Terjang Gelombang Dua Meter TANGGUH: KRI Terapang 648 saat melewati perairan. Didesain tangguh, kapal perang ini dapat menggempur gelombang setinggi empat meter. (DONNY MUSLIM/RADAR BANJARMASIN) ☆
Dengan kecepatan angin 15 sampai 30 knot, kapal perang yang kami tumpangi bertolak dari Dermaga Stagen, Kabupaten Kotabaru. Menggempur gelombang setinggi 2,5 meter. Tujuannya? Demi kedaulatan rupiah.
28 November 2017, langit di Dermaga Stagen, Kotabaru, sedang cerah. Seorang prajurit TNI Angkatan Laut meniupkan peluit tanda keberangkatan kapal. Usai melakukan upacara pelepasan bersama Bupati Kotabaru Sayed Jafar, rombongan tim Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalsel secara resmi dilepas melakukan Ekspedisi Kas Keliling Kepulauan menuju Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru.
Dilaksanakan 28 November sampai 2 Desember 2017, ekspedisi yang punya misi menukarkan uang tidak layak edar masyarakat dengan uang rupiah baru tahun emisi 2016 ini menyasar tiga pulau terujung yang ada di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru. Tiga pulau yang dimaksud adalah Pulau Matasiri, Maradapan dan Marabatuan.
Kepala Sistem Pembayaran BI Kalsel, Ocky Ganesia mengatakan kondisi geografis di Pulau Sembilan tak memungkinkan untuk mendirikan kantor bank yang bisa dijadikan tempat untuk penukaran uang rupiah edisi terbaru. "Maka dari itu, perlu ada program kas keliling," kata dia.
Selain kas keliling, juga diadakan program BI mengajar dan penyerahan bantuan sosial pendidikan serta kesehatan di ketiga pulau tersebut.
Pergi ke tiga pulau tersebut nyatanya bukanlah perkara enteng. Posisinya berada di perbatasan perairan Selat Makassar dan Laut Jawa. Jaraknya 130 mil dari pusat kabupaten. Jika cuaca tak mau berkompromi, gelombang di perairan Selat Makassar dan Laut Jawa bisa mencapai 3 meter. Tujuan pertama rombongan: Pulau Matasiri.
Untungnya, pihak BI Kalsel sudah menyiapkan tumpangan yang ampuh menaklukan perairan menuju Kecamatan Pulau Sembilan. Kami menumpangi Kapal Perang Rakyat Indonesia (KRI) Terapang 648 yang berada dalam naungan Satuan Kapal Cepat Koartim.
Kapal perang yang kami tumpangi ini memiliki panjang 44 dan lebar 7 meter. Ukurannya kecil. Namun, kapalnya mampu memanfaatkan ruang semaksimal mungkin. Kapal ini bisa menampung 50 orang penumpang.
Dilengkapi dengan rudal tipe C705, KRI Terapang pada bagian buritan, kapal perang ini terlihat tambah gahar. Komandan KRI Terapang 648, Mayor (P) Abdul Rajab menceritakan kepada saya bahwa kapal ini sudah berkeliling Indonesia untuk menjaga wilayah perbatasan.
"Terapang merupakan kapal perang termuda, dibuat pada tahun 2014, akan tetapi, jam terbangnya tinggi. Kapal ini sudah keliling Indonesia untuk melakukan beberapa penugasan," ujar Rajab kepada penulis saat berbincang di anjungan kapal.
Sebelum memasuki bagian geladak kapal, saya sempat mengira bagian interiornya bakal tak ada fasilitas apa-apa lantaran kapal ini didesain untuk tempur. Ternyata, dugaan saya salah sepenuhnya. Fasilitas di dalam KRI Terapang lengkap.
Terdiri dari tiga geladak yang dilengkapi pendingin ruangan yang menusuk kulit, selain anjungan dan ruang mesin kapal ini punya 14 kamar tidur, ruang santai, ruang kesehatan musala, toilet serta dapur. Kamar saya berada di geladak paling bawah dekat dengan ruang santai para prajurit kapal. Tepatnya di Ruang Tamtama II.
Pemanfaatan ruang yang efisien terlihat pada kamar tidur. Meski sempit, lebar kamar yang hanya 2,5 meter bisa menampung 10 orang. Mereka menyiasatinya dengan menempatkan kasur bertingkat. Selain kasur, kamar ini juga dilengkapi dengan meja kerja, rak sepatu, lemari serta rak buku. Dalam kondisi tertentu, kamar juga dilengkapi dengan telepon internal.
Mata saya terbelalak ketika memasuki ruang santai para prajurit. Berukuran 6x6 meter, ruang santai prajurit dilengkapi dengan televisi 42 inch, fasilitas karaoke, serta satu konsol Playstation III. Ruang santai juga diisi oleh sofa yang empuk dan meja untuk makan bersama.
Kata Mayor Abdul Rajab, fasilitas ini untuk menambah betah para prajurit. "Ini adalah rumah kami. Jadi, lantaran rumah, kami membuatnya senyaman mungkin," kata dia.
Puas menjamah geladak kapal, pemberitahuan keluar dari pengeras suara yang terletak bagian langit-langit kapal. Seorang prajurit kapal memberitahukan cuaca sedang buruk. Runyamnya, Posisi kapal sedang berada di perairan Selat Makassar yang dikenal dengan perairan cukup ganas.
Mendengar pemberitahuan tersebut, saya yang tak punya kemampuan berenang dan belum pernah berada di perairan seperti ini langsung bergidik. Gelombang tinggi menyelimuti pikiran.
Tak lama, ketakutan saya jadi nyata. Gelombang setinggi dua meter datang. Kapal bergoyang. Saya langsung masuk ke kamar karena tak tahan guncangannya yang mengocok perut. Namun, alih-alih berhenti kapal ini tetap terus menggempur gelombang setinggi 2,5 meter itu dengan kecepatan angin 18 knot.
Teringat kata Mayor Rajab, kapal ini memang didesain tahan dengan ombak. Di perbatasan Indonesia-Australia, KRI Terapang pernah menggempur gelombang setinggi 4 meter.
Sekitar tiga jam menggempur gelombang setinggi 2,5 meter, kapal melabuhkan jangkar di perairan Pulau Matasiri. Hari pun sudah gelap. Namun, kapal tak bisa sampai ke dermaga lantaran kapal terlalu besar dan menghantam terumbu karang.
Lantas, kami memutuskan untuk menginap satu malam di atas kapal. Besoknya, rombongan menuju Pulau Matasiri, pulau yang terkenal dengan tingginya kasus malaria dan serta mitos-mitos yang ada di dalamnya.
Dengan kecepatan angin 15 sampai 30 knot, kapal perang yang kami tumpangi bertolak dari Dermaga Stagen, Kabupaten Kotabaru. Menggempur gelombang setinggi 2,5 meter. Tujuannya? Demi kedaulatan rupiah.
28 November 2017, langit di Dermaga Stagen, Kotabaru, sedang cerah. Seorang prajurit TNI Angkatan Laut meniupkan peluit tanda keberangkatan kapal. Usai melakukan upacara pelepasan bersama Bupati Kotabaru Sayed Jafar, rombongan tim Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalsel secara resmi dilepas melakukan Ekspedisi Kas Keliling Kepulauan menuju Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru.
Dilaksanakan 28 November sampai 2 Desember 2017, ekspedisi yang punya misi menukarkan uang tidak layak edar masyarakat dengan uang rupiah baru tahun emisi 2016 ini menyasar tiga pulau terujung yang ada di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru. Tiga pulau yang dimaksud adalah Pulau Matasiri, Maradapan dan Marabatuan.
Kepala Sistem Pembayaran BI Kalsel, Ocky Ganesia mengatakan kondisi geografis di Pulau Sembilan tak memungkinkan untuk mendirikan kantor bank yang bisa dijadikan tempat untuk penukaran uang rupiah edisi terbaru. "Maka dari itu, perlu ada program kas keliling," kata dia.
Selain kas keliling, juga diadakan program BI mengajar dan penyerahan bantuan sosial pendidikan serta kesehatan di ketiga pulau tersebut.
Pergi ke tiga pulau tersebut nyatanya bukanlah perkara enteng. Posisinya berada di perbatasan perairan Selat Makassar dan Laut Jawa. Jaraknya 130 mil dari pusat kabupaten. Jika cuaca tak mau berkompromi, gelombang di perairan Selat Makassar dan Laut Jawa bisa mencapai 3 meter. Tujuan pertama rombongan: Pulau Matasiri.
Untungnya, pihak BI Kalsel sudah menyiapkan tumpangan yang ampuh menaklukan perairan menuju Kecamatan Pulau Sembilan. Kami menumpangi Kapal Perang Rakyat Indonesia (KRI) Terapang 648 yang berada dalam naungan Satuan Kapal Cepat Koartim.
Kapal perang yang kami tumpangi ini memiliki panjang 44 dan lebar 7 meter. Ukurannya kecil. Namun, kapalnya mampu memanfaatkan ruang semaksimal mungkin. Kapal ini bisa menampung 50 orang penumpang.
Dilengkapi dengan rudal tipe C705, KRI Terapang pada bagian buritan, kapal perang ini terlihat tambah gahar. Komandan KRI Terapang 648, Mayor (P) Abdul Rajab menceritakan kepada saya bahwa kapal ini sudah berkeliling Indonesia untuk menjaga wilayah perbatasan.
"Terapang merupakan kapal perang termuda, dibuat pada tahun 2014, akan tetapi, jam terbangnya tinggi. Kapal ini sudah keliling Indonesia untuk melakukan beberapa penugasan," ujar Rajab kepada penulis saat berbincang di anjungan kapal.
Sebelum memasuki bagian geladak kapal, saya sempat mengira bagian interiornya bakal tak ada fasilitas apa-apa lantaran kapal ini didesain untuk tempur. Ternyata, dugaan saya salah sepenuhnya. Fasilitas di dalam KRI Terapang lengkap.
Terdiri dari tiga geladak yang dilengkapi pendingin ruangan yang menusuk kulit, selain anjungan dan ruang mesin kapal ini punya 14 kamar tidur, ruang santai, ruang kesehatan musala, toilet serta dapur. Kamar saya berada di geladak paling bawah dekat dengan ruang santai para prajurit kapal. Tepatnya di Ruang Tamtama II.
Pemanfaatan ruang yang efisien terlihat pada kamar tidur. Meski sempit, lebar kamar yang hanya 2,5 meter bisa menampung 10 orang. Mereka menyiasatinya dengan menempatkan kasur bertingkat. Selain kasur, kamar ini juga dilengkapi dengan meja kerja, rak sepatu, lemari serta rak buku. Dalam kondisi tertentu, kamar juga dilengkapi dengan telepon internal.
Mata saya terbelalak ketika memasuki ruang santai para prajurit. Berukuran 6x6 meter, ruang santai prajurit dilengkapi dengan televisi 42 inch, fasilitas karaoke, serta satu konsol Playstation III. Ruang santai juga diisi oleh sofa yang empuk dan meja untuk makan bersama.
Kata Mayor Abdul Rajab, fasilitas ini untuk menambah betah para prajurit. "Ini adalah rumah kami. Jadi, lantaran rumah, kami membuatnya senyaman mungkin," kata dia.
Puas menjamah geladak kapal, pemberitahuan keluar dari pengeras suara yang terletak bagian langit-langit kapal. Seorang prajurit kapal memberitahukan cuaca sedang buruk. Runyamnya, Posisi kapal sedang berada di perairan Selat Makassar yang dikenal dengan perairan cukup ganas.
Mendengar pemberitahuan tersebut, saya yang tak punya kemampuan berenang dan belum pernah berada di perairan seperti ini langsung bergidik. Gelombang tinggi menyelimuti pikiran.
Tak lama, ketakutan saya jadi nyata. Gelombang setinggi dua meter datang. Kapal bergoyang. Saya langsung masuk ke kamar karena tak tahan guncangannya yang mengocok perut. Namun, alih-alih berhenti kapal ini tetap terus menggempur gelombang setinggi 2,5 meter itu dengan kecepatan angin 18 knot.
Teringat kata Mayor Rajab, kapal ini memang didesain tahan dengan ombak. Di perbatasan Indonesia-Australia, KRI Terapang pernah menggempur gelombang setinggi 4 meter.
Sekitar tiga jam menggempur gelombang setinggi 2,5 meter, kapal melabuhkan jangkar di perairan Pulau Matasiri. Hari pun sudah gelap. Namun, kapal tak bisa sampai ke dermaga lantaran kapal terlalu besar dan menghantam terumbu karang.
Lantas, kami memutuskan untuk menginap satu malam di atas kapal. Besoknya, rombongan menuju Pulau Matasiri, pulau yang terkenal dengan tingginya kasus malaria dan serta mitos-mitos yang ada di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.