⚓️ Opini - Alman Helvas Ali Naval Group telah menawarkan untuk membangun dua varian kapal selam berkemampuan AIP untuk Indonesia di Surabaya [Naval Group]
Naval Group asal Prancis kini berhadapan dengan ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS) dari Jerman untuk memperebutkan program pengadaan kapal selam Indonesia senilai US$ 2,7 miliar. Galangan Prancis menawarkan kapal selam kelas Scorpene yang dilengkapi dengan teknologi Air Independent Propulsion (AIP), sedangkan galangan Jerman menyodorkan kapal selam kelas 214 yang juga mengadopsi teknologi AIP. Kini pertarungan antara dua raksasa produsen kapal perang Eropa nampaknya tidak berfokus pada urusan teknologi, tetapi pada tawaran kerja sama kemitraan industri yang ditawarkan kepada Indonesia. Lalu bagaimana tawaran dari Naval Group dan TKMS terkait kemitraan industri apabila Indonesia memberikan kontrak kepada salah satu dari mereka?
Sampai sejauh ini, informasi detail yang tersedia mengenai tawaran kemitraan industri baru dari Naval Group. Sedangkan informasi detail mengenai hal serupa dari TKMS hingga kini belum tersedia. Apakah tawaran kemitraan industri dari Naval Group berpotensi memberikan keuntungan kepada Indonesia, baik dari aspek teknologi, sumberdaya manusia dan finansial?
Kini dapat dipastikan Naval Group akan membangun sepenuhnya dua kapal selam kelas Scorpene di galangan PT PAL Indonesia, mulai dari pemotongan baja pertama, konstruksi lambung kapal, modules/section grand assembly, test and trial hingga torpedo live firing. Pada program ini, Naval Group dan PT PAL Indonesia akan bertindak sebagai co-contractor. Peran Naval Group sangat kritis karena firma Prancis ini berkomitmen penuh pada seluruh program pembangunan kapal selam dan memberikan dukungan tanggung jawab untuk kapal selam pertama yang diproduksi oleh PT PAL Indonesia sehingga diharapkan tidak terjadi cacat produksi pada kapal selam yang dibuat.
Naval Group juga telah menandatangani dua Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT PAL Indonesia pada 10 Februari 2022, satu di antaranya tentang workshare konstruksi kapal selam. Mengacu pada workshare agreement yang telah ditandatangani, 30% dari nilai kontrak akan diberikan kepada PT PAL Indonesia yang akan membangun kapal selam sepenuhnya di Indonesia. Angka porsi 30% terhitung cukup tinggi dan dapat dipastikan merupakan yang tertinggi bagi industri pertahanan domestik sejak bertahun-tahun silam. Porsi itu diharapkan akan memberikan pula keuntungan finansial bagi PT PAL Indonesia, suatu hal yang tidak didapatkan ketika terlibat dalam beberapa program pembangunan kapal permukaan dan kapal selam dalam 10 tahun terakhir.
Dari aspek teknologi, para insinyur PT PAL Indonesia akan mempunyai peluang langsung untuk terlibat langsung dalam program pembangunan kapal selam dan bukan sekedar learning by seeing seperti pengalaman ketika pengadaan kapal selam buatan Korea Selatan. Keterlibatan langsung para insinyur tersebut akan memberikan know how, pengetahuan dan pengalaman baru tentang bagaimana proyek dengan kompleksitas tinggi dilaksanakan. Sekaligus dapat menjadi modal awal bagi BUMN untuk membangun kemampuan membangun kapal selam mulai dari clean sheet mulai 30 tahun ke depan apabila masih mempunyai ambisi untuk bersaing dengan galangan-galangan kapal selam lainnya di dunia.
MoU lainnya yang disepakati oleh Naval Group dan PT PAL Indonesia adalah riset dan pengembangan kapal selam, dengan fokus pada pengembangan baterai lithium-ion bagi kapal selam. Dalam jangka waktu 10 tahun dari sekarang, teknologi baterai lithium-ion akan menggantikan teknologi baterai lead-acid sebagai sumber energi utama kapal selam karena lithium-ion unggul mempunyai indiscretion rate yang lebih rendah, sehingga endurance kapal selam menjadi lebih lama. Nampaknya mulai era 2030, Naval Group akan mengganti pemakaian baterai lead-acid pada kapal selam kelas Scorpene dengan baterai lithium-ion. Teknologi baterai lithium-ion diprediksi akan menjadi pesaing berat teknologi AIP, baik dari segi endurance maupun biaya operasional kapal selam.
Oleh karena itu, Naval Group mengajak Indonesia mengembangkan teknologi baterai lithium-ion untuk kapal selam. Menurut informasi yang tersedia, selain PT PAL Indonesia, terdapat pula perusahaan swasta yang akan terlibat dalam riset dan pengembangan baterai lithium-ion di Indonesia. Diharapkan di masa depan Indonesia akan mengadopsi akan mengadopsi tipe baterai itu untuk kapal selamnya, selain menjadi produsen baterai lithium-ion bagi kapal selam.
Menilik tawaran kemitraan industri yang ditawarkan oleh Naval Group kepada Indonesia, tidak berlebihan untuk mengatakan galangan Prancis itu menawarkan kerja sama yang cukup menguntungkan bagi Indonesia. Dari aspek teknologi, konstruksi kapal selam mulai dari nol tidak pernah dilakukan oleh PT PAL Indonesia, sehingga tawaran tersebut sangat signifikan bagi upaya membangun kemampuan perusahaan itu di bidang konstruksi kapal selam. Begitu pula dengan kegiatan riset dan pengembangan teknologi baterai lithium-ion, di mana teknologi itu selaras dengan ambisi pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu produsen baterai lithium-ion di dunia.
Sedangkan dari aspek sumber daya manusia, selain memberikan kesempatan bagi para insinyur Indonesia untuk terlibat secara langsung dalam pembangunan kapal selam, juga membuka lapangan kerja di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun untuk aspek finansial, workshare 30% niscaya akan memberikan keuntungan finansial bagi PT PAL Indonesia apabila dikelola dengan baik. Sekarang tinggal bagaimana Kementerian Pertahanan mempertimbangkan tawaran kemitraan industri Naval Group, apakah merupakan salah satu faktor yang memberikan skor keunggulan terhadap pesaing dalam proses pengambilan keputusan kontestasi kapal selam atau tidak
Naval Group asal Prancis kini berhadapan dengan ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS) dari Jerman untuk memperebutkan program pengadaan kapal selam Indonesia senilai US$ 2,7 miliar. Galangan Prancis menawarkan kapal selam kelas Scorpene yang dilengkapi dengan teknologi Air Independent Propulsion (AIP), sedangkan galangan Jerman menyodorkan kapal selam kelas 214 yang juga mengadopsi teknologi AIP. Kini pertarungan antara dua raksasa produsen kapal perang Eropa nampaknya tidak berfokus pada urusan teknologi, tetapi pada tawaran kerja sama kemitraan industri yang ditawarkan kepada Indonesia. Lalu bagaimana tawaran dari Naval Group dan TKMS terkait kemitraan industri apabila Indonesia memberikan kontrak kepada salah satu dari mereka?
Sampai sejauh ini, informasi detail yang tersedia mengenai tawaran kemitraan industri baru dari Naval Group. Sedangkan informasi detail mengenai hal serupa dari TKMS hingga kini belum tersedia. Apakah tawaran kemitraan industri dari Naval Group berpotensi memberikan keuntungan kepada Indonesia, baik dari aspek teknologi, sumberdaya manusia dan finansial?
Kini dapat dipastikan Naval Group akan membangun sepenuhnya dua kapal selam kelas Scorpene di galangan PT PAL Indonesia, mulai dari pemotongan baja pertama, konstruksi lambung kapal, modules/section grand assembly, test and trial hingga torpedo live firing. Pada program ini, Naval Group dan PT PAL Indonesia akan bertindak sebagai co-contractor. Peran Naval Group sangat kritis karena firma Prancis ini berkomitmen penuh pada seluruh program pembangunan kapal selam dan memberikan dukungan tanggung jawab untuk kapal selam pertama yang diproduksi oleh PT PAL Indonesia sehingga diharapkan tidak terjadi cacat produksi pada kapal selam yang dibuat.
Naval Group juga telah menandatangani dua Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT PAL Indonesia pada 10 Februari 2022, satu di antaranya tentang workshare konstruksi kapal selam. Mengacu pada workshare agreement yang telah ditandatangani, 30% dari nilai kontrak akan diberikan kepada PT PAL Indonesia yang akan membangun kapal selam sepenuhnya di Indonesia. Angka porsi 30% terhitung cukup tinggi dan dapat dipastikan merupakan yang tertinggi bagi industri pertahanan domestik sejak bertahun-tahun silam. Porsi itu diharapkan akan memberikan pula keuntungan finansial bagi PT PAL Indonesia, suatu hal yang tidak didapatkan ketika terlibat dalam beberapa program pembangunan kapal permukaan dan kapal selam dalam 10 tahun terakhir.
Dari aspek teknologi, para insinyur PT PAL Indonesia akan mempunyai peluang langsung untuk terlibat langsung dalam program pembangunan kapal selam dan bukan sekedar learning by seeing seperti pengalaman ketika pengadaan kapal selam buatan Korea Selatan. Keterlibatan langsung para insinyur tersebut akan memberikan know how, pengetahuan dan pengalaman baru tentang bagaimana proyek dengan kompleksitas tinggi dilaksanakan. Sekaligus dapat menjadi modal awal bagi BUMN untuk membangun kemampuan membangun kapal selam mulai dari clean sheet mulai 30 tahun ke depan apabila masih mempunyai ambisi untuk bersaing dengan galangan-galangan kapal selam lainnya di dunia.
MoU lainnya yang disepakati oleh Naval Group dan PT PAL Indonesia adalah riset dan pengembangan kapal selam, dengan fokus pada pengembangan baterai lithium-ion bagi kapal selam. Dalam jangka waktu 10 tahun dari sekarang, teknologi baterai lithium-ion akan menggantikan teknologi baterai lead-acid sebagai sumber energi utama kapal selam karena lithium-ion unggul mempunyai indiscretion rate yang lebih rendah, sehingga endurance kapal selam menjadi lebih lama. Nampaknya mulai era 2030, Naval Group akan mengganti pemakaian baterai lead-acid pada kapal selam kelas Scorpene dengan baterai lithium-ion. Teknologi baterai lithium-ion diprediksi akan menjadi pesaing berat teknologi AIP, baik dari segi endurance maupun biaya operasional kapal selam.
Oleh karena itu, Naval Group mengajak Indonesia mengembangkan teknologi baterai lithium-ion untuk kapal selam. Menurut informasi yang tersedia, selain PT PAL Indonesia, terdapat pula perusahaan swasta yang akan terlibat dalam riset dan pengembangan baterai lithium-ion di Indonesia. Diharapkan di masa depan Indonesia akan mengadopsi akan mengadopsi tipe baterai itu untuk kapal selamnya, selain menjadi produsen baterai lithium-ion bagi kapal selam.
Menilik tawaran kemitraan industri yang ditawarkan oleh Naval Group kepada Indonesia, tidak berlebihan untuk mengatakan galangan Prancis itu menawarkan kerja sama yang cukup menguntungkan bagi Indonesia. Dari aspek teknologi, konstruksi kapal selam mulai dari nol tidak pernah dilakukan oleh PT PAL Indonesia, sehingga tawaran tersebut sangat signifikan bagi upaya membangun kemampuan perusahaan itu di bidang konstruksi kapal selam. Begitu pula dengan kegiatan riset dan pengembangan teknologi baterai lithium-ion, di mana teknologi itu selaras dengan ambisi pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu produsen baterai lithium-ion di dunia.
Sedangkan dari aspek sumber daya manusia, selain memberikan kesempatan bagi para insinyur Indonesia untuk terlibat secara langsung dalam pembangunan kapal selam, juga membuka lapangan kerja di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun untuk aspek finansial, workshare 30% niscaya akan memberikan keuntungan finansial bagi PT PAL Indonesia apabila dikelola dengan baik. Sekarang tinggal bagaimana Kementerian Pertahanan mempertimbangkan tawaran kemitraan industri Naval Group, apakah merupakan salah satu faktor yang memberikan skor keunggulan terhadap pesaing dalam proses pengambilan keputusan kontestasi kapal selam atau tidak
⚓️ CNBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.