Keras
dan Militan adalah karakter yang menonjol dari Grup 1. Jati diri itu
tercermin dari aksi prajurit di medan tempur. Tak ada kata mundur walau
badan harus berkalang tanah!
UNTUK
pertama kalinya selepas Timor Timur dari NKRI, Kopassus kembali
menggelar misi tempur dengan kekuatan yang besar. Dua kompi
diberangkatkan ke Aceh pada April 2001. Salah satunya adalah Grup 1
Kopassus.
Tugas
kompi ini tidaklah ringan. Ketika itu kekuatan GAM masih sangat kuat
dan Aceh dalam status darurat sipil. Tentara GAM masih banyak, dalam
kondisi segar dan memiliki banyak persenjataan. Mereka juga dengan bebas
berkeliaran keluar masuk kampung tanpa mendapat rintangan. Di sisi
lain, tentara tidak bisa berbuat banyak dengan status darurat sipil.
Tak heran selama operasi Grup 1 mengalami sejumlah tantangan, terutama jebakan bom rakitan yang banyak bertebaran. Pernah pula mereka terkepung di pinggir sungai dan di hujani tembakan dari segala penjuru. Disinilah terjadi ketika sebuah kelalaian justru membawa keberuntungan.
Suatu ketika, semua regu sudah bergerak maju hingga akhirnya terjebak di tengah tembakan. Tanpa mereka sadari, satu regu tertinggal dibelakang. Salah satu posisi regu GAM menembak posisi kompi sambil cekikikan dan tertawa. Mereka tidak sadar bahaya mengancam. Dibelakang mereka, satu regu Grup 1 merayap perlahan hingga mencapai posisi tembak. langsung saja setelah merasa tepat, komandan regu memerintahkan menghabisi kelompok GAM tadi.
Dikesempatan lain, kompi diperintahkan melakukan pembersihan bom. Pratu Suhaimi sebagai tamtama zeni demolisi, sudah dalam posisi mengamankan bom. Dengan keahliannya prajurit asal Bekasi ini berupaya melumpuhkan bom rakitan itu. "Aman," teriak Suhaimi. Namun entah dari mana datangnya Pratu Juhaidi sudah berada disampingnya. Mungkin karena keinginan tahunya, ia menggoyang bom itu. Sejurus kemudian, sebuah ledakan hebat mengguncang mereka.
Lusinan paku, roda gigi sepeda dan benda padat lainnya melesat dari pusat ledakan. Benda tersebut langsung menerjang Suhaimi dan Juhaidi hingga tewas di tempat.
Kedua korban dikenal sangat akrab dan unik. Mereka selalu bersama sejak SMP dan SMA. Sampai masuk tentara dan diterima menjadi personil GRUP 1 Kopassus juga berbarengan. Mereka juga bersama di barak, peleton dan unit yang sama hingga penugasan pun bersama. "Sampai akhirnya mereka pun gugur bersama," papar Kapten Inf Djon Afriandi, Kasi Ops Grup 1. Memang sudah takdirnya. Hanya saja sampai detik ini, tidak seorang pun tahu kapan Juhaidi berpindah posisi di dekat Suhaimi. Karena saat itu Juhaidi bertugas sebagai kelompok pengaman dengan posisi di belakang.
Tak heran selama operasi Grup 1 mengalami sejumlah tantangan, terutama jebakan bom rakitan yang banyak bertebaran. Pernah pula mereka terkepung di pinggir sungai dan di hujani tembakan dari segala penjuru. Disinilah terjadi ketika sebuah kelalaian justru membawa keberuntungan.
Suatu ketika, semua regu sudah bergerak maju hingga akhirnya terjebak di tengah tembakan. Tanpa mereka sadari, satu regu tertinggal dibelakang. Salah satu posisi regu GAM menembak posisi kompi sambil cekikikan dan tertawa. Mereka tidak sadar bahaya mengancam. Dibelakang mereka, satu regu Grup 1 merayap perlahan hingga mencapai posisi tembak. langsung saja setelah merasa tepat, komandan regu memerintahkan menghabisi kelompok GAM tadi.
Dikesempatan lain, kompi diperintahkan melakukan pembersihan bom. Pratu Suhaimi sebagai tamtama zeni demolisi, sudah dalam posisi mengamankan bom. Dengan keahliannya prajurit asal Bekasi ini berupaya melumpuhkan bom rakitan itu. "Aman," teriak Suhaimi. Namun entah dari mana datangnya Pratu Juhaidi sudah berada disampingnya. Mungkin karena keinginan tahunya, ia menggoyang bom itu. Sejurus kemudian, sebuah ledakan hebat mengguncang mereka.
Lusinan paku, roda gigi sepeda dan benda padat lainnya melesat dari pusat ledakan. Benda tersebut langsung menerjang Suhaimi dan Juhaidi hingga tewas di tempat.
Kedua korban dikenal sangat akrab dan unik. Mereka selalu bersama sejak SMP dan SMA. Sampai masuk tentara dan diterima menjadi personil GRUP 1 Kopassus juga berbarengan. Mereka juga bersama di barak, peleton dan unit yang sama hingga penugasan pun bersama. "Sampai akhirnya mereka pun gugur bersama," papar Kapten Inf Djon Afriandi, Kasi Ops Grup 1. Memang sudah takdirnya. Hanya saja sampai detik ini, tidak seorang pun tahu kapan Juhaidi berpindah posisi di dekat Suhaimi. Karena saat itu Juhaidi bertugas sebagai kelompok pengaman dengan posisi di belakang.
⚔ Peyergapan Afani
Pada
suatu hari tahun 2003, turun perintah untuk menangkap gembong GAM
bernama Afani. Ia dieteksi menginap di Desa Palok Gading, Kecamatan
Dewantara. Oleh Satgas, diperintahkan 30 personil tim pemburu gabungan
Grup 1 dan Tontaipur Kostrad untuk mengejar lawan yang diperkirakan
berjumlah 10 orang.
Penyergapan tidak berjalan mulus. Sejumlah orang yang ditanyakan slalu mengatakan tidak kenal Afani apalagi keberadaannya. Sampai akhirnya dicurigai sebuah rumah sebagai tempat persembunyiannya. Ketika data intelijen yang nyaris sempurna, Komandan unit membentuk tim pendobrak. Tugas mereka adalah masuk kerumah dengan ancaman pertempuran jarak dekat (PJD).
Kemudian tim pun beraksi, salah seorang pendobrak hampir saja tertembak, jikalau pistol GAM tidak macet. pistol langsung dibidik namun hanya terdengar klik ... klik ... pistol itu macet. Langsung saja tim pendobrak menembak balik, tiga orang lainnya lari ke loteng dan kemudian berhasil di ringkus.
⚔ Pencarian Tokoh
Tahun 2004, Group 1
kembali mengirim satu regu khusus ke Aceh. Regu ini pun dinamakan Unit 2
Satgas Ban 2. Mereka bertugas dari Januari sampai Desember 2004. Misi
mereka sangat rahasia, yaitu mencari tokoh-tokoh GAM. Saking rahasianya,
kalau melihat anggota GAM, mereka bisa mengacuhkannya demi target
utama.
Walau hanya regu, unit ini dipimpin oleh seorang Kapten. Untuk menyiapkan regu, Komandan regu diberi kewenangan penuh memilih anggota, senjata dan peralatan yang dibutuhkan. Akhirnya sembilan orang terpilih yang mudah dikenal komandan regu dengan baik. "Misi seperti ini perlu kepercayaan yang tinggi kepada setiap anggota dan sesama," katanya. Apalagi di lapangan mereka akan gabung dengan dua unit dari Sat 81.
Urusan persenjataan dan peralatan, mereka membawa dua pelontar granat, sebuah senapan Ultimax 100 dan sebuah sub machine gun Galil. sisanya menggunakan sub machine gun H&K kaliber 5,56 pinjaman dari Sat 81. Untuk efektifitas operasi malam, regu dibekali NVG (night vission goggles). Sebagai penunjuk jalan, Unit 2 Satgas Ban 2 dibantu simpatisan lokal yang loyal kepada NKRI.
Tercatat sebanyak 15 prajurit Grup 1 yang gugur selama bertugas di Aceh sampai tahun 2004, semua nama pahlawan Grup 1 terpatri agung di Sasana Kusuma Bangsa, alun-alun sakral di komplek markas di Cijantung.
Walau hanya regu, unit ini dipimpin oleh seorang Kapten. Untuk menyiapkan regu, Komandan regu diberi kewenangan penuh memilih anggota, senjata dan peralatan yang dibutuhkan. Akhirnya sembilan orang terpilih yang mudah dikenal komandan regu dengan baik. "Misi seperti ini perlu kepercayaan yang tinggi kepada setiap anggota dan sesama," katanya. Apalagi di lapangan mereka akan gabung dengan dua unit dari Sat 81.
Urusan persenjataan dan peralatan, mereka membawa dua pelontar granat, sebuah senapan Ultimax 100 dan sebuah sub machine gun Galil. sisanya menggunakan sub machine gun H&K kaliber 5,56 pinjaman dari Sat 81. Untuk efektifitas operasi malam, regu dibekali NVG (night vission goggles). Sebagai penunjuk jalan, Unit 2 Satgas Ban 2 dibantu simpatisan lokal yang loyal kepada NKRI.
Tercatat sebanyak 15 prajurit Grup 1 yang gugur selama bertugas di Aceh sampai tahun 2004, semua nama pahlawan Grup 1 terpatri agung di Sasana Kusuma Bangsa, alun-alun sakral di komplek markas di Cijantung.
Sumber Commando, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.