Kopassus Bebaskan SanderaOperasi woyla 1981 [istimewa]
Peristiwa menegangkan terjadi pada 1981 ketika sebuah pesawat milik maskapai Garuda Indonesia berjenis Douglas DC-9 dibajak oleh sekelompok teroris bersenjata di Bandar Udara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Namun, berkat kemampuan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD yang diterjunkan dalam Operasi Woyla itu hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror.
Fakta itu diungkap langsung oleh Komandan Pasukan Tim Penyerbu, Letnan Kolonel Inf (Purn) Untung Soeroso dalam wawancara khususnya bersama Puspen TNI pada Minggu (6/9/2020). "Waktu penyergapan saya dengan aba-aba satu, dua serbu nah itu mulai saya hitung pake stopwatch, bukan jam tangan. Stopwatchnya spesial perlengkapan dari Amerika. Saya melihat sampai saya laporan itu 2 menit 49 detik," katanya.
Ketika melihat stopwatch yang ada, dia pun terkaget lantaran waktunya begitu singkat. Dia pun ketika itu senang karena merasa telah memecahkan rekor dunia. "Ini benar? Kalau begitu saya juara dunia," ujarnya.
Untung menceritakan, saat operasi pembebasan, dirinya bertugas sebagai Komandan tim dan hanya membawa enam prajurit yang dibagi dalam tiga bagian yakni, yakni depan, tengah, dan belakang. Dimana masing-masing bagian terdiri dari dua prajurit. "Personel yang saya bawa ke pesawat itu, hanya 6 orang, 7 sama saya. Dua di pintu depan mengarah ke pilot, yang pintu sayap masuk mengarah ke tengah, dan pintu belakang mengarah ke dalam. Saat itu pasukan sudah masuk di sasaran. Yang depan-depan, di tengah-tengah, dan belakang. Saya selalu komandan berdiri di samping pintu depan, sambil melihat bagaimana memasangkan tangga ke pintu masuk," tuturnya melanjutkan.
Saat prosesi pembebasan, Soeroso bercerita salah satu teroris memiliki postur tinggi dan berbadan besar. Menurut Soeroso, teroris tersebut sudah berkali-kali ditembak namun dapat kembali bangun sebelum akhirnya berhasil benar-benar dilumpuhkan. "Saya tembak, bangun lagi. Orangnya gede tinggi, badannya keker. Dia lari ke depan, saya enggak mau begitu, saya tembak, bangun lagi. Setelah itu saya tanya, bagimana? Aman? Depan tengah belakang bagaimana? Aman," ungkapnya.
Setelah itu, kemudian dia mengecek ke bagian kokpit ternyata ditemukan pilot pesawat, yakni Kapten Herman Rante telah tewas tertembak di bagian kepala oleh teroris. Dia pun mengkroscek lebih lanjut luka yang ada di kepala pilot tersebut dan diketahui pilot tertembak dari bagian depan.
Operasi woyla 1981 [istimewa]
"Saya enggak pikir panjang, tak pegang kepalanya, ketemu luka. Terus saya tarik rambutnya, ada segini lobang. Wah berarti ini tembakan dari depan bukan belakang. Saya takut ini tembakan dari belakang ini anak buah saya. Kenapa kok yang ditembak pilot, jangan sampai ada dugaan begitu. Saya membuktikan dan selaku komandan, ini tembakan siapa," tuturnya.
Untuk diketahui, selain satu pilot yang meninggal dunia, ada satu personel Kopassus bernama Achmad Kirang gugur akibat tertembak teroris di bagian perutnya. Sesaat setelahnya, dia pun langsung mengamankan seluruh penumpang keluar dari pesawat untuk dilakukan pendataan.
Namun, ketika itu ada salah satu penumpang yang berteriak bahwa ada satu teroris yang berkamuflase sebagai penumpang pesawat. Tanpa pikir panjang, Soeroso langsung menembakkan timah panas ke kaki teroris tersebut.
"Ada penumpang dari mereka bilang, mister-mister ada teroris. Kemudian saya tembak kakinya. Maksud saya tembak kakinya, biar luka, cacat, besok ketika hidup, itu jadi peringatan saya cacat kaki gara-gara jadi pembajak. Enggak tahunya mati karena kehabisan darah," katanya.
Untuk diketahui, ada lima pembajak dari kelompok Komando Jihad yang sebelumnya menyamar sebagai penumpang, dan kemudian membajak pesawat dan memaksa pilot dan kopilot menerbangkan pesawat berjenis keluar wilayah Indonesia. Pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Medan (transit Palembang) itu sempat lebih dulu singgah di Penang, Malaysia, untuk mengisi bahan bakar. Kemudian pesawat baru kembali mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Ketika itu, Pimpinan teroris, Imran bin Muhammad Zein, menyampaikan empat tuntutan pada pemerintah Indonesia. Tuntutan pertama adalah pembebasan 80 anggota Komando Jihad yang ditangkap pascaperistiwa Cicendo pada 11 Maret 1981, kedua meminta uang USD 1,5 juta, ketiga meminta warga negara Israel diusir dari Indonesia serta yang terakhir menuntut pencopotan Wakil Presiden Adam Malik. (cip)
♖ Sindonews
Peristiwa menegangkan terjadi pada 1981 ketika sebuah pesawat milik maskapai Garuda Indonesia berjenis Douglas DC-9 dibajak oleh sekelompok teroris bersenjata di Bandar Udara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Namun, berkat kemampuan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD yang diterjunkan dalam Operasi Woyla itu hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror.
Fakta itu diungkap langsung oleh Komandan Pasukan Tim Penyerbu, Letnan Kolonel Inf (Purn) Untung Soeroso dalam wawancara khususnya bersama Puspen TNI pada Minggu (6/9/2020). "Waktu penyergapan saya dengan aba-aba satu, dua serbu nah itu mulai saya hitung pake stopwatch, bukan jam tangan. Stopwatchnya spesial perlengkapan dari Amerika. Saya melihat sampai saya laporan itu 2 menit 49 detik," katanya.
Ketika melihat stopwatch yang ada, dia pun terkaget lantaran waktunya begitu singkat. Dia pun ketika itu senang karena merasa telah memecahkan rekor dunia. "Ini benar? Kalau begitu saya juara dunia," ujarnya.
Untung menceritakan, saat operasi pembebasan, dirinya bertugas sebagai Komandan tim dan hanya membawa enam prajurit yang dibagi dalam tiga bagian yakni, yakni depan, tengah, dan belakang. Dimana masing-masing bagian terdiri dari dua prajurit. "Personel yang saya bawa ke pesawat itu, hanya 6 orang, 7 sama saya. Dua di pintu depan mengarah ke pilot, yang pintu sayap masuk mengarah ke tengah, dan pintu belakang mengarah ke dalam. Saat itu pasukan sudah masuk di sasaran. Yang depan-depan, di tengah-tengah, dan belakang. Saya selalu komandan berdiri di samping pintu depan, sambil melihat bagaimana memasangkan tangga ke pintu masuk," tuturnya melanjutkan.
Saat prosesi pembebasan, Soeroso bercerita salah satu teroris memiliki postur tinggi dan berbadan besar. Menurut Soeroso, teroris tersebut sudah berkali-kali ditembak namun dapat kembali bangun sebelum akhirnya berhasil benar-benar dilumpuhkan. "Saya tembak, bangun lagi. Orangnya gede tinggi, badannya keker. Dia lari ke depan, saya enggak mau begitu, saya tembak, bangun lagi. Setelah itu saya tanya, bagimana? Aman? Depan tengah belakang bagaimana? Aman," ungkapnya.
Setelah itu, kemudian dia mengecek ke bagian kokpit ternyata ditemukan pilot pesawat, yakni Kapten Herman Rante telah tewas tertembak di bagian kepala oleh teroris. Dia pun mengkroscek lebih lanjut luka yang ada di kepala pilot tersebut dan diketahui pilot tertembak dari bagian depan.
Operasi woyla 1981 [istimewa]
"Saya enggak pikir panjang, tak pegang kepalanya, ketemu luka. Terus saya tarik rambutnya, ada segini lobang. Wah berarti ini tembakan dari depan bukan belakang. Saya takut ini tembakan dari belakang ini anak buah saya. Kenapa kok yang ditembak pilot, jangan sampai ada dugaan begitu. Saya membuktikan dan selaku komandan, ini tembakan siapa," tuturnya.
Untuk diketahui, selain satu pilot yang meninggal dunia, ada satu personel Kopassus bernama Achmad Kirang gugur akibat tertembak teroris di bagian perutnya. Sesaat setelahnya, dia pun langsung mengamankan seluruh penumpang keluar dari pesawat untuk dilakukan pendataan.
Namun, ketika itu ada salah satu penumpang yang berteriak bahwa ada satu teroris yang berkamuflase sebagai penumpang pesawat. Tanpa pikir panjang, Soeroso langsung menembakkan timah panas ke kaki teroris tersebut.
"Ada penumpang dari mereka bilang, mister-mister ada teroris. Kemudian saya tembak kakinya. Maksud saya tembak kakinya, biar luka, cacat, besok ketika hidup, itu jadi peringatan saya cacat kaki gara-gara jadi pembajak. Enggak tahunya mati karena kehabisan darah," katanya.
Untuk diketahui, ada lima pembajak dari kelompok Komando Jihad yang sebelumnya menyamar sebagai penumpang, dan kemudian membajak pesawat dan memaksa pilot dan kopilot menerbangkan pesawat berjenis keluar wilayah Indonesia. Pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Medan (transit Palembang) itu sempat lebih dulu singgah di Penang, Malaysia, untuk mengisi bahan bakar. Kemudian pesawat baru kembali mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Ketika itu, Pimpinan teroris, Imran bin Muhammad Zein, menyampaikan empat tuntutan pada pemerintah Indonesia. Tuntutan pertama adalah pembebasan 80 anggota Komando Jihad yang ditangkap pascaperistiwa Cicendo pada 11 Maret 1981, kedua meminta uang USD 1,5 juta, ketiga meminta warga negara Israel diusir dari Indonesia serta yang terakhir menuntut pencopotan Wakil Presiden Adam Malik. (cip)
♖ Sindonews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.