SU-35 ♔
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menyerahkan keputusan penggantian pesawat tempur F5 yang akan habis masa pakainya kepada Kementerian Pertahanan. Namun, TNI AU menyatakan, pertimbangan efek gentar menjadi penekanan utama dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan TNI AU.
"Kami inginkan pesawat tempur generasi 4,5 karena pertimbangan deterrence effect (efek gentar) dan luasnya wilayah Indonesia," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, Minggu (1/3).
Hadi mengatakan, beberapa waktu lalu, Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Fransisco Jose Viqueira Niel bertemu dengan Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna. "(Dalam pertemuan itu) sempat disinggung soal Eurofighter Typhoon," katanya.
Dalam pertemuan dengan wartawan pekan lalu, Fransisco mengatakan, konsorsium negara-negara Eropa pembuat pesawat jet tempur Eurofighter menawarkan pesawat itu kepada Indonesia. Menurut dia, teknologi yang dimiliki Typhoon cocok untuk Indonesia dan mesinnya tidak perlu diganti dalam jangka panjang. Namun, harga pesawat itu lebih mahal dibandingkan dengan pesaing terdekatnya, yaitu Sukhoi Su-35 buatan Rusia.
"Keunggulan Eurofighter adalah mesinnya seumur hidup, tak perlu mengganti mesin. ?Pesawat lain perlu mengganti dua atau tiga kali," kata Fransisco.
Fransisco mengatakan, pihaknya bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam bentuk transfer teknologi, termasuk soal elektronik dan avionik pesawat. Paket transfer teknologi menjadi keharusan untuk pembelian pesawat tempur saat ini.
"Indonesia sedang membuat pesawat tempur IFX, kami bisa ikut kontribusi teknologi di dalamnya," kata Fransisco yang mewakili Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman.
Kebiasaan
Terkait dengan transfer teknologi, Hadi mengakui selama ini Indonesia banyak bekerja sama dengan perusahaan Spanyol, CASA, seperti dalam pembuatan N 295. Namun, ia mengatakan, ada banyak pertimbangan dalam pengadaan pesawat tempur selain transfer teknologi, seperti efek gentar di kawasan.
TNI AU membutuhkan jenis pesawat tempur yang heavy fighter (pesawat tempur berat). TNI AU tak menunjuk langsung merek pesawat tempur yang diinginkan. Namun, faktor kebiasaan di mana banyak pilot TNI AU telah terbiasa dengan jenis pesawat tertentu perlu menjadi pertimbangan dalam pembelian pesawat itu. "Kita juga butuh pesawat yang mampu mengangkat beban seperti senjata dan bahan bakar dalam jarak jauh dengan generasi baru, yaitu generasi 4,5," kata Hadi.
Catatan Kompas, ada sejumlah pesawat yang sempat disebut sebagai pengganti F 5E/F Tiger yang telah beroperasi sejak era 1980-an. Selain Eurofighter Typhoon, kandidat itu adalah Sukhoi Su-35, JAS-39 SAAB Gripen, dan F16 Block 52. Indonesia pertama kali membeli Sukhoi tahun 2003 saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.(Kompas)
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menyerahkan keputusan penggantian pesawat tempur F5 yang akan habis masa pakainya kepada Kementerian Pertahanan. Namun, TNI AU menyatakan, pertimbangan efek gentar menjadi penekanan utama dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan TNI AU.
"Kami inginkan pesawat tempur generasi 4,5 karena pertimbangan deterrence effect (efek gentar) dan luasnya wilayah Indonesia," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, Minggu (1/3).
Hadi mengatakan, beberapa waktu lalu, Duta Besar Spanyol untuk Indonesia Fransisco Jose Viqueira Niel bertemu dengan Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna. "(Dalam pertemuan itu) sempat disinggung soal Eurofighter Typhoon," katanya.
Dalam pertemuan dengan wartawan pekan lalu, Fransisco mengatakan, konsorsium negara-negara Eropa pembuat pesawat jet tempur Eurofighter menawarkan pesawat itu kepada Indonesia. Menurut dia, teknologi yang dimiliki Typhoon cocok untuk Indonesia dan mesinnya tidak perlu diganti dalam jangka panjang. Namun, harga pesawat itu lebih mahal dibandingkan dengan pesaing terdekatnya, yaitu Sukhoi Su-35 buatan Rusia.
"Keunggulan Eurofighter adalah mesinnya seumur hidup, tak perlu mengganti mesin. ?Pesawat lain perlu mengganti dua atau tiga kali," kata Fransisco.
Fransisco mengatakan, pihaknya bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam bentuk transfer teknologi, termasuk soal elektronik dan avionik pesawat. Paket transfer teknologi menjadi keharusan untuk pembelian pesawat tempur saat ini.
"Indonesia sedang membuat pesawat tempur IFX, kami bisa ikut kontribusi teknologi di dalamnya," kata Fransisco yang mewakili Spanyol, Inggris, Italia, dan Jerman.
Kebiasaan
Terkait dengan transfer teknologi, Hadi mengakui selama ini Indonesia banyak bekerja sama dengan perusahaan Spanyol, CASA, seperti dalam pembuatan N 295. Namun, ia mengatakan, ada banyak pertimbangan dalam pengadaan pesawat tempur selain transfer teknologi, seperti efek gentar di kawasan.
TNI AU membutuhkan jenis pesawat tempur yang heavy fighter (pesawat tempur berat). TNI AU tak menunjuk langsung merek pesawat tempur yang diinginkan. Namun, faktor kebiasaan di mana banyak pilot TNI AU telah terbiasa dengan jenis pesawat tertentu perlu menjadi pertimbangan dalam pembelian pesawat itu. "Kita juga butuh pesawat yang mampu mengangkat beban seperti senjata dan bahan bakar dalam jarak jauh dengan generasi baru, yaitu generasi 4,5," kata Hadi.
Catatan Kompas, ada sejumlah pesawat yang sempat disebut sebagai pengganti F 5E/F Tiger yang telah beroperasi sejak era 1980-an. Selain Eurofighter Typhoon, kandidat itu adalah Sukhoi Su-35, JAS-39 SAAB Gripen, dan F16 Block 52. Indonesia pertama kali membeli Sukhoi tahun 2003 saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.(Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.