Ilustrasi Radar ISRA (LIPI)
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jumain Appe mengatakan kebutuhan pembangunan industri radar nasional mendesak untuk perlindungan dan kemandirian bangsa.
“Pembangunan Industri Radar Nasional adalah sebuah kebutuhan mendesak yang penting dan dapat segera diwujudkan. Keberadaannya penting, di samping untuk meningkatkan ‘deterrent power’, juga penting untuk meningkatkan kemampuan operasional dan kemandirian pembinaan peralatan radar serta menguntungkan perekonomian nasional terkait dengan penghematan devisa dan penyerapan tenaga kerja,” kata Jumain.
Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur, Telematika dan Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andhika Prastawa mengatakan pada saat ini radar yang sudah beroperasi di Indonesia yaitu Radar Hanud yang berjumlah 19 unit dengan komposisi: enam unit Radar Thomson TRS 2230 D Radar Generasi Ketiga, empat unit Radar Plessey AWS II, tiga unit Radar Siemens-Plessey dan enam unit Radar Master T buatan Thales-Perancis), radar pesawat tempur dan radar kapal perang.
Radar Hanud, radar pesawat tempur dan Radar kapal perang sebagian besar merupakan radar buatan luar negeri karena pada saat ini industri dalam negeri belum mampu membuat radar jenis tersebut.
Walaupun demikian beberapa jenis radar pantai seperti Radar ISRA dan Radar INDRA telah dikembangkan oleh institusi penelitian dan pengembangan dan industri swasta nasional.
Pengembangan radar pantai perlu dilakukan untuk memenuhi spesifikasi pengguna antara lain peningkatan jarak jangkauan yang lebih jauh. Bahkan ke depan industri nasional diharapkan mampu membuat Long Range Radar Surveillance 3D melalui produksi bersama maupun bentuk alih teknologi lainnya.
Ada kebutuhan radar jenis Ground Control Intercept (GCI) untuk menjamin keamanan udara Indonesia. Radar jenis ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat radar pertahanan nasional kita.
Radar pertahanan udara nasional adalah sistem kendali radar taktis, berbasis darat, 3D, kontrol udara dan sistem radar surveillance bekerja dalam rentang panjang dengan teknologi antena array slotted waveguide dan teknik pembentukan radiasi dengan cara digital (digital beam performing) dalam sisi penerimaan ini juga bertujuan untuk menentukan ketinggian.
Radar berbasis darat “ground based” ini bekerja di frekuensi S Band misinya adalah untuk mendeteksi dan melacak atau memindai “track while scan” (TWS) target udara dan juga mengendalikan pesawat “Fighter” dalam Sistem Pertahanan Udara sebagai Radar Kontrol Darat atau “Ground Control Intercept” (GCI). Radar ini dapat difungsikan sebagai sistem stasioner juga.
Menurut kemampuan dan fasilitas Command Post (CP) dalam sistem ini, shelter komandan ini dapat bertindak sebagai pusat kontrol atau Pusat Laporan Kontrol “Control Report Center” (CRC) dalam jaringan pertahanan udara yang menggabungkan informasi dari beberapa radar atau sensor.
♖ antara
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Jumain Appe mengatakan kebutuhan pembangunan industri radar nasional mendesak untuk perlindungan dan kemandirian bangsa.
“Pembangunan Industri Radar Nasional adalah sebuah kebutuhan mendesak yang penting dan dapat segera diwujudkan. Keberadaannya penting, di samping untuk meningkatkan ‘deterrent power’, juga penting untuk meningkatkan kemampuan operasional dan kemandirian pembinaan peralatan radar serta menguntungkan perekonomian nasional terkait dengan penghematan devisa dan penyerapan tenaga kerja,” kata Jumain.
Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur, Telematika dan Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andhika Prastawa mengatakan pada saat ini radar yang sudah beroperasi di Indonesia yaitu Radar Hanud yang berjumlah 19 unit dengan komposisi: enam unit Radar Thomson TRS 2230 D Radar Generasi Ketiga, empat unit Radar Plessey AWS II, tiga unit Radar Siemens-Plessey dan enam unit Radar Master T buatan Thales-Perancis), radar pesawat tempur dan radar kapal perang.
Radar Hanud, radar pesawat tempur dan Radar kapal perang sebagian besar merupakan radar buatan luar negeri karena pada saat ini industri dalam negeri belum mampu membuat radar jenis tersebut.
Walaupun demikian beberapa jenis radar pantai seperti Radar ISRA dan Radar INDRA telah dikembangkan oleh institusi penelitian dan pengembangan dan industri swasta nasional.
Pengembangan radar pantai perlu dilakukan untuk memenuhi spesifikasi pengguna antara lain peningkatan jarak jangkauan yang lebih jauh. Bahkan ke depan industri nasional diharapkan mampu membuat Long Range Radar Surveillance 3D melalui produksi bersama maupun bentuk alih teknologi lainnya.
Ada kebutuhan radar jenis Ground Control Intercept (GCI) untuk menjamin keamanan udara Indonesia. Radar jenis ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat radar pertahanan nasional kita.
Radar pertahanan udara nasional adalah sistem kendali radar taktis, berbasis darat, 3D, kontrol udara dan sistem radar surveillance bekerja dalam rentang panjang dengan teknologi antena array slotted waveguide dan teknik pembentukan radiasi dengan cara digital (digital beam performing) dalam sisi penerimaan ini juga bertujuan untuk menentukan ketinggian.
Radar berbasis darat “ground based” ini bekerja di frekuensi S Band misinya adalah untuk mendeteksi dan melacak atau memindai “track while scan” (TWS) target udara dan juga mengendalikan pesawat “Fighter” dalam Sistem Pertahanan Udara sebagai Radar Kontrol Darat atau “Ground Control Intercept” (GCI). Radar ini dapat difungsikan sebagai sistem stasioner juga.
Menurut kemampuan dan fasilitas Command Post (CP) dalam sistem ini, shelter komandan ini dapat bertindak sebagai pusat kontrol atau Pusat Laporan Kontrol “Control Report Center” (CRC) dalam jaringan pertahanan udara yang menggabungkan informasi dari beberapa radar atau sensor.
♖ antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.