INILAH.COM,
Jakarta - Menguatnya militer China menjadi perhatian serius para
akademisi dan pengamat pertahanan-keamanan di AS. Apalagi, Asia telah
menjadi importir terbesar senjata di dunia.
Situasi ini membuat Amerika Serikat (AS) mendukung berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik untuk menentang menguatnya pengaruh China. Situasi itu juga mendorong AS dan China untuk terus mengadakan pembicaraan serius tentang isu keamanan di wilayah Asia Pasifik.
Sebelumnya, pemerintah China mengkritik pemerintahan Obama yang berencana menyeimbangkan kekuatan militer di Asia. Washington membantah bahwa langkah itu dimaksudkan untuk membendung meningkatnya pengaruh China. Hal itu dipertegas dengan meningkatnya klaim sengketa teritorial di Laut China Selatan.
‘’Bagaimanapun AS cemas dan khawatir dengan kebangkitan militer China, selain isu nuklir Iran dan Korea Utara,’’ kata Prof Robert Gallucci di Universitas California Berkeley, pekan kemarin.
Diplomasi AS-China terus tarik ulur untuk kepentingan masing-masing, dan oleh sebab itu, ASEAN dan negara-negara tetangga di Asia Timur harus bisa menjaga keseimbangan kekuatan dengan memainkan kartu China maupun AS agar stabilitas kawasan tetap terjaga.
Studi Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan wilayah Asia-Pasifik menyumbang 44 persen impor senjata hasil produksi Eropa. Angka ini merupakan angka teratas dalam lima tahun terakhir.
SIPRI melaporkan bahwa secara global volume perdagangan senjata pada periode 2007—2011 lebih tinggi 24% dibandingkan pada periode 2002—2006. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, perdagangan senjata di Asia dan Oceania mencapai 44% dari perdagangan impor senjata di seluruh dunia. Angka itu tentu lebih tinggi dibandingkan dengan hanya 19% untuk wilayah Eropa, 17 untuk Timur Tengah, 11% untuk Amerika Selatan dan Utara, serta 9% untuk Afrika.
Tidak hanya China yang menaikkan anggaran militernya dengan US$ 100 miliar. Tapi juga Taiwan, Korsel, Filipina, Indonesia sampai Vietnam dan Singapura. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, naik pula anggaran militer mereka dengan ratusan juta dolar per tahun. Para pengamat sampai menyebut ada semacam lomba senjata di Asia.
India adalah importir senjata terbesar pada periode 2007—2011 dengan persentase impor mencapai 10% dari volume perdagangan internasional. Diikuti oleh Korea Selatan (Korsel) dengan 6%, China dan Pakistan (masing-masing 5%), serta Singapura (4%). Impor senjata India, Korsel, China, Pakistan, dan Singapura mencapai 30% dari volume perdagangan internasional.
“Impor senjata India meningkat menjadi 38% pada periode 2002—2006 dibandingkan dengan 2007–2011,” demikian laporan SIPRI. Dan itu termasuk pengiriman pesawat udara pada periode 2007—2011 meliputi 120 Su-30MK dan 16 MiG-29K dari Rusia serta 20 Jaguar dari Inggris.
Karena India menjadi importir senjata terbesar, tetangga yang juga musuh bebuyutannya, Pakistan menjadi pengimpor senjata terbesar ketiga. Pakistan membeli pesawat tempur pada periode 2007—2011 yakni 50 JF-17 dari China dan 30 F-16. India dan Pakistan juga mengimpor tank dalam jumlah besar.
“Sebagian besar negara pengimpor senjata kini terus mengembangkan industri senjata mereka. Dengan demikian, itu memengaruhi penurunan pasokan senjata dari luar,” kata Pieter Wezeman, peneliti senior Program Impor Senjata SIPRI.
Pada 2006—2007 China merupakan pengimpor senjata terbesar dunia. Tapi tahun 2011 Beijing hanya menempati urutan keempat. Penurunan impor China dipengaruhi peningkatan industri senjata China yang masif.
Dengan penurunan peringkat China dalam impor, India merebut posisi itu pada 2011. SIPRI menyimpulkan, peningkatan posisi India itu karena faktor Pakistan. Sementara setelah tidak lagi menjadi pengimpor senjata terbesar, China kini terus membuat terobosan.
Di Asia, Bejing kini justru menjadi pengekspor senjata terbesar keenam setelah Amerika Serikat (AS), Rusia, Jerman, Prancis,dan Inggris.
Negara-negara Asia Tenggara dan Cina kini lebih memilih kendaraan dan peralatan militer terbaru serba canggih. Yang mencolok adalah pembelian kapal selam. Malaysia baru saja membeli tiga kapal selam, Indonesia pesan tiga, Vietnam enam dan Thailand berniat membeli empat dari Jerman.
Negara-negara Asia tenggara membeli senjata karena faktor perasaan kurang aman. Vietnam dan Filipina misalnya cemas akan kebijakan maritim yang akan ditempuh Beijing. Di laut China Selatan ada enam pulau Vietnam.
Walhasil, perlombaan dan bisnis senjata di Asia makin meninggi, menguras sumber daya untuk kesejahteraan rakyatnya, sementara pada waktu yang sama negara-negara di Asia Timur dan Tenggara terus mencermati kebijakan pertahanan China yang semakin menandingi pertahanan Amerika di Asia.
Situasi ini membuat Amerika Serikat (AS) mendukung berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik untuk menentang menguatnya pengaruh China. Situasi itu juga mendorong AS dan China untuk terus mengadakan pembicaraan serius tentang isu keamanan di wilayah Asia Pasifik.
Sebelumnya, pemerintah China mengkritik pemerintahan Obama yang berencana menyeimbangkan kekuatan militer di Asia. Washington membantah bahwa langkah itu dimaksudkan untuk membendung meningkatnya pengaruh China. Hal itu dipertegas dengan meningkatnya klaim sengketa teritorial di Laut China Selatan.
‘’Bagaimanapun AS cemas dan khawatir dengan kebangkitan militer China, selain isu nuklir Iran dan Korea Utara,’’ kata Prof Robert Gallucci di Universitas California Berkeley, pekan kemarin.
Diplomasi AS-China terus tarik ulur untuk kepentingan masing-masing, dan oleh sebab itu, ASEAN dan negara-negara tetangga di Asia Timur harus bisa menjaga keseimbangan kekuatan dengan memainkan kartu China maupun AS agar stabilitas kawasan tetap terjaga.
Studi Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan wilayah Asia-Pasifik menyumbang 44 persen impor senjata hasil produksi Eropa. Angka ini merupakan angka teratas dalam lima tahun terakhir.
SIPRI melaporkan bahwa secara global volume perdagangan senjata pada periode 2007—2011 lebih tinggi 24% dibandingkan pada periode 2002—2006. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, perdagangan senjata di Asia dan Oceania mencapai 44% dari perdagangan impor senjata di seluruh dunia. Angka itu tentu lebih tinggi dibandingkan dengan hanya 19% untuk wilayah Eropa, 17 untuk Timur Tengah, 11% untuk Amerika Selatan dan Utara, serta 9% untuk Afrika.
Tidak hanya China yang menaikkan anggaran militernya dengan US$ 100 miliar. Tapi juga Taiwan, Korsel, Filipina, Indonesia sampai Vietnam dan Singapura. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, naik pula anggaran militer mereka dengan ratusan juta dolar per tahun. Para pengamat sampai menyebut ada semacam lomba senjata di Asia.
India adalah importir senjata terbesar pada periode 2007—2011 dengan persentase impor mencapai 10% dari volume perdagangan internasional. Diikuti oleh Korea Selatan (Korsel) dengan 6%, China dan Pakistan (masing-masing 5%), serta Singapura (4%). Impor senjata India, Korsel, China, Pakistan, dan Singapura mencapai 30% dari volume perdagangan internasional.
“Impor senjata India meningkat menjadi 38% pada periode 2002—2006 dibandingkan dengan 2007–2011,” demikian laporan SIPRI. Dan itu termasuk pengiriman pesawat udara pada periode 2007—2011 meliputi 120 Su-30MK dan 16 MiG-29K dari Rusia serta 20 Jaguar dari Inggris.
Karena India menjadi importir senjata terbesar, tetangga yang juga musuh bebuyutannya, Pakistan menjadi pengimpor senjata terbesar ketiga. Pakistan membeli pesawat tempur pada periode 2007—2011 yakni 50 JF-17 dari China dan 30 F-16. India dan Pakistan juga mengimpor tank dalam jumlah besar.
“Sebagian besar negara pengimpor senjata kini terus mengembangkan industri senjata mereka. Dengan demikian, itu memengaruhi penurunan pasokan senjata dari luar,” kata Pieter Wezeman, peneliti senior Program Impor Senjata SIPRI.
Pada 2006—2007 China merupakan pengimpor senjata terbesar dunia. Tapi tahun 2011 Beijing hanya menempati urutan keempat. Penurunan impor China dipengaruhi peningkatan industri senjata China yang masif.
Dengan penurunan peringkat China dalam impor, India merebut posisi itu pada 2011. SIPRI menyimpulkan, peningkatan posisi India itu karena faktor Pakistan. Sementara setelah tidak lagi menjadi pengimpor senjata terbesar, China kini terus membuat terobosan.
Di Asia, Bejing kini justru menjadi pengekspor senjata terbesar keenam setelah Amerika Serikat (AS), Rusia, Jerman, Prancis,dan Inggris.
Negara-negara Asia Tenggara dan Cina kini lebih memilih kendaraan dan peralatan militer terbaru serba canggih. Yang mencolok adalah pembelian kapal selam. Malaysia baru saja membeli tiga kapal selam, Indonesia pesan tiga, Vietnam enam dan Thailand berniat membeli empat dari Jerman.
Negara-negara Asia tenggara membeli senjata karena faktor perasaan kurang aman. Vietnam dan Filipina misalnya cemas akan kebijakan maritim yang akan ditempuh Beijing. Di laut China Selatan ada enam pulau Vietnam.
Walhasil, perlombaan dan bisnis senjata di Asia makin meninggi, menguras sumber daya untuk kesejahteraan rakyatnya, sementara pada waktu yang sama negara-negara di Asia Timur dan Tenggara terus mencermati kebijakan pertahanan China yang semakin menandingi pertahanan Amerika di Asia.
- inilah -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.