♙Ketika Franchise teroris Al-Qaeda mulai direbranding oleh Media Barat [Foto: Pemimpin Al Qaeda Suriah Mohammad al-Jolani (kiri) dengan Martin Smith dari PBS Frontline/thegrayzone.com]
Baru-baru ini, PBS Frontline menayangkan acara khusus, “The Jihadis” yang menampilkan wawancara khusus Abu Mohammad al-Jolani pemimpin “Pemerintah Keselamatan Suriah” yang juga pendiri Al-Qaeda Suriah yang awalnya bernama Jabhat al-Nusra dan kini berganti baju menjadi Hay-at Tahrir al-Sham (HTS).
Syrian Salvation Government (Pemerintah Keselamatan Suriah) yang memproklamirkan diri di provinsi barat laut Idlib adalah versi baru franchise Al-Qaeda Suriah yang dilegitimasi dan dilindungi secara militer oleh negara anggota NATO Turki, kelompok Brussels hingga Washington.
Seperti dilaporkan oleh Ben Norton dan Max Blumenthal dari Grayzone bahwa PBS Frontline kini telah menjadi kendaraan terbaru dalam rangka kampanye melegitimasi franchise Al-Qaeda Suriah (HTS) dan memasarkan pemimpinnya Mohammad Jolani sebagai “aset” barat yang kompeten.
Oleh PBS, Jolani diberi kesempatan untuk memperkenalkan dirinya dengan audiens Barat dan sekaligus menekankan bahwa pasukannya bukan ancaman bagi Amerika Serikat (AS) karena mereka hanya fokus melawan pemerintah Suriah.
Sebelumnya, koresponden PBS Martin Smith pada 2015 telah menyajikan pandangan tentang kehidupan di wilayah yang dikuasai teroris Al-Qaeda yang di dukung NATO sebagai upaya untuk menghapus Jolani dan HTS (Al-Qaeda) dari daftar kelompok teroris yang ditetapkan oleh Departemen Luar Negeri AS.
Menariknya, secara terang-terang kini publik barat diajak untuk berdamai dengan pelaku serangan 11 September 2001 di AS yang mengakibatkan dunia mendeklarasikan perang global terhadap teroris sebagaimana halnya deklarasi pandemi global Coronavirus Baru belakangan ini.
Target penayangan acara khusus ini jelas adalah untuk membuka pintu bagi penerimaan internasional atas pemerintahan de facto-nya di Idlib sebagai kekuatan pemberontak yang menjadi aset Barat dan NATO untuk melawan pemerintahan Presiden Bashar al Assad yang baru-baru ini terpilih secara demokratis.
Di belakang layar kampanye menormalkan Jolani juga secara terbuka diprakarsai oleh International Crisis Group, sebuah kelompok think tank yang berbasis di Brussels yang didanai antara lain oleh Uni Eropa, Jerman, Prancis, dan Australia.
Harus diakui bahwa framing franchise Al-Qaeda ini merupakan langkah out of box tak bermoral – betapa tidak bila tujuannya adalah untuk merehabilitasi sekaligus merebranding seorang pemimpin teroris yang membom Amerika dan menjalankan perang teror paling brutal dan menjijikkan selama perang melawan pemerintah Suriah yang sah.
Kini dengan kampanye global pula, Al-Qaeda mulai didandani oleh sponsornya untuk mengubah citra dan secara perlahan membangun diri untuk mendapat legitimasi. Pada tahun 2016, franchise Al-Qaeda berubah nama menjadi Jabhat Fateh al-Sham, kemudian berubah lagi menjadi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada tahun berikutnya. Di bawah perlindungan militer anggota NATO Turki yang menguasai perbatasan utara Idlib, HTS atau Al-Qaeda kemudian membentuk “Pemerintah Keselamatan Suriah” dan berupaya mendapatkan legitimasi internasional.
Pada Februari 2021, International Crisis Group menerbitkan makalah yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan untuk menghapus nama franchise Al-Qaeda dari daftar organisasi teroris di Departemen Luar Negeri dalam makalah berjudul “In Syria’s Idlib, Washington’s Opportunity to Reimagine Counter-terrorism” – bahwa status HTS sebagai organisasi teroris yang ditunjuk oleh AS, Rusia, Dewan Keamanan PBB, dan Turki – agar dipertimbangkan kembali.
Lembaga think tank itu juga menyebutkanbahwa HTS (Al-Qaeda) adalah aset penting Washington untuk melancarkan kembali kontra-terorisme dengan nama lain nantinya.
Argumen lain think tank tersebut menyebutkan bahwa kerjasama dengan Al-Qaeda berbeda dengan ISIS, atau organisasi teroris lainnya. Dengan kata lain, aksi brutal dan kekerasan HTS atau Al-Qaeda dapat diterima selama tetap fokus melawan pemerintah Suriah dan sekutunya – bukan menargetkan negara-negara Barat.
Lindsey Snell, seorang jurnalis independent Amerika yang ditawan oleh Jabhat al-Nusra di Suriah, mencemooh kampanye yang dilakukan atas nama HTS oleh media dan lembaga pemikir Amerika. Dalam sebuah wawancara dengan The Grayzone, Snell mengatakan bahwa HTS masih menjunjung tinggi ideologi yang sama dengan ISIS – namun mereka telah mengajukan banding ke Barat untuk mempertahankan pengaruhnya di Idlib sambil mengantongi jutaan dolar per bulan dalam bantuan internasional dan uang minyak.
“Sebenarnya, ketika kampanye rebranding mereka dimulai, saya sedang menjadi tawanan mereka,” kata Snell kepada The Grayzone. “Mereka mengubah nama Al Qaeda untuk pertama kalinya ketika saya menjadi tawanan mereka. Dan tentu saja, itu tidak benar-benar mengubah apa pun.”
“Sampai hari ini kebanyakan dari mereka masih menyebut diri mereka “Nusra”, tambah Snell. “Pergantian nama Al Qaeda hanya kosmetik, sesungguhnya mereka masih benar-benar teroris yang sama yang menerapkan hukum mereka pada semua orang di wilayah mereka.” (Agus Setiawan)
♖ Nusantara News
Baru-baru ini, PBS Frontline menayangkan acara khusus, “The Jihadis” yang menampilkan wawancara khusus Abu Mohammad al-Jolani pemimpin “Pemerintah Keselamatan Suriah” yang juga pendiri Al-Qaeda Suriah yang awalnya bernama Jabhat al-Nusra dan kini berganti baju menjadi Hay-at Tahrir al-Sham (HTS).
Syrian Salvation Government (Pemerintah Keselamatan Suriah) yang memproklamirkan diri di provinsi barat laut Idlib adalah versi baru franchise Al-Qaeda Suriah yang dilegitimasi dan dilindungi secara militer oleh negara anggota NATO Turki, kelompok Brussels hingga Washington.
Seperti dilaporkan oleh Ben Norton dan Max Blumenthal dari Grayzone bahwa PBS Frontline kini telah menjadi kendaraan terbaru dalam rangka kampanye melegitimasi franchise Al-Qaeda Suriah (HTS) dan memasarkan pemimpinnya Mohammad Jolani sebagai “aset” barat yang kompeten.
Oleh PBS, Jolani diberi kesempatan untuk memperkenalkan dirinya dengan audiens Barat dan sekaligus menekankan bahwa pasukannya bukan ancaman bagi Amerika Serikat (AS) karena mereka hanya fokus melawan pemerintah Suriah.
Sebelumnya, koresponden PBS Martin Smith pada 2015 telah menyajikan pandangan tentang kehidupan di wilayah yang dikuasai teroris Al-Qaeda yang di dukung NATO sebagai upaya untuk menghapus Jolani dan HTS (Al-Qaeda) dari daftar kelompok teroris yang ditetapkan oleh Departemen Luar Negeri AS.
Menariknya, secara terang-terang kini publik barat diajak untuk berdamai dengan pelaku serangan 11 September 2001 di AS yang mengakibatkan dunia mendeklarasikan perang global terhadap teroris sebagaimana halnya deklarasi pandemi global Coronavirus Baru belakangan ini.
Target penayangan acara khusus ini jelas adalah untuk membuka pintu bagi penerimaan internasional atas pemerintahan de facto-nya di Idlib sebagai kekuatan pemberontak yang menjadi aset Barat dan NATO untuk melawan pemerintahan Presiden Bashar al Assad yang baru-baru ini terpilih secara demokratis.
Di belakang layar kampanye menormalkan Jolani juga secara terbuka diprakarsai oleh International Crisis Group, sebuah kelompok think tank yang berbasis di Brussels yang didanai antara lain oleh Uni Eropa, Jerman, Prancis, dan Australia.
Harus diakui bahwa framing franchise Al-Qaeda ini merupakan langkah out of box tak bermoral – betapa tidak bila tujuannya adalah untuk merehabilitasi sekaligus merebranding seorang pemimpin teroris yang membom Amerika dan menjalankan perang teror paling brutal dan menjijikkan selama perang melawan pemerintah Suriah yang sah.
Kini dengan kampanye global pula, Al-Qaeda mulai didandani oleh sponsornya untuk mengubah citra dan secara perlahan membangun diri untuk mendapat legitimasi. Pada tahun 2016, franchise Al-Qaeda berubah nama menjadi Jabhat Fateh al-Sham, kemudian berubah lagi menjadi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada tahun berikutnya. Di bawah perlindungan militer anggota NATO Turki yang menguasai perbatasan utara Idlib, HTS atau Al-Qaeda kemudian membentuk “Pemerintah Keselamatan Suriah” dan berupaya mendapatkan legitimasi internasional.
Pada Februari 2021, International Crisis Group menerbitkan makalah yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan untuk menghapus nama franchise Al-Qaeda dari daftar organisasi teroris di Departemen Luar Negeri dalam makalah berjudul “In Syria’s Idlib, Washington’s Opportunity to Reimagine Counter-terrorism” – bahwa status HTS sebagai organisasi teroris yang ditunjuk oleh AS, Rusia, Dewan Keamanan PBB, dan Turki – agar dipertimbangkan kembali.
Lembaga think tank itu juga menyebutkanbahwa HTS (Al-Qaeda) adalah aset penting Washington untuk melancarkan kembali kontra-terorisme dengan nama lain nantinya.
Argumen lain think tank tersebut menyebutkan bahwa kerjasama dengan Al-Qaeda berbeda dengan ISIS, atau organisasi teroris lainnya. Dengan kata lain, aksi brutal dan kekerasan HTS atau Al-Qaeda dapat diterima selama tetap fokus melawan pemerintah Suriah dan sekutunya – bukan menargetkan negara-negara Barat.
Lindsey Snell, seorang jurnalis independent Amerika yang ditawan oleh Jabhat al-Nusra di Suriah, mencemooh kampanye yang dilakukan atas nama HTS oleh media dan lembaga pemikir Amerika. Dalam sebuah wawancara dengan The Grayzone, Snell mengatakan bahwa HTS masih menjunjung tinggi ideologi yang sama dengan ISIS – namun mereka telah mengajukan banding ke Barat untuk mempertahankan pengaruhnya di Idlib sambil mengantongi jutaan dolar per bulan dalam bantuan internasional dan uang minyak.
“Sebenarnya, ketika kampanye rebranding mereka dimulai, saya sedang menjadi tawanan mereka,” kata Snell kepada The Grayzone. “Mereka mengubah nama Al Qaeda untuk pertama kalinya ketika saya menjadi tawanan mereka. Dan tentu saja, itu tidak benar-benar mengubah apa pun.”
“Sampai hari ini kebanyakan dari mereka masih menyebut diri mereka “Nusra”, tambah Snell. “Pergantian nama Al Qaeda hanya kosmetik, sesungguhnya mereka masih benar-benar teroris yang sama yang menerapkan hukum mereka pada semua orang di wilayah mereka.” (Agus Setiawan)
♖ Nusantara News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.