuh sampai ke Jatisrono dan sekitarnya.
Disamping pasukan Mobile hampir setiap satu minggu satu kali semua regu yang menetap pada Sektor Pertahanannya masing-masing dikerahkan untuk mengadakan serangan ke Karang Pandan dan Tawangmangu.
Dengan makin gemilangnya hasil-hasil yang telah dicapai, maka kemudian Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Pasukan Panembahan Senopati 105, yang disingkat PPS 105.
Berbekal pengalaman di medan operasi gerilya, pada tahun 1952 Pak Wiriadinata menjadi tokoh utama dalam pembentukan Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang kemudian dikenal Pasukan Gerak Tjepat (PGT). Atas jasanya membentuk Pasukan Payung TNI AU tersebut, Pak Wiriadinata dikukuhkan sebagai “Bapak Pasukan TNI AU”.
Mengetahui hal ini, anggota Pangkalan Udara Panasan pimpinan Bapak R.A. Wiriadinata menyerang lebih dahulu dengan senapan-senapan mesin yang jumlahnya 8 pucuk kaliber 12,7 mm. Melihat peluru api berhamburan di udara, pesawat Belanda tidak membalas.
Hal ini mungkin karena tidak nampak adanya pesawat- pesawat AURI yang parkir di landasan, karena 3 buah pesawat AURI yang ada telah dihancurkan pada waktu Agresi Militer Belanda I.
Pada kenyataannya landasan Pangkalan Udara Panasan hanya dipenuhi dengan batu-batu dan bambu runcing yang telah dipasang oleh pasukan kita. Pesawat-pesawat P-51 Mustang Belanda hanya melaksanakan pengintaian dan penyebaran pamflet yang berisikan pengumuman bahwa pembesar-pembesar RI telah di tawan, Pemerintahan Negara dipegang oleh Belanda dan seluruh rakyat diminta tenang. Namun setelah itu pesawat terbang ke arah Delanggu, disana mereka menyerang pabrik gula Delanggu dengan senapan mesin dan bom.
Mendengar keadaan yang demikian Komandan Pangkalan Udara Panasan Opsir Muda Udara I Wiriadinata mengeluarkan perintah agar:
a. Markas AURI dipindahkan ke Bekonang.
b. Pangkalan dan bangunan-bangunan AURI dihancurkan.
Dengan adanya perintah tersebut anggota Pangkalan Udara Panasan mengadakan aksi bumi hangus atas obyek-obyek vital yang ada di dalam pangkalan termasuk pengrusakan landasan.
Dengan menggunakan bom-bom pesawat terbang yang beratnya antara 25-100 kg yang sudah di ubah detonatornya, Pangkalan Udara Panasan pada tanggal 21 Desember 1948, terpaksa dibumihanguskan.
Dalam waktu singkat, rumah-rumah sudah rata dengan tanah. Dalam pelaksanaan pembumihangusan Pangkalan Udara Panasan jatuh korban atas nama Kopral Udara Semi dan Kopral Udara Sarsono, karena ingin memperbaiki detonator bom yang macet.
Tetapi malang nasibnya ketika ia menyentuh detonator, bom itu meledak sehingga menghancurkan tubuhnya. Pasukan Panembahan Senopati (PPS-105)
Sore hari anggota Pangkalan Udara Panasan dan keluarga mengungsi dengan tujuan Madiun untuk menggabungkan diri dengan pasukan dari Maospati yang dipimpin oleh Bapak Soeprantijo.
Tetapi sesampainya di Polokerto (Bekonang) ditahan oleh Gubernur Militer II Rayon I Polokarto Pimpinan Suhendro dan diberikan daerah pertahanan di Kecamatan Jumantoro.
Barangkali Belanda mengetahui dari mata-mata bahwa kampung Bekonang merupakan konsentrasi dari pasukan gerilya maka pada pukul 18.30 diserang oleh 2 pesawat P-51 Mustang sehingga banyak korban yang meninggal.
Dengan segera anggota Pangkalan Udara Panasan berpindah tempat ke Desa Tugu kurang lebih 4 km dari Kampung Bekonang.
Kemudian mereka memberi nama pasukannya dengan nama Garuda Mulya.
Setelah mendapatkan kekuasaan atas suatu daerah, maka mereka segera mengatur siasat perang gerilya yang mana pasukan dibagi atas beberapa regu dengan ditempatkan dikampung-kampung sepanjang jalan raya antara Solo – Tawangmangu dengan tugas untuk mengadakan penghadangan-penghadangan terhadap setiap gerakan tentara Belanda.
Disamping pasukan yang menetap, dibentuk pula pasukan mobile dengan tugas mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh yang ditempatkan antara Solo – Tawangmangu. Operasi yang gemilang yang dicapai oleh pak Wiriadinata dalam memimpin pasukannya.
Berkenaan dengan peristiwa gugurnya yang dipimpin oleh Pak Soenardjo karena suatu pertempuran di daerah Karangpandan, maka Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Rayon yang daerahnya semakin meluas termasuk Kecamatan Matesih. Marsda TNI Wiriadinata
Kegiatan pasukan Garuda Mulya ini lebih diintensifkan.
Pasukan mobile ditugaskan untuk mengadakan kontak dengan semua pasukan-pasukan tetangga serta mengadakan serangan-serangan terhadap pos-pos musuh dan markas-markas musuh sampai ke Jatisrono dan sekitarnya.
Disamping pasukan Mobile hampir setiap satu minggu satu kali semua regu yang menetap pada Sektor Pertahanannya masing-masing dikerahkan untuk mengadakan serangan ke Karang Pandan dan Tawangmangu.
Dengan makin gemilangnya hasil-hasil yang telah dicapai, maka kemudian Pak Wiriadinata diangkat menjadi Komandan Pasukan Panembahan Senopati 105, yang disingkat PPS 105.
Berbekal pengalaman di medan operasi gerilya, pada tahun 1952 Pak Wiriadinata menjadi tokoh utama dalam pembentukan Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang kemudian dikenal Pasukan Gerak Tjepat (PGT). Atas jasanya membentuk Pasukan Payung TNI AU tersebut, Pak Wiriadinata dikukuhkan sebagai “Bapak Pasukan TNI AU”.
★ TNI AU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.